Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

V 167 : ASMAUL HUSNA ( 74. AL ZOHIR )

AL ZOHIR   ( الظاهر )   ALLAH Yaa Zohir Yang Maha Nyata menegaskan kepada kita DIA nyata, dapat dilihat dan sesungguhnya hadir. Kehadira...

Khamis, 16 Ogos 2012

G 121 Budaya Islam VS Budaya Syirik Dan Budaya Nafsu

Universalkah Kebudayaan barat itu?

Bukti paling meyakinkan dari kepincangan peradaban barat adalah kenyataannya yang membinasakan, selain gema propagandanya yang bertolak belakang dengan kenyataan yang sebenarnya secara ekslusif disediakan hanya bagi orang Eropah putih. Semenjak Yunani kuno hingga saat ini, satu noda paling hitam dari reputasi budaya ini ialah sifatnya yang keras kepala, yang dengan deskriminasi bangsanya tidak memungkinkan kulit berwarna berperang serta bersama mereka.
Dengan diskriminasi inilah akibatnya Negara Negara Asia, Afrika, dan Amerika latin mengalami kemiskinan dan keterbelakangan, itu ertinya Budaya Barat sangat jauh dari Universal.

Salah satu cara pendidikan Amerika untuk mencuba menghancurkan budaya orang-orang Puerto Rico, iaitu melalui bahasa. Semenjak hari pertama masuk sekolah, seorang anak Puerto Rico telah diberitahu: “Hanya Bahasa Inggeris yang boleh dipakai di sini!” hal ini tentu akan menimbulkan persoalan kerana di rumah mereka menggunakan Bahasa Sepanyol. Maka dari semenjak masuk sekolah para guru dan murid Amerika telah menjadikan anak tersebut bulan-bulanan dan olok-olokan.
Konsekuensi imperialism budaya tak berbeza dengan apa yang terjadi di Pakistan, Turki, Iran dan dunia Arab lainnya.

Di seluruh Timur Tengah, Kaum Intelektual modernis dibentuk dalam cetakan tata nilai Barat. Banyak di antara mereka yang memperoleh pendidikan di Barat, atau dididik di berbagai sekolah Barat yang terselip di Kairo dan Istanbul. Mereka ini dilatih dalam penampilan dan bertindak secara Barat, sebagaimana layaknya orang-orang Modern.
Materialisme Barat dalam catatan sejarah, Masyarakat Yunani Kuno adalah masyarakat yang pertama kali menceraikan kelembagaan adat, seni dan Ilmu dari agama. Dengan kata lain, bangsa Yunani Kuno adalah bangsa yang mula-mula mewujudkan masyarakat sekular dalam erti yang sesungguhnya. Falsafahnya dilandaskan pada anggapan (premise) bahawa suatu bangsa yang harmonis, sempurna, diliputi keindahan dan keadilan, akan dapat dicapai dengan menerapkan penalaran manusia secara cerdas dan rasional tanpa bantuan kekuatan suupranatural apapun. Dan cita pemikiran sekular ini tetap tinggal menjadi tema dominan dalam peredaban Barat sampai saat ini.

Menurut Bangsa Yunani Kuno, keindahan tertinggi ada pada manusia yang telanjang bulat. Penggambaran tubuh yang telanjang bulat, apakah itu lelaki atau perempuan, merupakan tema dominan dalam seni Yunani, sehingga sampai saat ini para pematung dan pelukis tak henti-hentinya memproduksi bentuk-bentuk tersebut Liberalisme barat?
Menyusul maraknya aksi penolakan terhadap RUU Anti-pornografi (APP) pada tahun 2007 yang lalu berimbas pada kecaman terhadap komuniti Muslim yang berada di Bali dan sekitarnya, mereka mendapat tuduhan, bahawa RUU APP adalah salah satu bentuk Islamisasi.

Jika RUU itu nantinya disahkan, maka Balipun akan diislamkan, dan wanitanya dipaksa memakai jilbab. Entah dari mana isu itu ditiupkan di Bali, sehingga sampai muncul ancaman, jika RUU APP diterapkan, maka Bali akan memerdekakan diri dari Indonesia.
Ancaman semacam ini dulu juga nyaring terdengar di kalangan kaum Kristian tertentu, ketika RUU Pendidikan Nasional akan disahkan. Mereka mengancam, Papua dan Maluku akan memisahkan diri, jika RUU Pendidikan Nasional disahkan. Tetapi, ketika RUU itu disahkan menjadi UU, gertakan mereka juga kurang terdengar lagi.
Kaum Muslim Bali dan banyak komponen masyarakat lainnya di sana, jelas sangat mengharapkan lahirnya satu Undang-undang yang bersikap tegas terhadap tayangan-tayangan pornografi dan pornoaksi yang semakin meruyak di belantara tanah air Indonesia. Pada tahun 1945, kaum Muslim juga ditekan untuk mengganti Piagam Jakarta, dengan alasan ancaman separatisme wilayah tertentu.

Pornografi adalah musuh umat manusia beradab, sehingga selama ini selalu ada upaya agar manusia yang masih bertelanjang, diberikan pekaian penutup tubuh mereka. Anehnya, sebagian argumentasi penolakan RUU APP justeru berorientasi kepada primitivisme.

Ada yang berpendapat, jika RUU ini diterapkan maka suku-suku tertentu yang selama ini biasa hidup telanjang akan terkena ancaman pidana. Logika kaum liberal ini sebenarnya carut-marut dan paradoks.

Pada satu sisi mereka mengagungkan progresivitas (dari bahasa Latin : progredior, ertinya, saya maju ke depan), tetapi pada sisi lain, mereka justeru mundur ke belakang, dengan memuja nativiti dan primitiviti.

Sayangnya, suara-suara masyarakat yang sihat, seakan tersekat. Logik mereka tersumbat oleh gegap gempitanya gerakan penolakan RUU APP dimotori oleh LSM-LSM dan public figure tertentu yang berfahaman liberal, yang meyakini ‘kebebasan’ sebagai ideologi dan agama mereka. Kebebasan, menurut mereka, adalah keimanan, yang tidak boleh diganggu gugat. Kerana itu mereka menolak berbagai pembatasan, baik dalam hal agama atau pakaian. Kata mereka, itu wilayah privat, wilayah peribadi yang tidak boleh dicampurtangani oleh negara. Maka mereka pun berteriak: biarkan kami berperilaku dan berpakaian semau kami, ini urusan kami! Bukan urusan kalian! Bukan urusan negara! Negara haram mengatur wilayah privat! Itulah logik dan keimanan kaum liberal, pemuja kebebasan.

Kerana RUU APP dianggap melanggar wilayah privat, maka mereka berteriak lantang: tolak RUU APP! Ketika kasus Inul mencuat, seorang tokoh liberal menulis dalam sebuah buku berjudul “Mengebor Kemunafikan”: “Agama tidak boleh “seenak udelnya” sendiri masuk ke dalam bidang-bidang itu (kesenian dan kebebasan berekspresi) dan memaksakan sendiri standarnya kepada masyarakat…Agama hendaknya tahu batas-batasnya.”
Logika kaum liberal yang mendikotomikan antara wilayah privat dan wilayah publik itu sebenarnya logik primitif, yang di negara-negara Barat sendiri sudah kedaluwarsa. Sejak lama manusia sudah faham, bahawa kebebasan individu selalu akan berbenturan dengan kebebasan publik.

Kerana itulah, di negara-negara Barat yang memuja liberalisme, ada peraturan yang membatasi kebebasan manusia, yang memasuki dan mengatur wilayah privat, baik dalam soal tayangan TV, pakaian, minuman keras, dan sebagainya.
Ada kode etik dalam setiap jenis aktiviti manusia. Tidak boleh atas nama kebebasan, orang berbuat semaunya sendiri. Masalahnya, kerana peradaban Barat adalah peradaban tanpa wahyu, maka peraturan yang mereka hasilkan, tidak berlandaskan pada wahyu Allah, tetapi pada kesepakatan akal manusia. Kerana itu, sifatnya menjadi nisbi, relatif, dan fleksibel. Boleh berubah setiap saat, tergantung kesepakatan dan kemahuan manusia.

Di Indonesia, kerana liberalisme sedang memasuki masa puber, maka nampak ‘kemaruk’ (serakah) dan memalukan. Semua hal mau diliberalkan. Ketika terjadi penolakan masyarakat terhadap kenaikan harga BBM, seorang aktivis Islam Liberal tanpa malu-malu menulis di jaringan internet, bahwa jika kita menjadi liberal, maka harus ‘kaffah’, mencakup segala hal, baik politik, ekonomi, maupun agama.
Kaum liberal di Indonesia belum mau belajar dari pengalaman negara-negara Barat, dimana liberalisme telah berujung kepada ketidakpastian nilai, dan pada akhirnya membawa manusia kepada ketidakpastian dan kegersangan batin, karena jauh dari keyakinan dan kebenaran abadi. Manusia-manusia yang hidup dalam alam pikiran liberal dan kenisbian nilai akan sentiasa mengalami kegelisahan hidup dan ketidaktenangan jiwa. Mereka, pada hakikatnya berada dalam kegelapan, jauh dari cahaya kebenaran. Karena itu, mereka akan sentiasa mengejar bayangan kebahagiaan, fatamorgana, melalui berbagai bentuk kepuasan fisik dan jasmaniah; ibarat meminum air laut, yang tidak pernah menghilangkan rasa haus. Lihatlah kehidupan manusia-manusia jenis ini.

Simaklah ucapan-ucapan mereka; tengoklah keluarga mereka; cermatilah teman-teman dekat mereka. Tidak ada kebahagiaan yang abadi dapat mereka reguk, karena mereka sudah membuang jauh-jauh keimanan dan keyakinan akan nilai-nilai yang abadi, kebenaran yang hakiki.

Mereka tidak percaya lagi kepada wahyu Tuhan, dan menjadikan akal dan hawa nafsunya sendiri sebagai Tuhan. Al Quran sudah menggambarkan sikap manusia pemuja nafsu ini:

“Maka pernahkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhan mereka, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmuNya (Allah mengetahui bahawa ia tidak dapat menerima petunjuk yang diberikan kepadanya), dan Allah telah menutup pendengaran dan hatinya, dan meletakkan tutup atas penglihatannya. Maka siapakah yang memberinya petunjuk sesudah Allah? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”

Dalam satu tayangan television, seorang pengacara terkenal pembela Anjasmara bersikukuh bahawa apa yang dilakukan Anjasmara dengan foto bogelnya adalah satu bentuk seni, dan bukan pornografi. Padahal, foto Anjasmara yang dipamerkan untuk umum di Gedung Bank Indonesia itu jelas-jelas mempertontonkan seluruh auratnya, kecuali alat vitalnya.

Apakah si pengacara itu tidak berfikir, jika foto Anjasmara itu diganti oleh foto diri atau foto ayahnya. Apakah itu juga seni? Jika memang masih dianggap satu bentuk seni, mengapa alat vital Anjasmara masih ditutup dengan lingkaran putih? mbok, sekalian agar dianggap lebih indah dan ‘nyeni’ alat vital itu dibuka dan diberi lukisan tertentu?
Dalam tradisi Yunani, yang menjadi akar liberalisme seni di Barat, patung-patung para dewapun ditampilkan telanjang bulat dengan alat vital terbuka. Kenapa si pengacara itu masih tanggung dalam memuja liberalisme? Apa landasan yang menyatakan alat vital tidak boleh dipertontonkan di muka umum? Jika alasannya adalah ‘tidak etis’, maka suatu ketika dan di satu tempat tertentu, misalnya di klub-klub nudis, alat vital manusia pun wajib dipertontonkan, kerana mengikuti kehendak dan selera umum.
Dalam Islam, nilai etika bersifat kekal dan tidak berubah. Batas aurat wanita dan lelaki jelas. Mana dan bila boleh diperlihatkan juga diatur dengan jelas oleh wahyu, baik melalui ayat-ayat al Quran mahupun hadits Rasulullah saw. Kerana itu, kaum Muslim sebenarnya tidak perlu berdepat panjang tentang batasan aurat manusia, kerana pedomannya sangat jelas.

Pornografi dan pornoaksi adalah aktiviti yang terkait erat dengan promosi perzinaan yang secara keras dilarang oleh al Quran. Kerana itu, seorang doktor yang memeriksa bagian aurat tertentu dari pesakit atau mayat manusia, dengan tujuan medis, tidak masuk dalam kategori pornografi atau pornoaksi. Ini tentu berbeza dengan Dewi Soekarno yang secara sengaja mempublikasikan foto-foto bogelnya dalam ‘Madame de Syurga’. Berbeza juga dengan tayangan-tayangan erotis dalam berbagai acara television kita sekarang ini.

Fahaman kebebasan atau liberalisme dalam berbagai bidang, memang sedang gencar-gencarnya dicekokkan kepada masyarakat Indonesia. Kaum Muslim Indonesia kini dapat melihat, bagaimana destruktif dan jahatnya fahaman ini.

Ketika Lia Eden ditangkap, kaum liberal berteriak memprotes. Ketika Ahmadiyah dinyatakan sebagai fahaman sesat oleh MUI, maka mereka pun berteriak membela Ahmadiyah. Ketika goyang ngebor Inul dikecam, mereka pun memaki-maki para ulama sebagai sok-moralis, sok penjaga moral dan sebagainya.

Ketika film Buruan Cium Gue (BCG) dikritik dan dikecam, mereka juga membela film itu atas nama kreativitas seni. Sekali lagi, menurut mereka, kebebasan harus dipertahankan. Dalam kasus RUU APP, sikap dan posisi kaum liberal pun nampak jelas, di barisan mana mereka berdiri; di barisan al-haq atau al-bathil.

Kita sesungguhnya perlu mengasihani pada cara berpikir kaum liberal ini. Apalagi yang sudah tua dan ‘sakit-sakitan’, seperti Goenawan Mohammad. Bangga dengan julukannya sebagai budayawan, dia menulis satu artikel di Koran Tempo berjudul ‘RUU Porno: Arab atau Indonesia’.

Dia menganggap bahwa RUU APP ini akan merupakan bentuk adopsi nilai-nilai dunia Arab, dan jika RUU ini disahkan, maka akan berdampak pada kekeringan kreativitas pada dunia seni dan budaya.

Ini adalah contoh nyata dari keboborokan budaya barat yag terus di canangkan oleh antek-anteknya yang berada di Indonesia, yang lebih berbahaya lagi kini Liberalisme itu telah menjangkiti lembaga-lebaga pendidikan Islam, salh satu contohnya adalah IAIN syarif Hidayatullah . . . .

Menurut Adian, pendidikan menjadi basis kaum liberal untuk terus menyebarkan paham mereka kepada kaum terdidik. Usaha mereka tidak main main. Sponsor mereka besar dan banyak. Gerakan mereka, oleh Adian, disebut sebagai “The Liberalization of Language”.
Kesempurnaan Islam Dalam setiap Lini Perhatian Islam Terhadap dunia Pendidikan
Bukti perhatian Islam terhadap pendidikan sangatlah Nampak pada kehidupan kita. Dalam banyak ayat Allah juga menjelaskan dan memerintahkan manusia agar belajar,diantaranya firman Allah:11. Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Dari ayat ditas memberikan pengertian bahwa Islam memeng memerintahkan kepada manusia agar manusia mau belajar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Islam menegaskan kepada manusia supaya menemukan jati dirinya sebagai insane yang bermartabat maka harus menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan norma-norma Islami.

a. Tujuan pendidikan Islam

Untuk memperoleh out put yang diharapkan tujuan pendidikan Islam merupakan basis yang mengarahkan anak memenuhi harapanya. Itu berarti tujuan pendidikan Islam harus dirumuskan atau diterapkan dengan sebaik-baiknya. Kita dapat melihat di antara tujuan pendidikan Islam adalah:

1. Membentuk manusia yang bertakwa kepada Allah swt berakhlak mulia dan terpanggil untuk melaksanakan kewajiban sesuai tuntunan Islam.

2. Membentuk pribadi yang berakhlaku karimah sesuai dengan ajaran Islam

b. Ruang Lingkup Pendidikan Islam

Ruang lingkup pendidikan Islam adalah mencakup segala bidang kehidupan manusia di dunia di mana manusia mampu memanfaatkan sebagai tempat menanam benih amaliah yang buahnya akan dipetik nanti di akhirat.

Adapun ruang lingkup pendidikan Islam mencakup kegiatan-kegiatan pendidikan yang dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan dalam bidang atau lapangan hidup manusia yang meliputi sebagai berikut:

1. Lapangan hidup keagamaan agar peribadi manusia sesuai denga norma-norma ajaran Islam.

2. Lapangan hidup berkeluarga agar berkembang menjadi keluarga yang penuh dengan sakinah, mawadah, warohmah.

3. Lapangan hidup ekonomi agar berkembang menjadi system kehidupan yang bebas dari sikap saling memangsa satu sama lainnya.

4. Lapangan hidup kemasyarakatan agar terbina masyarakat yang adil dan makmur di bawah naungan Reda dan Rahmat dari Allah
swt.

5. Lapangan hidup dengan budaya keislaman yang tinggi dan sesuai dengan apa yang diinginkan Allah swt.

6. Lapangan hidup yang penuh dengan Ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi agar terbentuk peribadi yang berpengetahuan luas dan berdedikasi tinggi.
Rujukan :
http://www.elthifa.co.cc/2010/04/budaya-barat-vs-budaya-islam.html



Tiada ulasan:

Catat Ulasan