Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

V 167 : ASMAUL HUSNA ( 74. AL ZOHIR )

AL ZOHIR   ( الظاهر )   ALLAH Yaa Zohir Yang Maha Nyata menegaskan kepada kita DIA nyata, dapat dilihat dan sesungguhnya hadir. Kehadira...

Ahad, 5 Mac 2017

S 2 JANGAN BURUK SANGKA/MENDUGA HATI MANUSIA

ALLAH SUBHANAHU WA TAALA melarang kita untuk buruk sangka/menduga-duga hati manusia. Tidak boleh kita mengatakan seseorang sebagai pura-pura, taqiyyah, bohong, dan sebagainya. Yang boleh kita nilai adalah yang zahir seperti ucapan dan perbuatan. Jika ucapannya menyimpang, baru kita boleh beritahu bahawa mereka salah. Atau jika ucapannya baik, tapi perbuatannya menyimpang. Tapi selama perkataan dan perbuatan seseorang lurus, kita tidak boleh menghujat mereka. Kita bukan mind reader. Kita bukan pembaca fikiran atau pun pembaca hati manusia! Hanya ALLAH SUBHANAHU WA TAALA yang tahu hati manusia! Ini dalil-dalilnya:

Larangan berburuk sangka/curiga :

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan perasangka (kecurigaan), kerana sebahagian dari perasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada ALLAH. Sesungguhnya ALLAH Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”
(Surah 49  AL HUJURAAT : 12)

Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2012/02/07/larangan-mencaci-dan-membunuh-sesama-muslim/

Berhati-hatilah terhadap buruk sangka. Sesungguhnya buruk sangka adalah ucapan yang paling bodoh.
(HR. Bukhari)

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan ALLAH, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan "salam" kepadamu [Atau La ilaaha illallahu]: "Kamu bukan seorang mukmin." (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, kerana di sisi ALLAH ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu [dulu mukmin tsb juga kafir], lalu ALLAH menganugerahkan nikmatNya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya ALLAH Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
(Surah 4  AN NISAA' : 94)

Tidak boleh kita mengkafirkan orang yang mengucapkan Tahlil hanya dengan dugaan buruk. Apalagi sampai membunuhnya:

Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid ra : RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM pernah mengirimkan kami dalam suatu pasukan (sariyyah); lalu pada pagi hari kami sampai ke Huruqat di suku Juhainah, di sana saya menjumpai seorang lelaki, dia berkata, “La ilaha illallah – tiada tuhan selain ALLAH,” tetapi saya tetap menikamnya (dengan tombak), lalu saya merasakan ada sesuatu yang mengganjal di hati saya. Setelah sampai di Madinah, saya memberitahukan hal tersebut kepada NABI MUHAMMAD  SHALLALLAHU ’ALAIHI WASSALLAM, lalu beliau bersabda, “Dia mengatakan, ‘La ilaha illallah’, kemudian kamu membunuhnya?” Saya berkata, “Wahai RASULULLAH, sungguh dia mengatakannya hanya kerana takut pada senjata.” Beliau bersabda, “Tidakkah kamu belah dadanya, lalu kamu keluarkan hatinya supaya kamu mengetahui, apakah hatinya itu mengucapkan kalimat itu atau tidak?” Demikianlah, beliau berulang-ulang mengucapkan hal itu kepada saya sehingga saya menginginkan seandainya saya masuk Islam pada hari itu saja. Sa’ad berkata, “Demi ALLAH, saya tidak membunuh seorang Muslim sehingga dibunuhnya oleh Dzul Buthain, maksudnya Usamah.” Lalu ada orang lelaki berkata, “Bukankah ALLAH SUBHANAHU WA TAALA telah berfirman, Dan perangilah mereka supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. (QS Al-Anfal (8): 39).” Lalu Sa’ad menjawabnya, “Kami sudah memerangi mereka supaya jangan ada fitnah, sedangkan kamu bersama kawan-kawanmu menginginkan berperang supaya ada fitnah.”
(1: 67 – 68 – Sahih Muslim)

Kita ulangi perkataan Nabi di atas:

“Tidakkah kamu belah dadanya, lalu kamu keluarkan hatinya supaya kamu mengetahui, apakah hatinya itu mengucapkan kalimat itu atau tidak?”

Begitu Nabi mengatakan berulang-ulang ke Usamah sehingga Usamah amat menyesal sekali dan tidak pernah lagi membunuh seorang Muslim/yang mengucapkan Tahlil sehingga beliau terbunuh.

Daripada Usamah bin Zaid ra, katanya: “RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM mengirim kita ke daerah Huraqah dari suku Juhainah, kemudian kita berpagi-pagi menduduki tempat air mereka. Saya dan seorang lagi dari kaum Anshar bertemu dengan seorang lelaki dari golongan mereka (musuh). Setelah kita dekat padanya, ia lalu mengucapkan: La ilaha illallah. Orang dari sahabat Anshar itu menahan diri daripadanya (tidak menyakiti sama sekali), sedang saya lalu menusuknya dengan tombakku sehingga saya membunuhnya. Setelah kita datang ke Madinah, peristiwa itu sampai kepada NABI MUHAMMAD  SHALLALLAHU ’ALAIHI WASSALLAM, kemudian beliau bertanya padaku: “Hai Usamah, adakah engkau membunuhnya setelah ia mengucapkan La ilaha illallah?” Saya berkata: “Ya RASULULLAH, sebenarnya orang itu hanya untuk mencari perlindungan diri saja yakni mengatakan syahadat itu hanya untuk mencari selamat, sedang hatinya tidak meyakinkan itu.” NABI MUHAMMAD  SHALLALLAHU ’ALAIHI WASSALLAM bersabda lagi: “Adakah ia engkau bunuh setelah mengucapkan La ilaha illallah?” Ucapan itu sentiasa diulang-ulangi oleh NABI MUHAMMAD  SHALLALLAHU ’ALAIHI WASSALLAM, sehingga saya mengharap-harapkan, bahawa saya belum menjadi Islam sebelum hari itu yakni bahawa saya mengharapkan menjadi orang Islam itu mulai hari itu saja, supaya tidak ada dosa dalam diriku.”
(Muttafaq ‘alaih)

Dalam riwayat lain disebutkan:

Lalu NABI MUHAMMAD  SHALLALLAHU ’ALAIHI WASSALLAM bersabda: “Bukankah ia telah mengucapkan La ilaha illallah, mengapa engkau membunuhnya?” Saya menjawab: “Ya RASULULLAH, sesungguhnya ia mengucapkan itu semata-mata kerana takut senjata.” NABI MUHAMMAD  SHALLALLAHU ’ALAIHI WASSALLAM bersabda: “Mengapa engkau tidak belah saja hatinya, sehingga engkau dapat mengetahui, apakah mengucapkan itu kerana takut senjata ataukah tidak yakni dengan keikhlasan.” NABI MUHAMMAD  SHALLALLAHU ’ALAIHI WASSALLAM mengulang-ulangi ucapannya itu sehingga saya mengharap-harapkan bahawa saya masuk Islam mulai hari itu saja.

Hadis riwayat Itban bin Malik ra :

Daripada Mahmud bin Rabi` ia berkata: Aku datang ke Madinah dan bertemu Itban. Dan aku berkata: Aku mendengar cerita tentang engkau. Itban berkata: Mataku terkena suatu penyakit. Lalu aku menyuruh orang menghadap RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM untuk mengatakan kepada beliau bahwa aku ingin engkau (RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM) datang dan mengerjakan solat di rumahku, sehingga aku dapat menjadikannya sebagai mushalla. Nabi pun datang bersama beberapa orang sahabat beliau. Beliau masuk dan mengerjakan solat di rumahku. Sementara itu para sahabat saling berbincang di antara mereka. Mereka umumnya sedang membicarakan Malik bin Dukhsyum (ertinya, mereka membicarakan sikap orang-orang munafik yang buruk, di antaranya Malik). Mereka ingin RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM berdoa agar Malik mendapat celaka. Mereka ingin ia tertimpa malapetaka. Ketika RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM selesai solat, beliau bertanya: Bukankah ia bersaksi: Bahwa tiada Tuhan selain ALLAH dan aku adalah utusan ALLAH? Para sahabat menjawab: Memang benar ia mengucapkan itu, tetapi itu tidak ada dalam hatinya. RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM bersabda: Seseorang yang bersaksi bahawa tiada Tuhan selain ALLAH dan bahawa aku adalah utusan ALLAH, tidak akan masuk neraka atau dimakan api neraka.
(Shahih Muslim No.48)

Daripada Jundub bin Abdullah ra bahawasanya RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM mengirimkan sepasukan dari kaum Muslimin kepada suatu golongan dari kaum musyrikin dan bahawa mereka itu telah bertemu(berhadap) hadapan. Kemudian ada seorang lelaki dari kaum musyrikin menghendaki menuju kepada seorang dari kaum Muslimin lalu ditujulah tempatnya lalu dibunuhnya. Lalu ada seorang dari kaum Muslimin menuju orang itu di waktu lengahnya. Kita semua memperbincangkan bahawa orang itu adalah Usamah bin Zaid. Setelah orang Islam itu mengangkat pedangnya, tiba-tiba orang musyrik tadi mengucapkan: “La ilaha illallah.” Tetapi ia terus dibunuh olehnya. Selanjutnya datanglah seorang pembawa berita gembira kepada RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM -memberitahukan kemenangan-, RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM bertanya kepadanya -perihal jalannya peperangan- dan orang itu memberitahukannya, sehingga akhirnya orang itu memberitahukan pula perihal orang yang membunuh di atas, apa-apa yang dilakukan olehnya. Orang itu dipanggil oleh RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM dan menanyakan padanya, lalu sabdanya: “Mengapa engkau membunuh orang itu?” Orang tadi menjawab: “Ya RASULULLAH, orang itu telah banyak menyakiti di kalangan kaum Muslimin dan telah membunuh si Fulan dan si Fulan.” Orang itu menyebutkan nama beberapa orang yang dibunuhnya. Ia melanjutkan: “Saya menyerangnya, tetapi setelah melihat pedang, ia mengucapkan: “La ilaha illallah.” RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM bertanya: “Apakah ia sampai kau bunuh?” Ia menjawab: “Ya.” Kemudian beliau bersabda: “Bagaimana yang hendak kau perbuat dengan La ilaha illallah, jikalau ia telah tiba pada hari kiamat?” Orang itu berkata: “Ya RASULULLAH, mohonkanlah pengampunan -kepada Allah- untukku.” RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM bersabda: “Bagaimana yang hendak kau perbuat dengan La ilaha illallah, jikalau ia telah tiba pada hari kiamat?” RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM tidak menambahkan sabdanya lebih dari kata-kata: “Bagaimanakah yang hendak kau perbuat dengan La ilaha illallah, jikalau ia telah tiba pada hari kiamat?”
(Riwayat Muslim)

Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2012/02/07/larangan-mencaci-dan-membunuh-sesama-muslim/

Untuk hal yang buruk/jahat, Allah tidak menghitung niat atau hati kita selama kita tidak mengucapkannya atau melakukannya:

Hadis riwayat Abu Hurairah ra, ia berkata:

RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM bersabda : Sesungguhnya ALLAH melewati (tidak memperhitungkan) kata hati pada umatku, selama mereka tidak mengatakannya atau melakukannya.
(Shahih Muslim No.181)

Hadis riwayat Ibnu Abbas ra. : 

Daripada RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM tentang apa yang diriwayatkan dari Allah Taala bahwa Allah berfirman: Sesungguhnya Allah mencatat kebaikan dan kejelekan. Kemudian beliau (RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM) menerangkan: Barangsiapa yang berniat melakukan kebaikan, tetapi tidak jadi mengerjakannya, maka Allah mencatat niat itu sebagai satu kebaikan penuh di sisiNya. Jika ia meniatkan perbuatan baik dan mengerjakannya, maka ALLAH mencatat di sisiNya sebagai sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kali lipat hingga kelipatan yang sangat banyak. Kalau ia berniat melakukan perbuatan buruk, tetapi tidak jadi melakukannya, maka ALLAH mencatat hal itu sebagai satu kebaikan yang sempurna di sisiNya. Jika ia meniatkan perbuatan buruk itu, lalu melaksanakannya, maka ALLAH mencatatnya sebagai satu keburukkan.
(Shahih Muslim No.187) 

Jadi berhentilah menduga-duga hati manusia. Kalau ada yang bilang "Tuhan saya bukan ALLAH", baru kita boleh mengkafirkan dia. Atau kalau ada orang yang tengah menganiaya orang yang lemah, baru kita boleh menghentikan kezalimannya. Tapi kalau cuma di hati saja, ya biarkan saja. Serahkan kepada ALLAH SUBHANAHU WA TAALA.

Lantas, bagaimana kita mengetahui Orang Munafik?

Tetap saja kita menilainya secara zahir dari lisan dan perbuatan mereka. Misalnya lisan dengan lisan, atau lisan dengan perbuatan. Jika saat bertemu kita mereka mengaku beriman, tapi dengan teman-teman mereka mereka mengaku tidak beriman, itu ertinya mereka bohong.

NABI MUHAMMAD  SHALLALLAHU ’ALAIHI WASSALLAM bersabda yang bermaksud:

“Tanda-tanda orang munafik ada tiga, iaitu bila berbicara dusta, bila berjanji tidak ditepati, dan bila diamanati dia berkhianat.”
(HR. Muslim)

Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2009/06/24/jangan-berbohong-karena-dusta-ciri-orang-munafik/
Atau jika mereka mengaku Pembela Islam, tapi kenyataannya mereka bekerjasama dengan orang-orang kafir memerangi sesama Muslim, itu bererti mereka munafik. Kita menilainya secara zahir.

Orang-orang yang beriman tidak akan mengambil kaum Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya ALLAH tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”
(Surah 5  AL MAA'IDAH :  51)

Hanya orang munafik yang dekat dengan kaum Yahudi dan Nasrani yang saat ini tengah memusuhi Islam dan membantai umat Islam:

“Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: “Kami takut akan mendapat bencana.” Mudah-mudahan ALLAH akan mendatangkan kemenangan (kepada RasulNya), atau sesuatu keputusan dari sisiNya. Maka kerana itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahsiakan dalam diri mereka.”
(Surah 5  AL MAA'IDAH :  52)


Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2012/09/18/yahudi-dan-nasrani-adalah-musuh-islam-yang-utama/

Jika ada sesuatu hal yang meragukan kita, hendaknya kita bertanya pada jumhur ulama yang lurus. Jangan menduga-duga apalagi main comot berita dari internet yang sumbernya tidak jelas.

"...Bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui."
(Surah 16  AN NAHL : 43)

Tiada ulasan:

Catat Ulasan