Allah Taala berfirman:
Ertinya : "Dan barangsiapa yang
mengagungkan peraturan suci dari Allah, maka itulah yang lebih baik baginya di
sisi Tuhannya."
(al-Haj: 30)
Allah Taala berfirman pula:
Ertinya : "Dan barangsiapa yang
mengagungkan tanda-tanda suci yakni agama Allah, maka sesungguhnya perbuatan
sedemikian itu adalah kerana ketakwaan hati."
(al-Haj: 32)
Lagi Allah Taala berfirman:
Ertinya : Dan tundukkanlah sayapmu
bersikap sopan santunlah terhadap kaum mukminin."
(al-Hijr: 88)
Allah Taala juga berfirman:
Ertinya : "Barangsiapa yang membunuh
seseorang manusia bukan kerana sebagai hukuman membunuh orang atau dengan sebab
membuat kerosakan di bumi merompak dan lain-lain, maka ia seolah-olah membunuh
manusia seluruhnya dan barangsiapa memelihara
kehidupan seseorang manusia, maka seolah-olah ia telah memelihara kehidupan
manusia seluruhnya."
(al-Maidah: 32)
223. Dari Abu Musa r.a., katanya:
"Rasulullah s.a.w. bersabda:
Ertinya : "Seorang mukmin terhadap
mukmin yang lain itu adalah sebagai bangunan yang sebahagiannya mengukuhkan
kepada bahagian yang lainnya," dan beliau s.a.w. menjalinkan antara
jari-jarinya."
(Muttafaq 'alaih)
Keterangan:
Dalam menguraikan Hadis di atas. Imam
al-Qurthubi berkata sebagai berikut:
"Apa yang disabdakan oleh
Rasulullah s.a.w. itu adalah sebagai suatu tamsil perumpamaan yang isi
kandungannya adalah menganjurkan dengan sekeras-kerasnya agar seorang mukmin
itu selalu memberikan pertolongan kepada sesama mukminnya, baik pertolongan
apapun sifatnya (asal bukan yang ditujukan untuk sesuatu kemungkaran), Ini
adalah suatu perintah yang dikukuhkan yang tidak boleh tidak, pasti kita
laksanakan. Perumpamaan yang dimaksudkan itu adalah sebagai suatu bangunan yang
tidak mungkin sempurna dan tidak akan berhasil dapat dimanfaatkan atau
digunakan, melainkan wajiblah yang sebahagian dari bangunan itu mengukuhkan dan
erat-erat saling pegang memegang dengan yang bahagian lain. Jikalau tidak
demikian, maka bahagian-bahagian dari bangunan itu pasti berantakan
sendiri-sendiri dan musnahlah apa yang dengan susah payah didirikan.
Begitulah semestinya kaum Muslimin dan
mukminin antara yang seorang dengan yang lain, antara yang sekelompok dengan
yang lain, antara yang satu bangsa dengan yang lain. Masing-masing tidak dapat
berdiri sendiri, baik dalam urusan keduniaan, keagamaan dan keakhiratan,
melainkan dengan saling tolong-menolong, bantu-membantu serta kokoh
mengokohkan. Manakala hal-hal tersebut di atas tidak dilaksanakan baik-baik,
maka jangan diharapkan munculnya keunggulan dan kemenangan, bahkan sebaliknya yang
akan terjadi, yakni kelemahan seluruh umat Islam, tidak dapat mencapai
kemaslahatan yang sesempurna-sempurnanya, tidak kuasa pula melawan
musuh-musuhnya ataupun menolak bahaya apapun yang menimpa tubuh kaum Muslimin
secara keseluruhan. Semua itu mengakibatkan tidak sempurnanya ketertiban dalam
urusan kehidupan duniawiah, juga urusan diniyah (keagamaan) dan ukhrawiah.
Malahan yang pasti akan ditemui ialah kemusnahan, malapetaka yang bertubi-tubi
serta bencana yang tiada habis-habisnya.
224. Dari Abu Musa r.a. juga, katanya:
"Rasulullah s.a.w. bersabda:
Ertinya : "Barangsiapa yang berjalan
di sesuatu tempat dari masjid-masjid kita atau pasar-pasar kita sedang ia
membawa anak-anak panah, maka hendaklah memegang atau menutupi ujung-ujungnya
dengan tapak tangannya, sebab dikuatirkan akan mengenai seseorang dari kaum
Muslimin dengan sesuatu yang dibawanya tadi."
(Muttafaq 'alaih)
225. Dari an-Nu'man bin Basyir
radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
Ertinya : "Perumpamaan kaum Mukminin
dalam hal saling sayang-menyayangi, saling kasih mengasihi dan saling
iba-mengibai itu adalah bagaikan sesosok tubuh. Jikalau salah satu anggota dari
tubuh itu ada yang merasa sakit, maka tertarik pula seluruh tubuh kerana
ikut merasakan sakitnya dengan berjaga tidak tidur serta merasa panas."
(Muttafaq 'alaih)
226. Dari Abu Hurairah r.a., katanya:
Ertinya : "Nabi s.a.w. mencium
al-Hasan bin Ali radhiallahu 'anhuma dan di dekat beliau s.a.w. itu ada seorang
bernama al-Aqra' bin Habis, lalu al-Aqra'berkata: "Saya ini mempunyai
sepuluh orang anak, belum pernah saya mencium seseorangpun dari mereka
itu." Rasulullah s.a.w. lalu memperhatikan orang itu, kemudian bersabda:
"Barangsiapa yang tidak menaruh belas kasihan kepada sesamanya, maka tidak
berbelas kasihani oleh Allah."
(Muttafaq 'alaih)
227. Dari Aisyah radhiallahu 'anha,
katanya:
Ertinya : "Ada beberapa orang dari
kalangan Arab(Arab pedalaman) datang kepada Rasulullah s.a.w., lalu mereka
berkata: "Adakah Tuan suka mencium anak-anak Tuan?" Beliau s.a.w.
menjawab: "Ya." Mereka berkata: "Tetapi kita semua ini, demi
Allah tidak pernah mencium anak-anak itu." Kemudian Rasulullah s.a.w.
bersabda: "Adakah saya dapat mencegah sekiranya Allah telah mencabut sifat
belas kasihan itu dari hatimu semua."
(Muttafaq 'alaih)
228. Dari Jarir bin Abdullah, r.a.,
katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
Ertinya : "Barangsiapa yang tidak
menaruh belas-kasihan kepada sesama manusia, maka Allah juga tidak menaruh
belas-kasihan padanya."
(Muttafaq 'alaih)
229. Dari Abu Hurairah r.a. bahawasanya
Rasulullah s.a.w. bersabda:
Ertinya : "Jikalau seseorang dari
engkau semua bersolat menjadi imamnya orang banyak, maka hendaklah
meringankannya, sebab di kalangan para makmum itu ada orang lemah, ada orang
sakit dan ada pula yang berusia tua. Tetapi jikalau bersolat sendirian
munfarid, maka hendaklah memperpanjangkan solatnya itu sekehendak hatinya."
(Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat lain disebutkan: "Di kalangan makmum itu
juga ada orang yang mempunyai keperluan yang hendak segera diselesaikan."
230. Dari Aisyah radhiallahu 'anha,
katanya:
Ertinya : "Sesungguhnya saja Rasulullah
s.a.w. itu nescaya meninggalkan(tidak melakukan) suatu amalan,sedangkan beliau
amat suka mengerjakan amalan itu dan ditinggalkannya tadi adalah kerana takut
kalau orang-orang akan mengamalkan itu, sehingga akan menyebabkan diwajibkannya
amalan tersebut atas mereka."
(Muttafaq 'alaih)
231. Dari Aisyah radhiallahu 'anha juga,
katanya:
Ertinya : "Nabi s.a.w. melarang para
sahabat melakukan puasa wishal tidak berbuka dalam malam hari puasa, sehingga
dua hari puasa dijadikan satu dan terus berpuasa saja. Larangan ini adalah
kerana belas-kasihan kepada mereka. Para sahabat bertanya: "Sesungguhnya
Tuan sendiri suka berpuasa wishal". Beliau s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya saya ini tidaklah seperti keadaanmu semua, kerana
sesungguhnya saya ini diberi makan serta minum oleh Tuhanku."
(Muttafaq 'alaih)
Ertinya ialah: Saya itu diberi kekuatan
seperti orang yang makan dan minum.
232. Dari Abu Qatadah yaitu al-Harits
bin Rib'i r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
Ertinya : "Sesungguhnya saya berdiri
untuk bersolat dan saya bermaksud hendak memperpanjangkannya, kemudian saya
mendengar tangisnya seorang anak kecil, lalu saya peringankan solatku itu
kerana saya tidak suka membuat kesukaran kepada ibunya."
(Riwayat Bukhari)
233. Dari Jundub bin Abdullah r.a.,
katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
Ertinya : "Barangsiapa yang bersolat
Subuh, maka ia adalah di dalam tanggungan Allah, maka itu janganlah sampai
Allah itu menuntut kepadamu semua dengan sesuatu dari tanggunganNya maksudnya
jangan sampai mengerjakan kemaksiatan, jangan sampai meninggalkan solat Subuh,
juga solat-solat fardhu yang lain, apalagi kalau ditambah dengan mengerjakan
berbagai kemungkaran, kemaksiatan dan lain-lain lagi, sebab kalau demikian,
maka lenyaplah ikatan janji untuk memberikan tanggungan keamanan dan lain-lain
antara engkau dengan Tuhanmu itu". Sebab sesungguhnya barangsiapa yang
dituntut oleh Allah dari sesuatu tanggunganNya, tentu akan dicapainya yakni
tidak mungkin terlepas kemudian Allah akan melemparkannya atas mukanya dalam
neraka Jahanam."
(Riwayat Muslim)
Keterangan:
Jadi yang sudah bersolat Subuh dan
dengan sendirinya mengerjakan solat fardhu lain-lain yang diwajibkan iaitu
dengan Subuhnya sekali berjumlah lima waktu itu, jangan sampai berbual sesuatu
keburukan yang berupa apapun. Sebabnya ialah dengan berbuat keburukan yang
bagaimanapun macamnya adalah sebagai suatu penghinaan pada solatnya sendiri
yang semestinya dapat mencegah segala kejahatan dan kemungkaran. Oleh sebab itu
besar sekali siksaan Allah padanya, jika orang yang sudah bersolat itu masih
juga berani melakukan hal-hal yang berdosa itu.
Uraian yang tertera di atas itu adalah
penafsiran menurut Imam at-Thayyibi.
Ada pendapat lain dari sebahagian para
alim ulama menyatakan bahawa maksud Hadis
itu ialah:
Jangan sampai kamu semua mengerjakan
sesuatu yang sifatnya sebagai gangguan kepada orang yang selalu mengerjakan
solat subuh itu dan dengan sendirinya juga solat-solat fardhu yang lain,
sekalipun gangguan itu tampaknya remeh atau tidak bererti.
Dalam Hadis lain yang juga diriwayatkan
oleh Imam Muslim ialah bahawa yang dikerjakan itu adalah solat Subuh dengan
berjemaah. Dari kedua macam pendapat di atas, kita dapat menarik kesimpulan,
iaitu:
(a) Seruan keras kepada kita sekalian
kaum Muslimin, agar jangan sekali-kali kita meninggalkan atau melalaikan solat
lima waktu, agar kita sentiasa memperoleh rahmat
Allah Taala dan tiada seorangpun yang
berani mengganggu kita, kerana Allah telah memberikan jaminan sedemikian itu
kepada kita.
(b) Kita yang sudah mengenal kepada
seseorang yang keadaan dan sifatnya sebagaimana di atas, jangan sekali-kali
kita ganggu, baik dengan lisan atau perbuatan,
dengan sengaja atau tidak, juga secara
senda-gurau atau tidak. Ringkasnya orang tersebut wajib kita hormati, kita
muliakan dan kita ikut melindungi keselamatannya dari perbuatan orang lain yang
hendak mengganggunya, sebab ia telah berada dalam jaminan Allah Taala dan
menjadi tanggunganNya, untuk mendapatkan ketenteraman, keselamatan dan
kesejahteraan.
(c) Orang yang berani mengganggu orang
sebagaimana di atas itu, bererti menghina pada jaminan atau dzimmah Allah Taala
yang telah diberikan kepadanya dan oleh sebab itu maka patutlah apabila
dilemparkan saja nanti di akhirat dalam neraka dalam keadaan tertelungkup yakni
mukanya di bawah. Betapa besar meresapnya Hadis di atas itu dalam kalbu kaum
Muslimin, dapatlah kami kutipkan sebahagian keterangan yang ditulis oleh Imam
as-Sya'rani dalam kitab al-Haudh, demikian intisarinya:
"Di zaman Bani Umayyah memerintah
kaum Muslimin, iaitu sepeninggalnya Khulafa' Rasyidin, ada seorang gubernor
yang diangkat oleh mereka untuk memerintah dan mengamankan daerah Kufah dan
sekitarnya. Gubernor tersebut bernama al-Hajjaj yang
terkenal kejam, zalim dan bengis. Banyak
alim-ulama yang ia bunuh secara teraniaya atau perintahnya. Namun demikian,
manakala ada orang yang dicurigai hendak melawan atau menggulingkan kekuasaan
dinasti Umayyah dan orang itu sudah menghadap di mukanya sesudah dipanggil,
biasanya al-Hajjaj bertanya kepadanya: "Apakah anda tadi bersolat
Subuh?" Jika dijawab: "Ya", maka orang yang hendak dipenggal
lehernya itu dilepaskan kembali. Al-Hajjaj amat takut sekali terlaknat atau
mendapatkan azab Allah, sebab ia tentunya juga pernah membaca atau mendengar
Hadis sebagaimana yang tersebut di atas itu".
Kufah kini masuk Republik Irak.
234. Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma
bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
Ertinya : "Seorang Muslim adalah
saudaranya orang Muslim lainnya. Janganlah ia menganiayanya, jangan pula
menyerahkannya kepada musuhnya. "Barangsiapa memberi pertolongan akan
hajat saudaranya, maka Allah selalu menolongnya dalam hajatnya. Dan barangsiapa
memberi kelapangan kepada seseorang Muslim dari sesuatu kesusahan, maka Allah
akan melapangkan orang itu dari sesuatu kesusahan dari sekian banyak kesusahan
pada hari kiamat. Dan barangsiapa menutupi cela seseorang Muslim, maka Allah
akan menutupi cela orang itu pada hari kiamat."
(Muttafaq 'alaih)
235. Dari Abu Hurairah r.a., katanya:
"Rasulullah s.a.w. bersabda:
Ertinya : "Seorang Muslim adalah
saudaranya orang Muslim yang lain. Janganlah ia berkhianat kepada saudaranya
itu dan jangan pula mendustainya, juga jangan menghinakannya juga enggan
memberikan pertolongan padanya bila diperlukan. Setiap Muslim terhadap Muslim
lainnya itu adalah haram kehormatannya yakni tidak boleh dinodai, haram
hartanya yakni tidak boleh dirampas dan haram darahnya yakni tidak boleh dibunuh
tanpa dasar kebenaran. Ketakwaan itu di sini dalam hati. Cukuplah seseorang itu
menjadi orang buruk, jikalau ia menghinakan saudaranya yang sama
Muslimnya".
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia
mengatakan bahawa ini adalah Hadis hasan.
236. Dari Abu Hurairah r.a. pula,
katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
Ertinya : "Janganlah engkau semua
hasad-menghasad, jangan pula kicuh-mengicuh, jangan benci-membenci, jangan
seteru-menyeteru dan jangan pula setengah dari engkau semua itu menjual atas
jualannya orang lain. Dan jadilah hamba Allah sebagai saudara. Seorang Muslim
itu adalah saudara orang Muslim yang lain. Janganlah ia menganiaya saudaranya,
jangan merendahkannya dan jangan menghinakannya yakni enggan memberikan
pertolongan padanya. Ketakwaan itu ada di sini dan beliau menunjuk ke arah
dadanya sampar tiga kali. Cukuplah seseorang itu menjadi orang buruk, jikalau
ia menghinakan saudaranya sesama Muslimnya. Setiap orang Muslim terhadap orang
Muslim yang lain itu haram darahnya, hartanya dan kehormatannya."
(Riwayat Muslim)
Annaj-syu atau mengicuh ialah apabila seseorang itu menambah harga
sesuatu barang dagangan lebih dari yang diumumkan di pasar atau lain-lain
sebagainya, sedangkan ia tidak ada keinginan hendak membelinya. Tetapi ia
berbuat demikian itu semata-mata akan menipu orang lain saja. Perbuatan semacam
ini haram hukumnya. Tadabbur ialah jikalau seseorang tidak
menghiraukan orang lain, meninggalkan berbicara dengannya dan menganggap orang
itu sebagai benda yang ada di belakang punggung atau duburnya.
Keterangan:
Ada beberapa kelakuan buruk yang
diperhatikan oleh Rasulullah s.a.w. agar kita semua menjauhinya. Di antaranya
ialah:
1. Hasad, dengki atau irihati.
2. Mengicuh ialah mengatakan pada
seseorang dengan harga tinggi atau mengatakan bahawa ia telah menawar sekian,
tetapi belum diberikan. Padahal sebenarnya tidak dan
berbuat sedemikian itu perlu
menjerumuskan orang lain agar suka membeli dengan harga tinggi itu dan ia
sendiri akan menerima sebagian keuntungan dari penjualannya itu nanti.
3. Benci-membenci.
4. Seteru-menyeteru.
5. Menjual atas jualannya orang lain
yakni seperti seorang pedagang yang berkata kepada seorang pembeli:
"Jangan jadi beli di sana dan saya mempunyai barang yang mutunya lebih
baik dan harganya lebih murah. Belilah kepada saya saja". Demikian pula
kalau ada seseorang yang berkata kepada seorang pedagang: "jangan jadi
dijual pada si A itu dan saya suka membeli itu dengan harga yang lebih tinggi
dari penawarannya". Semua itu dilarang oleh beliau s.a.w. Tidak lain
kepentingannya agar kita sesama makhluk Allah ini dapat hidup rukun dan damai.
Hal ini bukan hanya untuk digunakan antara seseorang menghadapi orang lain,
tetapi juga antara golongan dengan golongan lainnya, juga antara satu bangsa
dengan bangsa lainnya. Kalau saja ini dilaksanakan, rasanya tidak perlu lagi
membicarakan bagaimana perdamaian dunia dapat diciptakan, sebab masing-masing
dapat menghormati yang lainnya. Jikalau ajaran di atas itu harus digunakan
untuk umum, tanpa pandang bulu, kebangsaan, agama, faham peribadi dan lain-lain
maka yang di bawah ini ditekankan oleh Rasulullah s.a.w., terutama sekali
antara kita sesama umat Islam, iaitu seorang Muslim wajiblah menunjukkan sikap
persaudaraan terhadap Muslim lainnya tanpa memandang golongannya, bermazhab
atau tidaknya, kepartiannya dan lain-lain lagi. Maka itu kita semua diperintah
oleh Rasulullah s.a.w. jangan sampai melakukan:
(a) Menganiaya, lebih-lebih merampas
haknya.
(b) Membiarkan kawannya, padahal
memerlukan pertolongan, nasihat dan lain-lain sebagainya.
(c) Mendustai.
(d) Menghina.
Singkatnya semua itu wajib didasarkan
kepada takwallah yang ditunjukkan oleh beliau s.a.w. bahawa letak takwa itu
bukan di bibir, bukan dengan pernyataan terbuka atau tertulis, bukan dengan
ucapan yang kosong melompong, tetapi letaknya ialah di dalam hati lalu
dicetuskan dalam tindakan yang nyata. Oleh sebab itu dianggap demikian
pentingnya, sehingga beliau s.a.w. mengucapkan takwa tadi dengan menunjukkan
letaknya iaitu di dalam dada atau hati dan itu diulanginya sampai tiga kali
berturut-turut. Akhirnya Rasulullah s.a.w. menegaskan bahawa seseorang itu
cukup disebut orang jahat kalau sampai menghinakan sesama Muslimnya dengan cara
apapun juga seperti perkataan, isyarat tangan, cibiran bibir dan lain-lain
ataupun dengan dalih atau alasan apapun. Juga antara seorang Muslim dengan
Muslim lainnya itu sama sekali diharamkan mengalirkan darahnya, merampas haknya
atau merosak kehormatannya. Kalau saja ajaran agama ini tidak dilaksanakan,
mustahillah kalau umat Islam akan dapat merebut kejayaannya sebagaimana nenek
moyangnya dahulu. Bukan mustahil lagi, tetapi yakin akan dapat diperoleh.
Ada satu hal yang perlu dimaklumi,
sehubungan dengan larangan yang berbunyi: "Jangan kamu semua menjual atas
jualannya orang lain": Pertanyaannya ialah: Apakah
menjual cara lelong itu haram?
Jual lelong itu maksudnya ialah
menunjukkan suatu benda lalu ditawarkan kepada orang banyak. Seorang menawar
lalu ada yang menambah dengan harga lebih tinggi, orang lain lagi menambahnya
pula. Demikian sampai tidak ada yang mengatasinya, kemudian benda itu diberikan
kepada orang yang menawar dengan harga tertinggi. Hukum lelong itu dalam Islam
diperbolehkan dan bukan haram, dengan berdasarkan suatu Hadis yang mengisahkan
perbuatan Rasulullah s.a.w. sendiri, iaitu: Suatu ketika datanglah seorang yang
sedang dalam kesukaran hidup kepada Nabi s.a.w. untuk meminta sesuatu
kepadanya, tetapi beliau s.a.w. menolaknya kerana memang tidak ada yang dapat
diberikan padanya. Orang itu mengatakan bahawa ia masih mempunyai dua benda
yang dapat dijual, iaitu lapik pelana dan gelas minum. Keduanya dibawa ke
tempat Nabi s.a.w. lalu ditawarkan kepada sahabat-sahabatnya demikian:
"Siapakah yang suka membeli lapik kuda dan gelas ini?"
Kemudian ada seorang yang berkata:
"Saya suka mengambil (membeli) kedua benda itu dengan harga sedirham.
Beliau s.a.w. lalu bersabda lagi: "Siapakah yang suka menambah dengan
sedirham?" Orang-orang sama berdiam diri. Lalu beliau s.a.w. bertanya lagi
seperti di atas. Selanjutnya ada seorang yang berkata: "Saya suka mengambil
(membeli) keduanya dengan harga dua dirham". Rasulullah lalu bersabda:
"Kedua benda ini milikmu". Jadi cara jual beli lelongan bukannya
termasuk larangan sebagaimana di atas. Maka hukumnya boleh dilakukan.
237. Dari Anas r.a. dari Nabi s.a.w.,
sabdanya:
Ertinya : "Tidaklah sempurna keimanan
seseorang dari engkau semua itu, sehingga ia mencintai untuk diterapkan kepada
saudaranya sebagaimana ia mencintai kalau itu diterapkan untuk dirinya
sendiri".
(Muttafaq 'alaih)
238. Dari Anas r.a. juga, katanya:
"Rasulullah s.a.w. bersabda:
Ertinya : "Tolonglah saudaramu itu,
baik ia sebagai orang yang menganiaya atau yang dianiaya". Ada seorang
lelaki bertanya: "Ya Rasulullah, saya dapat menolongnya jikalau ia memang
dianiaya. Tetapi bagaimanakah pendapat Tuan, jikalau ia sebagai orang yang
menganiaya? Bagaimanakah cara saya menolongnya itu?" Beliau s.a.w.
menjawab: "Hendaklah ia engkau cegah atau engkau larang dari perbuatan
penganiayaannya itu, sebab demikian itulah cara menolongnya."
(Riwayat Bukhari)
239. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya
Rasulullah s.a.w. bersabda:
Ertinya : "Haknya seorang Muslim
terhadap orang Muslim yang lain itu ada lima perkara iaitu menjawab salam,
meninjau yang sakit, mengikuti jenazahnya, mengabulkan undangannya dan bertasmit
kepada yang bersin yakni kalau seseorang bersin dan mengucapkan Alhamdulillah,
maka yang mendengar hendaklah mentasmitkan (mendoakan) dengan mengucapkan:
Yarhamukallah, ertinya: Semoga Allah merahmatimu, kemudian yang bersin itu
menjawab: Yahdikumullah wa yushtihu balakum, ertinya: Semoga Allah memberi
petunjuk padamu dan memperbaiki hatimu".
(Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat Muslim disebutkan demikian:
"Hak seorang Muslim terhadap orang
Muslim lainnya itu ada enam perkara, iaitu jikalau engkau bertemu dengannya,
maka berilah salam kepadanya, jikalau ia mengundangmu, maka kabulkanlah
undangannya, jikalau ia meminta nasihat kepadamu, maka berilah ia nasihat,
jikalau ia bersin kemudian mengucapkan Alhamdulillah, maka tasmitkanlah ia,
jikalau ia sakit, tinjaulah ia dan jikalau ia meninggal dunia, maka ikutilah
jenazahnya."
(Riwayat Muslim)
240. Dari Abu Umarah, yaitu al-Bara' bin
'Azib radhiallahu 'anhuma, katanya:
Ertinya : "Rasulullah s.a.w. menyuruh
kita melakukan tujuh perkara dan melarang kita tujuh perkara pula. Kita semua
diperintah meninjau orang sakit, mengikuti jenazah, mentasmitkan orang yang
bersin, menuruti orang yang bersumpah misalnya seseorang berkata kepada kita:
Demi Allah, hendaklah engkau begini, maka orang yang diminta melakukannya itu supaya
meluluskan permintaannya, menolong orang yang dianiaya, mengabulkan undangan
orang yang mengundang, serta menyebarkan salam kepada orang yang sudah dikenal
atau yang belum dikenal. Beliau s.a.w. melarang kita mengenakan cincin yakni
bercincin emas untuk kaum lelaki, minum dengan wadah yang terbuat dari perak,
hiasan-hiasan sutera merah ini kebiasaannya saja, jadi selain merah dilarang
pula untuk kaum lelaki, juga mengenakan baju sutera campur katun, lagi pula
mengenakan sutera istabraq(sutera tebal) dan dibaj(umumnya sutera murni)."
(Muttafaq 'alaih)
Dalam suatu riwayat disebutkan:
"Diperintahkan pula mengumumkan benda yang hilang". Ini ditambahkan
dalam golongan tujuh yang pertama yakni yang diperintahkan. Almayatsir, dengan ya' mutsannat 24 di bawah sebelumnya ada alifnya
dan tsa' mutsallatsah sesudahnya, adalah jamak dari kata
maitsarah. Ertinya ialah sesuatu hiasan yang dibuat dari sutera dan di isi
dengan kapuk ataupun lain-lainnya, lalu diletakkan di tempat kenaikan kuda atau
tempat duduk di unta yang di situlah pengenderanya duduk.
Alqassiy dengan fathah qafnya dan dikasrahkan sin muhmalah 25 yang
disyaddah, ertinya ialah pakaian yang dibuat sebagai tenunan dari sutera dan
katun yang dicampurkan. Insyadudh-dhallah, iaitu mengumumkan sesuatu yang
hilang, untuk dikembalikan kepada pemiliknya.
24 "Mutsannat", ertinya
bertitik dua, adakalanya: Minfawqu (di atas lalu menjadi ta') dan adakalanya:
Min tahtu (di bawafi lalu menjadi ya'). "Mutsailatsah", ertinya
bertitik tiga, sedang "Muwahhadah", ertinya bertitik satu. Ini dua
macam, jika di atas lalu menjadi ba'dan jika di bawah lalu menjadi nun.
25 "Muhmalah", ertinya
dikosongkan, maksudnya tidak bertitik. Kebalikannya ialah "Mu'jamah,"
iaitu bertitik.
"Musyaddadah," ertinya
disyaddahkan, sedang kebalikannya ialah "Mukhaffafah", ertinya tidak
disyaddahkan.
Erti aslinya musyadadah itu di beratkan
dan mukhaffafah itu diringankan.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan