Dalam
jihad/bughot hendaknya kita punya ilmu lebih dahulu. Sebab amal tanpa ilmu
ditolak. Bukannya masuk syurga, malah masuk neraka. Kita harus faham Hukum
tentang Bughot, Membunuh Muslim, Mengkafirkan Muslim, Bersekutu dengan Kafir
membunuh Muslim, dan sebagainya. Hendaknya kita bertanya pada Ulama yang adil
seperti Syekh Al Buti agar tidak tersesat.
Bughot itu
haram bahkan thd Firaun sekalipun (Thaahaa 43-44) dan hukumannya adalah mati:
Arfajah Ibnu
Syuraih ra berkata: Aku mendengar RASULULLAH SAW bersabda:
"Barangsiapa
datang kepadamu ketika keadaanmu bersatu, sedang ia ingin memecah belah
persatuanmu, maka bunuhlah ia."
(Riwayat
Muslim)
Daripada Abu
Said al Khudriy bahawa RASULULLAH SAW bersabda,
”Apabila
ada baiat kepada dua orang khalifah maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya.”
(HR. Ahmad)
Terhadap
seorang rakyat yang menghina dirinya, Khalifah Umar bin Abdul Aziz berkata:
"Aku tidak seburuk Firaun Dan Kamu tidak sebaik Musa. Apa firman ALLAH kepada Musa:
“Pergilah
kamu berdua kepada Firaun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka
berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut,
mudah-mudahan ia ingat atau takut.”
(Surah 20 THAAHAA : 43-44)
Ibrahim,
Musa, Muhammad, dan Pemuda Ashabul Kahfi tidak bughot/berontak terhadap Raja
Namrudz, Firaun, dan penguasa Kafir Mekah. Saat Nabi terluka akibat dilempari
penduduk Thaif yang menolak dakwah Nabi, Malaikat menawarkan kepada Nabi untuk
menghancurkan penduduk Thaif dengan gunung-gunung di sekelilingnya. Namun Nabi
menolak: Siapa tahu nanti keturunan mereka jadi Muslim. Dan memang benar. Kita
lihat negeri-negeri yang dilalui para Nabi tersebut seperti Jazirah Arab, Iraq,
Suriah, Palestin, Mesir dan sebagainya saat ini jadi negara-negara Muslim.
Bayangkan jika para Nabi bughot. Tentu sebahagian besar rakyat di negara-negara
tersebut juga hancur.
Jika
terjadi saling membunuh antara dua orang muslim maka yang membunuh dan yang
terbunuh keduanya masuk neraka. Para sahabat bertanya, “Itu untuk si pembunuh,
lalu bagaimana tentang yang terbunuh?” NABI SAW menjawab, “Yang terbunuh juga
berusaha membunuh kawannya.”
(HR. Bukhari)
Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2012/02/07/larangan-mencaci-dan-membunuh-sesama-muslim/
Mengkafirkan orang yang mengucapkan Salam itu haram:
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan ALLAH, maka
telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu:
“Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari
harta benda kehidupan di dunia...”
(Surah 4 AN NISAA' : 94)
Haram
bersekutu dengan Yahudi dan Nasrani untuk bughot membunuh sesama Muslim"
“Maka
kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang
munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani).”
(Surah 5 AL MAA'IDAH : 52)
Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2012/09/18/yahudi-dan-nasrani-adalah-musuh-islam-yang-utama/
Tanya kepada Ulama yang Adil seperti Syekh Al Buti kenapa
beliau menentang bughot:
“…Bertanyalah
kepada Ahli Zikir (Ulama) jika kamu tidak mengetahui.”
(Surah 16 AN NAHL : 43)
Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2007/09/14/keutamaan-ilmu/
Hindari Da'i-da'i
yang malah menyeru ke neraka. Kerana mengajak kita mengkafirkan Muslim,
Membunuh Muslim bahkan ulama, Bughot, dan bersekutu dengan Yahudi dan Nasrani
memerangi Muslim. Sengaja atau tidak:
Hadits
Hudzaifah: NABI
MUHAMMAD SHALLALLAHU ’ALAIHI WASSALLAM bersabda:
“Ya,”
Dai – dai yang mengajak ke pintu Neraka Jahanam. Barangsiapa yang mengikutinya,
maka akan dilemparkan ke dalamnya. Aku bertanya: Wahai RASULULLAH, berikan
ciri-ciri mereka kepadaku. Beliau bersabda: “Mereka mempunyai kulit seperti kita
dan berbahasa dengan bahasa kita.” Aku bertanya: Apa yang engkau perintahkan
kepadaku jika aku menemuinya? Beliau bersabda: “Berpegang teguhlah pada Jamaah
Muslimin dan imamnya.” Aku bertanya: “Bagaimana jika tidak ada jamaah mahupun
imamnya?” Beliau bersabda: “Hindarilah semua firqah itu, walaupun dengan
menggigit pokok pohon hingga maut menjemputmu sedangkan engkau dalam keadaan
seperti itu.”
(Riwayat
Bukhari VI615-616, XIII/35. Muslim XII/135-238 Baghawi dalam Syarh Sunnah
XV/14. Ibnu Majah no. 3979, 3981. Hakim IV/432. Abu Dawud no. 4244-4247.Baghawi
XV/8-10. Ahmad V/386-387 dan hal. 403-404, 406 dan hal. 391-399)
Bughot itu ertinya memberontak terhadap pemerintah yang sah dengan senjata. Mengenai Bughot ini ada ulama yang membolehkan. Ada pula ulama yang mengharamkannya. Mari kita kaji al Quran dan Hadits soal ini.
ALLAH
SUBHANAHU WA TAALA berfirman yang
bermaksud :
"Hai
sekalian orang yang beriman, taatlah engkau semua kepada ALLAH dan taat pulalah
kepada RASULULLAH, juga kepada orang-orang yang memegang pemerintahan dari
kalanganmu sendiri."
(Surah 4 AN NISAA' : 59)
Daripada
Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, NABI MUHAMMAD
SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM bersabda yang bermaksud :
"Wajib atas seorang Muslim
untuk mendengar dengan patuh serta mentaati, baik dalam hal yang ia senangi dan
yang ia benci, melainkan jikalau ia diperintah untuk sesuatu kemaksiatan. Maka
apabila ia diperintah oleh penguasa pemerintahan dengan sesuatu kemaksiatan,
tidak bolehlah ia mendengarkan perintahnya itu dan tidak boleh pula
mentaatinya."
(Muttafaq
'alaih)
Daripada
Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma pula, katanya:
"Kita
semua itu apabila berbai'at kepada RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM
untuk mendengar dengan patuh dan mentaati (apa-apa yang diperintahkan olehnya),
beliau SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM selalu bersabda :
"Dalam apa yang engkau semua
kuasa melaksanakannya yakni dengan sekuat tenaga yang ada padamu semua."
(Muttafaq
'alaih)
Daripada Ibnu
Umar radhiallahu
'anhuma pula, katanya: "Saya mendengar RASULULLAH
SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM bersabda :
“Barangsiapa
yang melepaskan tangan ketaatan yakni keluar dari ketaatan terhadap penguasa
pemerintah, maka orang itu akan menemui ALLAH pada hari kiamat, sedang ia tidak
mempunyai hujjah alasan lagi untuk membela diri dari kesalahannya itu. Adapun
yang meninggal dunia sedang di lehernya tidak ada pembai'atan untuk mentaati
pada pemerintahan yang benar, maka matilah ia dalam keadaan mati
jahiliyah."
(Riwayat
Muslim)
Dalam riwayat
Imam Muslim yang lain disebutkan:
"Dan
barangsiapa yang mati dan ia menjadi orang yang memecah belah persatuan umat (kaum
Muslimin), maka sesungguhnya ia mati dalam keadaan mati jahiliyah."
Daripada
Anas radhiallahu 'anhuma, katanya: RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM bersabda:
"Dengarlah olehmu semua
dengan patuh dan taatlah pula, sekalipun yang digunakan yakni yang diangkat
sebagai pemegang pemerintahan atasmu semua itu seorang hamba sahaya keturunan
Habsyi (orang berkulit hitam), yang di kepalanya itu seolah-olah ada
bintik-bintik hitam kecil-kecil."
(Riwayat
Bukhari)
Daripada
Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhuma, katanya: RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI
WASSALLAM bersabda:
"Wajiblah atasmu itu
mendengar dengan patuh serta mentaati baik engkau dalam keadaan sukar ataupun
lapang, juga baik engkau dalam keadaan rela menerima perintah itu ataupun dalam
keadaan membencinya dan juga dalam hal yang mengalahkan kepentingan dirimu
sendiri."
(Riwayat
Muslim)
Daripada
Abdullah bin Umar radhiallahu 'anhuma, katanya:
"Kita semua bersama RASULULLAH
SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM dalam berpergian, kemudian kita turun berhenti di
suatu tempat pemberhentian. Di antara kita ada yang memperbaiki pakaiannya, ada
pula yang berlumba panah memanah dan ada pula yang menyampingi ternak-ternaknya.
Tiba-tiba di kala itu berserulah penyeru RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI
WASSALLAM mengatakan: "Solat jamaah akan segera dimulai." Kita semua
lalu berkumpul ke tempat RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM, kemudian
beliau bersabda : "Sesungguhnya tiada seorang Nabipun yang sebelum saya
itu, melainkan adalah haknya untuk memberikan petunjuk kepada umatnya kepada
apa-apa yang berupa kebaikan yang ia ketahui akan memberikan kemanfaatan kepada
umatnya itu, juga menakut-nakuti dari keburukan apa-apa yang ia ketahui akan
membahayakan mereka. Sesungguhnya umatmu semua ini keselamatannya diletakkan di
bahagian permulaannya dan kepada bahagian penghabisannya akan mengenailah suatu
bencana dan beberapa persoalan yang engkau semua mengingkarinya (tidak menyetujui
kerana berlawanan dengan syariat). Selain itu akan datang pula beberapa fitnah
yang sebahagiannya akan menyebabkan ringannya bahagian yang lainnya. Ada pula
fitnah yang akan datang, kemudian orang mukmin berkata: "Inilah yang
menyebabkan kerosakkanku," lalu fitnah itu lenyaplah akhirnya. Juga ada
fitnah yang datang, kemudian orang mukmin berkata: "Ini, inilah yang
terbesar (dari berbagai fitnah yang pernah ada)." Maka barangsiapa yang
senang jikalau dijauhkan dari neraka dan dimasukkan dalam syurga, hendaklah ia
sewaktu didatangi oleh kematiannya itu, ia dalam keadaan beriman kepada ALLAH dan
hari akhir, juga memperlakukan para manusia dengan sesuatu yang ia senang jika
diperlakukan sedemikian itu oleh orang lain. Dan barangsiapa yang membai'at
seorang imam (pemuka), lalu ia telah memberikan tapak tangannya (dengan
berjabatan tangan) dan memberikan pula buah hatinya (maksudnya keikhlasan),
maka hendaklah ia mentaatinya apabila ia kuasa demikian yakni sekuat tenaga
yang ada pada dirinya. Selanjutnya jikalau ada orang lain yang hendak mencabut yakni
merampas kekuasaan imam yang telah dibai'at tadi, maka pukullah leher orang
lain itu yakni perangilah yang membangkang tersebut.”
(Riwayat
Muslim)
Sabdanya:
yantadhilu ertinya berlumba dengan permainan melemparkan panah atau
berpanah-panahan. Aljasyaru dengan fathahnya jim dan syin mu'jamah dan dengan
ra', iaitu binatang-binatang yang sedang digembalakan dan bermalam di tempatnya
itu pula. Sabdanya: yuraqqiqu ba'dhuha ba'dhan ertinya yang sebahagian membuat ringan
pada yang sebahagian lagi, sebab besarnya apa yang datang sesudah yang pertama
itu. Jadi yang kedua menyebabkan dianggap ringannya yang pertama. Ada yang
mengatakan bahawa ertinya ialah yang sebahagian menggiring yakni menyebabkan
timbulnya sebahagian yang lain dengan memperbaguskan serta mengelokkannya, juga
ada yang mengatakan bahawa ertinya itu ialah menyerupai yang sebahagian pada
sebahagian yang lainnya.
Daripada
Abu Hunaidah iaitu Wail bin Hujr radhiyallaahu ‘anhuma, katanya:
"Salamah bin Yazid al-Ju'fi
bertanya kepada RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM, lalu ia berkata:
"Ya Nabiyullah, bagaimanakah pendapat Tuan, jikalau kita semua diperintah
oleh beberapa orang penguasa, mereka selalu meminta hak mereka dan
menghalang-halangi apa yang menjadi hak kita. Apakah yang Tuan perintahkan itu
terjadi?" RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM memalingkan diri dari
pertanyaan itu (seolah-olah tidak mendengarnya). Kemudian Salamah bertanya
sekali lagi, kemudian RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM bersabda:
"Dengarlah olehmu semua (apa yang diperintahkan) dan taatilah, sebab
sesungguhnya atas tanggungan mereka sendirilah apa-apa yang dibebankan pada
mereka (yakni bahwa mereka berdosa jikalau mereka menghalang-halangi hak
orang-orang yang di bawah kekuasaannya) dan atas tanggunganmu sendiri pulalah
apa yang dibebankan padamu semua (yakni engkau semua juga berdosa jikalau tidak
mentaati pimpinan orang yang sudah sah dibai'at)."
(Riwayat
Muslim)
Daripada
Abdullah bin Mas'ud radhiyallaahu ‘anhuma, katanya:
"RASULULLAH SHALLALLAHU
‘ALAIHI WASSALLAM bersabda: "Sesungguhnya saja akan datanglah sesudahku
nanti suatu cara mementingkan diri sendiri (dari golongan penguasa negara
sehingga tidak memperdulikan hak kaum Muslimin yang diperintah) serta beberapa
perkara-perkara yang engkau semua mengingkarinya (tidak menyetujui kerana
menyalahi ketentuan-ketentuan syariat)." Para sahabat lalu berkata:
"Yaa RASULULLAH, kalau sudah demikian, maka apakah yang Tuan perintahkan
kepada yang orang menemui keadaan semacam itu dari kita (kaum Muslimin)?" RASULULLAH
SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM menjawab: "Engkau semua harus menunaikan hak
orang yang harus menjadi tanggunganmu dan meminta kepada ALLAH hak yang harus
engkau semua peroleh."
(Muttafaq
'alaih)
Daripada Abu
Hurairah radhiyallaahu
‘anhuma, katanya;
"RASULULLAH
SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM bersabda: "Barangsiapa yang
taat kepadaku, maka ia telah mentaati ALLAH dan barangsiapa yang bermaksiat
kepadaku, maka ia telah bermaksiat pula kepada ALLAH dan barangsiapa yang
mentaati amir (pemegang pemerintahan), maka ia benar-benar mentaatiku dan
barangsiapa yang bermaksiat kepada amir, maka ia benar-benar bermaksiat kepadaku."
(Muttafaq
'alaih)
Daripada
Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma bahawasanya RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI
WASSALLAM bersabda:
"Barangsiapa yang membenci
sesuatu tindakan dari amirnya (yang memegang pemerintahannya), maka hendaklah
ia bersabar, sebab sesungguhnya barangsiapa yang keluar (yakni membangkang)
dari seorang sultan (penguasa negara) dalam jarak sejengkal, maka matilah ia
dalam keadaan mati jahiliyah."
(Muttafaq
'alaih)
RASULULLAH
SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM bersabda:
“Sesungguhnya
kalian akan dipimpin oleh para pemimpin yang kalian mengetahui mereka namun
kalian mengingkarinya. Maka barangsiapa yang membencinya ia telah bebas dan
barangsiapa yang mengingkarinya ia telah selamat, akan tetapi orang yang rela
dan mengikuti.” Para sahabat bertanya: “Wahai RASULULLAH, apakah tidak kita
perangi mereka?” Beliau menjawab: “Tidak, selama mereka masih solat.”
Hadits
ini diriwayatkan oleh Muslim
Daripada
Abu Bakrah radhiyallaahu
‘anhuma, katanya:
"Saya
mendengar RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI
WASSALLAM bersabda:
"Barangsiapa yang merendahkan seorang sultan (penguasa Negara), maka ia
akan direndahkan oleh ALLAH."
Diriwayatkan
oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahawa ini adalah hadits hasan.
Daripada Abu Ruqayyah Tamim ad-Dari, bahawa RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI
WASSALLAM telah bersabda,
“Agama (Islam) itu adalah nasihat.”
(beliau mengulanginya tiga kali), Kami bertanya, “Untuk siapa, wahai RASULULLAH?”
Beliau menjawab, “Untuk ALLAH, kitabNya, rasulNya, imam-imam kaum muslimin, dan
kaum muslimin umumnya.”
(HR Bukhari, Muslim, Ahmad)
Penjelasan hadits di atas di antaranya dilarang memberontak
terhadap para pemimpin dan menasihati dengan cara yang baik terhadap sesama
Muslim:
“Nasihat
bagi para imam/pemimpin kaum muslimin.”
Ertinya, membantu dan mentaati mereka di atas kebenaran. Memerintahkan dan mengingatkan mereka untuk berdiri di atas kebenaran dengan cara yang halus dan lembut. Mengabarkan kepada mereka ketika lalai dari menunaikan hak-hak kaum muslimin yang mungkin belum mereka ketahui, tidak memberontak terhadap mereka, dan melunakkan hati manusia agar mentaati mereka.
Imam al-Khaththabi menambahkan, “Dan termasuk dalam makna nasihat
bagi mereka adalah solat di belakang mereka, berjihad bersama mereka,
menyerahkan sedekah-sedekah kepada mereka, tidak memberontak dan mengangkat
pedang (senjata) terhadap mereka (baik ketika mereka berlaku zalim mahupun adil),
tidak terpedaya dengan pujian dusta terhadap mereka, dan mendoakan kebaikan
untuk mereka. Semua itu dilakukan bila yang dimaksud dengan para imam adalah
para khalifah atau para penguasa yang menangani urusan kaum muslimin, dan
inilah yang masyhur.” Lalu beliau melanjutkan, “Dan boleh juga ditafsirkan bahawa
yang dimaksud dengan para imam adalah para ulama, dan nasihat bagi mereka bererti
menerima periwayatan mereka, mengikuti ketetapan hukum mereka (tentu selama
mengikuti dalil), serta berbaiksangka (husnu zh-zhan) kepada mereka.”
(Syarah Shahih Muslim (2/33-34), I’lam al-Hadits (1/192-193)).
“Nasihat
bagi kaum muslimin umumnya.”
Ertinya, membimbing mereka menuju kemaslahatan dunia dan akhirat, tidak menyakiti mereka, mengajarkan kepada mereka urusan agama yang belum mereka ketahui dan membantu mereka dalam hal itu baik dengan perkataan mahupun perbuatan, menutup aib dan kekurangan mereka, menolak segala bahaya yang dapat mencelakakan mereka, mendatangkan manfaat bagi mereka, memerintahkan mereka melakukan perkara yang makruf dan melarang mereka berbuat mungkar dengan penuh kelembutan dan ketulusan. Mengasihi mereka, menghormati yang tua dan menyayangi yang muda dari mereka, diselingi dengan memberi peringatan yang baik (mau‘izhah hasanah), tidak menipu dan berlaku hasad (iri) kepada mereka, mencintai kebaikan dan membenci perkara yang tidak disukai untuk mereka sebagaimana untuk diri sendiri, membela (hak) harta, harga diri, dan hak-hak mereka yang lainnya baik dengan perkataan mahupun perbuatan, menganjurkan mereka untuk berperilaku dengan semua macam nasihat di atas, mendorong mereka untuk melaksanakan ketaatan dan sebagainya.
(Syarh Shahih Muslim
(II/34), I’lamul-Hadits (I/193)).
Diterangkan
oleh Syaikh Abdul Qadir Audah dalam al-Tasyri’ al-Jina’
ومع ان العدالة شرط من شروط
الامامة الا ان الرأي الراجح في المذاهب الاربعة ومذهب الشيعة الزيدية هو تحريم
الخروج على الامام الفاسق الفاجر ولو كان الخروج للامر بالمعروف والنهي عن المنكر
لان الخروج على الامام يؤدي عادة الى ماهو انكر مما فيه وبهذا يمتنع النهي عن
المنكر لان مشروطه لايؤدي الانكار الى ماهو انكر من ذلك الى الفتن وسفك الدماء وبث
الفساد واضطراب البلاد واضلال العباد وتوهين الامن وهدم النظام
"Memang
sikap adil merupakan salah satu syarat-syarat menjadi imam / pemimpin, hanya
saja pendapat yang kuat dalam kalangan madzhab empat dan madzhab Syi’ah
Zaidiyyah mengharamkan bertindak bughot/berontak terhadap imam yang fasik
lagi curang walaupun bughot itu dengan dalih amar makruf nahi munkar. Kerana
egar kepada imam biasanya akan mendatangkan suatu keadaan yang lebih munkar
dari pada keadaan sekarang. Dan sebab alasan ini maka tidak diperbolehkan
mencegah kemungkaran, kerana persyaratan mencegah kemungkaran harus tidak
mendatangkan fitnah, pembunuhan, meluasnya kerosakan, kekacauan negara,
tersesatnya rakyat, lemah keamanan dan rosaknya stabiliti."
Bagaimana bughot terhadap pemimpin
yang kafir dan zalim? Boleh tidak?
Sesungguhnya
sunnah dari Nabi Ibrahim as, Nabi Musa as, NABI MUHAMMAD
SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM, dan Pemuda
Ashabul Kahfi menunjukkan bahawa bughot terhadap pemimpin kafir dan zalim pun
dilarang. Khuatirnya membawa kerosakan.
Firaun
itu adalah manusia yang paling kafir dan paling zalim. Firaun mengaku Tuhan dan
membunuh bayi-bayi yang tak berdosa. Meski demikian, Nabi Musa tidak bughot
terhadap Firaun.
Firman
ALLAH
SUBHANAHU WA TAALA :
"Pergilah kamu berdua kepada
Firaun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu
berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat
atau takut."
(Surah 20 THAAHAA : 43-44)
NABI MUHAMMAD
SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM pun saat
ditindas penguasa kafir Mekah bahkan hendak dibunuh tidak bughot. Khuatirnya
menimbulkan kerosakan. Padahal dengan pertolongan ALLAH SUBHANAHU WA
TAALA, nescaya kedua Nabi itu pasti menang. Namun
beliau diperintahkan hijrah ke Madinah. Begitu pula para pemuda Ashabul Kahfi
yang melarikan diri ke gua.
Kenapa
Bughot dilarang/diharamkan?
Kerana
menimbulkan kerosakan yang besar. Baik di pihak penguasa, mahu pun di pihak
pemberontak.
Para
penguasa memiliki tentera dan senjata yang kuat serta sejumlah pengikut.
Sementara pemberontak memiliki sedikit senjata. Walau pun pemberontak boleh
meningkatkan kemampuannya, namun waktunya lama. Peperangan pun jadi lama dan menimbulkan
banyak korban. Rakyat pun menderita. Kerana mereka terjebak di medan perang.
Medan Perang ada di rumah mereka.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan