ALLAH SUBHANAHU WA TAALA melarang
kita untuk buruk sangka/menduga-duga hati manusia. Tidak boleh kita mengatakan
seseorang sebagai pura-pura, taqiyyah, bohong, dan sebagainya. Yang boleh kita
nilai adalah yang zahir seperti ucapan dan perbuatan. Jika ucapannya
menyimpang, baru kita boleh beritahu bahawa mereka salah. Atau jika ucapannya
baik, tapi perbuatannya menyimpang. Tapi selama perkataan dan perbuatan
seseorang lurus, kita tidak boleh menghujat mereka. Kita bukan mind reader. Kita bukan pembaca fikiran
atau pun pembaca hati manusia! Hanya ALLAH SUBHANAHU WA TAALA yang tahu hati
manusia! Ini dalil-dalilnya:
Larangan
berburuk sangka/curiga :
Hai orang-orang yang beriman,
jauhilah kebanyakan perasangka (kecurigaan), kerana sebahagian dari perasangka
itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Dan bertakwalah kepada ALLAH. Sesungguhnya ALLAH Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang.”
(Surah
49 AL HUJURAAT : 12)
Baca
selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2012/02/07/larangan-mencaci-dan-membunuh-sesama-muslim/
Berhati-hatilah terhadap buruk
sangka. Sesungguhnya buruk sangka adalah ucapan yang paling bodoh.
(HR.
Bukhari)
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan ALLAH, maka
telitilah dan janganlah
kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan "salam" kepadamu [Atau
La ilaaha illallahu]: "Kamu bukan seorang mukmin." (lalu kamu
membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda
kehidupan di dunia, kerana di sisi ALLAH ada harta yang banyak. Begitu jugalah
keadaan kamu dahulu [dulu mukmin tsb juga kafir], lalu ALLAH menganugerahkan
nikmatNya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya ALLAH Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan."
(Surah
4 AN NISAA' : 94)
Tidak boleh
kita mengkafirkan orang yang mengucapkan Tahlil hanya dengan dugaan buruk.
Apalagi sampai membunuhnya:
Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid
ra : RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI
WASSALLAM pernah
mengirimkan kami dalam suatu pasukan (sariyyah); lalu pada pagi hari kami
sampai ke Huruqat di suku Juhainah, di sana saya menjumpai seorang lelaki, dia
berkata, “La ilaha illallah – tiada tuhan selain ALLAH,” tetapi saya tetap
menikamnya (dengan tombak), lalu saya merasakan ada sesuatu yang mengganjal di
hati saya. Setelah sampai di Madinah, saya memberitahukan hal tersebut kepada NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ’ALAIHI WASSALLAM, lalu beliau bersabda, “Dia mengatakan,
‘La ilaha illallah’, kemudian kamu membunuhnya?” Saya berkata, “Wahai RASULULLAH,
sungguh dia mengatakannya hanya kerana takut pada senjata.” Beliau bersabda,
“Tidakkah kamu belah dadanya, lalu kamu keluarkan hatinya supaya kamu
mengetahui, apakah hatinya itu mengucapkan kalimat itu atau tidak?”
Demikianlah, beliau berulang-ulang mengucapkan hal itu kepada saya sehingga
saya menginginkan seandainya saya masuk Islam pada hari itu saja. Sa’ad
berkata, “Demi ALLAH, saya tidak membunuh seorang Muslim sehingga dibunuhnya
oleh Dzul Buthain, maksudnya Usamah.” Lalu ada orang lelaki berkata, “Bukankah ALLAH
SUBHANAHU WA TAALA telah
berfirman, Dan perangilah mereka supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu
semata-mata untuk Allah. (QS Al-Anfal (8): 39).” Lalu Sa’ad menjawabnya, “Kami
sudah memerangi mereka supaya jangan ada fitnah, sedangkan kamu bersama
kawan-kawanmu menginginkan berperang supaya ada fitnah.”
(1: 67 – 68
– Sahih Muslim)
Kita ulangi
perkataan Nabi di atas:
“Tidakkah kamu belah dadanya,
lalu kamu keluarkan hatinya supaya kamu mengetahui, apakah hatinya itu
mengucapkan kalimat itu atau tidak?”
Begitu Nabi
mengatakan berulang-ulang ke Usamah sehingga Usamah amat menyesal sekali dan
tidak pernah lagi membunuh seorang Muslim/yang mengucapkan Tahlil sehingga
beliau terbunuh.
Daripada Usamah bin Zaid ra,
katanya: “RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI
WASSALLAM mengirim kita ke
daerah Huraqah dari suku Juhainah, kemudian kita berpagi-pagi menduduki tempat
air mereka. Saya dan seorang lagi dari kaum Anshar bertemu dengan seorang
lelaki dari golongan mereka (musuh). Setelah kita dekat padanya, ia lalu
mengucapkan: La ilaha illallah. Orang dari sahabat Anshar itu menahan diri
daripadanya (tidak menyakiti sama sekali), sedang saya lalu menusuknya dengan
tombakku sehingga saya membunuhnya. Setelah kita datang ke Madinah, peristiwa
itu sampai kepada NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ’ALAIHI WASSALLAM, kemudian beliau bertanya padaku: “Hai
Usamah, adakah engkau membunuhnya setelah ia mengucapkan La ilaha illallah?”
Saya berkata: “Ya RASULULLAH, sebenarnya orang itu hanya untuk mencari
perlindungan diri saja yakni mengatakan syahadat itu hanya untuk mencari
selamat, sedang hatinya tidak meyakinkan itu.” NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ’ALAIHI WASSALLAM bersabda lagi: “Adakah ia engkau bunuh
setelah mengucapkan La ilaha illallah?” Ucapan itu sentiasa diulang-ulangi oleh
NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ’ALAIHI WASSALLAM, sehingga saya mengharap-harapkan, bahawa
saya belum menjadi Islam sebelum hari itu yakni bahawa saya mengharapkan
menjadi orang Islam itu mulai hari itu saja, supaya tidak ada dosa dalam
diriku.”
(Muttafaq
‘alaih)
Dalam
riwayat lain disebutkan:
Lalu NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ’ALAIHI WASSALLAM bersabda: “Bukankah ia telah
mengucapkan La ilaha illallah, mengapa engkau membunuhnya?” Saya menjawab: “Ya RASULULLAH,
sesungguhnya ia mengucapkan itu semata-mata kerana takut senjata.” NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ’ALAIHI WASSALLAM bersabda: “Mengapa engkau tidak belah
saja hatinya, sehingga engkau dapat mengetahui, apakah mengucapkan itu kerana
takut senjata ataukah tidak yakni dengan keikhlasan.” NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ’ALAIHI WASSALLAM mengulang-ulangi ucapannya itu sehingga
saya mengharap-harapkan bahawa saya masuk Islam mulai hari itu saja.
Hadis riwayat Itban bin Malik ra :
Daripada Mahmud bin Rabi` ia
berkata: Aku datang ke Madinah dan bertemu Itban. Dan aku berkata: Aku
mendengar cerita tentang engkau. Itban berkata: Mataku terkena suatu penyakit.
Lalu aku menyuruh orang menghadap RASULULLAH
SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM untuk
mengatakan kepada beliau bahwa aku ingin engkau (RASULULLAH SHALLALLAHU
‘ALAIHI WASSALLAM) datang dan
mengerjakan solat di rumahku, sehingga aku dapat menjadikannya sebagai
mushalla. Nabi pun datang bersama beberapa orang sahabat beliau. Beliau masuk
dan mengerjakan solat di rumahku. Sementara itu para sahabat saling berbincang
di antara mereka. Mereka umumnya sedang membicarakan Malik bin Dukhsyum (ertinya,
mereka membicarakan sikap orang-orang munafik yang buruk, di antaranya Malik).
Mereka ingin RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM berdoa agar Malik mendapat celaka. Mereka
ingin ia tertimpa malapetaka. Ketika RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI
WASSALLAM selesai solat, beliau
bertanya: Bukankah ia bersaksi: Bahwa tiada Tuhan selain ALLAH dan aku adalah
utusan ALLAH? Para sahabat menjawab: Memang benar ia mengucapkan itu, tetapi
itu tidak ada dalam hatinya. RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM bersabda: Seseorang yang bersaksi bahawa
tiada Tuhan selain ALLAH dan bahawa aku adalah utusan ALLAH, tidak akan masuk
neraka atau dimakan api neraka.
(Shahih Muslim No.48)
Daripada Jundub bin Abdullah ra
bahawasanya RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI
WASSALLAM mengirimkan
sepasukan dari kaum Muslimin kepada suatu golongan dari kaum musyrikin dan bahawa
mereka itu telah bertemu(berhadap) hadapan. Kemudian ada seorang lelaki dari
kaum musyrikin menghendaki menuju kepada seorang dari kaum Muslimin lalu
ditujulah tempatnya lalu dibunuhnya. Lalu ada seorang dari kaum Muslimin menuju
orang itu di waktu lengahnya. Kita semua memperbincangkan bahawa orang itu
adalah Usamah bin Zaid. Setelah orang Islam itu mengangkat pedangnya, tiba-tiba
orang musyrik tadi mengucapkan: “La ilaha illallah.” Tetapi ia terus dibunuh
olehnya. Selanjutnya datanglah seorang pembawa berita gembira kepada RASULULLAH
SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM
-memberitahukan kemenangan-, RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI
WASSALLAM bertanya
kepadanya -perihal jalannya peperangan- dan orang itu memberitahukannya,
sehingga akhirnya orang itu memberitahukan pula perihal orang yang membunuh di
atas, apa-apa yang dilakukan olehnya. Orang itu dipanggil oleh RASULULLAH
SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM
dan menanyakan padanya, lalu sabdanya: “Mengapa engkau membunuh orang itu?”
Orang tadi menjawab: “Ya RASULULLAH, orang itu telah banyak menyakiti di
kalangan kaum Muslimin dan telah membunuh si Fulan dan si Fulan.” Orang itu
menyebutkan nama beberapa orang yang dibunuhnya. Ia melanjutkan: “Saya
menyerangnya, tetapi setelah melihat pedang, ia mengucapkan: “La ilaha
illallah.” RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM bertanya: “Apakah ia sampai kau bunuh?”
Ia menjawab: “Ya.” Kemudian beliau bersabda: “Bagaimana yang hendak kau perbuat
dengan La ilaha illallah, jikalau ia telah tiba pada hari kiamat?” Orang itu
berkata: “Ya RASULULLAH, mohonkanlah pengampunan -kepada Allah- untukku.” RASULULLAH
SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM
bersabda: “Bagaimana yang hendak kau perbuat dengan La ilaha illallah, jikalau
ia telah tiba pada hari kiamat?” RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI
WASSALLAM tidak
menambahkan sabdanya lebih dari kata-kata: “Bagaimanakah yang hendak kau
perbuat dengan La ilaha illallah, jikalau ia telah tiba pada hari kiamat?”
(Riwayat
Muslim)
Baca
selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2012/02/07/larangan-mencaci-dan-membunuh-sesama-muslim/
Untuk hal
yang buruk/jahat, Allah tidak menghitung niat atau hati kita selama kita tidak
mengucapkannya atau melakukannya:
Hadis
riwayat Abu Hurairah ra, ia berkata:
RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM bersabda : Sesungguhnya ALLAH melewati (tidak memperhitungkan) kata hati pada umatku, selama mereka tidak mengatakannya atau melakukannya.
(Shahih
Muslim No.181)
Hadis
riwayat Ibnu Abbas ra. :
Daripada
RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM tentang apa yang diriwayatkan dari
Allah Taala bahwa Allah berfirman: Sesungguhnya Allah mencatat kebaikan dan
kejelekan. Kemudian beliau (RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM)
menerangkan: Barangsiapa yang berniat melakukan kebaikan, tetapi tidak jadi
mengerjakannya, maka Allah mencatat niat itu sebagai satu kebaikan penuh di
sisiNya. Jika ia meniatkan perbuatan baik dan mengerjakannya, maka ALLAH
mencatat di sisiNya sebagai sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kali lipat hingga
kelipatan yang sangat banyak. Kalau ia berniat melakukan perbuatan buruk,
tetapi tidak jadi melakukannya, maka ALLAH mencatat hal itu sebagai satu
kebaikan yang sempurna di sisiNya. Jika
ia meniatkan perbuatan buruk itu, lalu melaksanakannya, maka ALLAH mencatatnya
sebagai satu keburukkan.
(Shahih
Muslim No.187)
Jadi
berhentilah menduga-duga hati manusia. Kalau ada yang bilang "Tuhan saya
bukan ALLAH", baru kita boleh mengkafirkan dia. Atau kalau ada orang yang
tengah menganiaya orang yang lemah, baru kita boleh menghentikan kezalimannya.
Tapi kalau cuma di hati saja, ya biarkan saja. Serahkan kepada ALLAH SUBHANAHU
WA TAALA.
Lantas,
bagaimana kita mengetahui Orang Munafik?
Tetap saja
kita menilainya secara zahir dari lisan dan perbuatan mereka. Misalnya lisan
dengan lisan, atau lisan dengan perbuatan. Jika saat bertemu kita mereka
mengaku beriman, tapi dengan teman-teman mereka mereka mengaku tidak beriman,
itu ertinya mereka bohong.
NABI MUHAMMAD
SHALLALLAHU ’ALAIHI WASSALLAM bersabda yang bermaksud:
“Tanda-tanda orang munafik ada
tiga, iaitu bila berbicara dusta, bila berjanji tidak ditepati, dan bila
diamanati dia berkhianat.”
(HR. Muslim)
Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2009/06/24/jangan-berbohong-karena-dusta-ciri-orang-munafik/
Atau jika
mereka mengaku Pembela Islam, tapi kenyataannya mereka bekerjasama dengan
orang-orang kafir memerangi sesama Muslim, itu bererti mereka munafik. Kita
menilainya secara zahir.
Orang-orang
yang beriman tidak akan mengambil kaum Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin:
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang
lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya ALLAH tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”
(Surah
5 AL MAA'IDAH : 51)
Hanya orang
munafik yang dekat dengan kaum Yahudi dan Nasrani yang saat ini tengah memusuhi
Islam dan membantai umat Islam:
“Maka kamu akan melihat
orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera
mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: “Kami takut akan
mendapat bencana.” Mudah-mudahan ALLAH akan mendatangkan kemenangan (kepada
RasulNya), atau sesuatu keputusan dari sisiNya. Maka kerana itu, mereka menjadi
menyesal terhadap apa yang mereka rahsiakan dalam diri mereka.”
(Surah
5 AL MAA'IDAH : 52)
Baca
selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2012/09/18/yahudi-dan-nasrani-adalah-musuh-islam-yang-utama/
Jika ada
sesuatu hal yang meragukan kita, hendaknya kita bertanya pada jumhur ulama yang
lurus. Jangan menduga-duga apalagi main comot berita dari internet yang
sumbernya tidak jelas.
"...Bertanyalah kepada orang
yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui."
(Surah 16 AN NAHL : 43)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan