Tauhid
Uluhiyah adalah tauhid ibadah, tauhid Al Iradah dan Al Qasdu (keinginan dan
tujuan). Jenis tauhid ini merupakan tujuan Perjalanan dan tempat persengkataan
antara para rasul dan umat mereka. Setiap rasul datang dan berkata kepada
kaumnya: “Wahai kaumku! Sembahlah ALLAH! kerana tidak ada Tuhan selainNya untuk
kalian.”
Mereka
tidak berkata kepada kaumnya: “Wahai kaumku! Ikrarkanlah sesungguhnya ALLAH SWT adalah Rabb (Pencipta, Pemilik, dan Pengatur) kalian,” sebab mereka telah
mengikrarkannya.
Tetapi,
para rasul menuntut mereka agar beribadah kepada Tuhan yang telah mereka
ikrarkan rububiyahNya, yakni sesungguhnya hanya Dia saja sebagai pencipta,
pemberi rezeki, serta mengatur segala sesuatu. Demikianlah, para rasul menuntut
mereka mengesakan peribadatan kepadaNya saja, sebagaimana mereka telah
mengesakanNya sebagai pencipta dan pengatur. Jadi, para rasul itu (menuntut)
hujjah pada mereka atas apa yang telah mereka ikrarkan.
Al
Quran yang mulai menyebutkan tauhid rububiyah dalam rangka membantah
orang-orang kafir dan menuntut mereka dengan sesuatu yang mengharuskan mereka.
Wahai
orang-orang kafir! Selama kalian mengakui bahawa hanya ALLAH SWT-lah yang mencipta,
yang memberi rezeki, dan yang menyelamatkan dari kebinasaan, serta yang
menyelamatkan dari berbagai macam kesulitan, lalu mengapa kalian berpaling
kepada selainNya yang tidak boleh mencipta, memberi rezeki, dan sedikitpun
tidak memiliki kemampuan mengurusi perkara, serta tidak memiliki kemampuan
mengurusi ciptaan.
“Maka
apakah (ALLAH) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan
(apa-apa)? Maka mengapa kamu tidak mengambil Pelajaran?”
(Surah An
Nahl : ayat 17)
Oleh kerananya,
tauhid uluhiyah adalah tauhid yang telah diserukan oleh para rasul dan mereka
menuntut kaumnya untuk menegakkan tauhid itu. Sentiasa terjadi permusuhan
antara ahli tauhid dengan kaum yang menyimpang dari dulu hingga sekarang
disebabkan jenis tauhid ini. Orang-orang yang berAqidah yang selamat menuntut
kepada orang-orang yang menyimpang dari tauhid uluhiyah yang kembali kepada
agama musyrikin dengan melakukan peribadatan kepada kubur-kubur dan mensucikan
orang-orang, serta Memberikan kekhususan rubbubiyah kepada mereka agar kembali
kepada Aqidah yang selamat dan mengesakan ALLAH ‘Azza wa Jalla dalam melakukan
ibadah, serta meninggalkan perkara yang membahayakan yang ada pada diri mereka.
Ini adalah agama jahiliyah, bahkan penyimpangan mereka lebih dari agama
jahiliyah itu kerana kaum jahiliyah memurnikan doa untuk ALLAH SWT dalam kesempatan dan menyekutukan ALLAH ‘Azza wa Jalla dalam keadaan lapang.
Adapun
kaum yang menyimpang, mereka selalu dalam kesyirikan baik ketika lapang mahupun
sempit, bahkan kesyirikan mereka dalam keadaan sempit lebih parah lagi tatkala
merasakan kesempatan kamu akan mendengar mereka meminta bantuan kepada para
wali, orang-orang yang dikubur, dan orang-orang yang mati. Sedangkan kaum
musyrikin (dahulu) tatkala ditimpa suatu bahaya, mereka memurnikan doa kepada ALLAH SWT.
Inilah
macam tauhid kedua, iaitu tauhid yang diserukan oleh para rasul kepada semua
umat agar mereka mengikhlaskan agama bagi ALLAH SWT dan itulah yang menjadi tempat
perselisihan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam memerangi kaum
musyrikin sehingga mereka meninggalkan (kesyirikannya)nya.
Demikianlah
makna “La ilaha illallahu.”
Kerana “Al Ilah” maknanya “yang disembah,” jadi “La
ilaha illallahu” maknanya
adalah “tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah Yang Maha Suci dan Maha
Tinggi.”
Al llah
tidak memiliki makna sebagaimana dikatakan oleh sebahagian orang-orang yang
sesat tatkala mereka berkata: “Sesungguhnya makna Al llah adalah yang mampu
membuat dan mencipta.” Ini tidak benar, sebaliknya Al llah bermakna “yang
disembah” (Al Ma’bud) kerana ia dari kalimat “Alaha yaklahu” yang bererti dicintai dan disembah.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan