Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

V 167 : ASMAUL HUSNA ( 74. AL ZOHIR )

AL ZOHIR   ( الظاهر )   ALLAH Yaa Zohir Yang Maha Nyata menegaskan kepada kita DIA nyata, dapat dilihat dan sesungguhnya hadir. Kehadira...

Rabu, 27 November 2013

M 111 : TAUHID ULUHIYAH

Tauhid Uluhiyah adalah tauhid ibadah, tauhid Al Iradah dan Al Qasdu (keinginan dan tujuan). Jenis tauhid ini merupakan tujuan Perjalanan dan tempat persengkataan antara para rasul dan umat mereka. Setiap rasul datang dan berkata kepada kaumnya: “Wahai kaumku! Sembahlah ALLAH! kerana tidak ada Tuhan selainNya untuk kalian.”
Mereka tidak berkata kepada kaumnya: “Wahai kaumku! Ikrarkanlah sesungguhnya ALLAH SWT adalah Rabb (Pencipta, Pemilik, dan Pengatur) kalian,” sebab mereka telah mengikrarkannya.
Tetapi, para rasul menuntut mereka agar beribadah kepada Tuhan yang telah mereka ikrarkan rububiyahNya, yakni sesungguhnya hanya Dia saja sebagai pencipta, pemberi rezeki, serta mengatur segala sesuatu. Demikianlah, para rasul menuntut mereka mengesakan peribadatan kepadaNya saja, sebagaimana mereka telah mengesakanNya sebagai pencipta dan pengatur. Jadi, para rasul itu (menuntut) hujjah pada mereka atas apa yang telah mereka ikrarkan.

Al Quran yang mulai menyebutkan tauhid rububiyah dalam rangka membantah orang-orang kafir dan menuntut mereka dengan sesuatu yang mengharuskan mereka.
Wahai orang-orang kafir! Selama kalian mengakui bahawa hanya ALLAH SWT-lah yang mencipta, yang memberi rezeki, dan yang menyelamatkan dari kebinasaan, serta yang menyelamatkan dari berbagai macam kesulitan, lalu mengapa kalian berpaling kepada selainNya yang tidak boleh mencipta, memberi rezeki, dan sedikitpun tidak memiliki kemampuan mengurusi perkara, serta tidak memiliki kemampuan mengurusi ciptaan.

“Maka apakah (ALLAH) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)? Maka mengapa kamu tidak mengambil Pelajaran?”
(Surah An Nahl : ayat 17)

Oleh kerananya, tauhid uluhiyah adalah tauhid yang telah diserukan oleh para rasul dan mereka menuntut kaumnya untuk menegakkan tauhid itu. Sentiasa terjadi permusuhan antara ahli tauhid dengan kaum yang menyimpang dari dulu hingga sekarang disebabkan jenis tauhid ini. Orang-orang yang berAqidah yang selamat menuntut kepada orang-orang yang menyimpang dari tauhid uluhiyah yang kembali kepada agama musyrikin dengan melakukan peribadatan kepada kubur-kubur dan mensucikan orang-orang, serta Memberikan kekhususan rubbubiyah kepada mereka agar kembali kepada Aqidah yang selamat dan mengesakan ALLAH ‘Azza wa Jalla dalam melakukan ibadah, serta meninggalkan perkara yang membahayakan yang ada pada diri mereka. Ini adalah agama jahiliyah, bahkan penyimpangan mereka lebih dari agama jahiliyah itu kerana kaum jahiliyah memurnikan doa untuk ALLAH SWT dalam kesempatan dan menyekutukan ALLAH ‘Azza wa Jalla dalam keadaan lapang.
Adapun kaum yang menyimpang, mereka selalu dalam kesyirikan baik ketika lapang mahupun sempit, bahkan kesyirikan mereka dalam keadaan sempit lebih parah lagi tatkala merasakan kesempatan kamu akan mendengar mereka meminta bantuan kepada para wali, orang-orang yang dikubur, dan orang-orang yang mati. Sedangkan kaum musyrikin (dahulu) tatkala ditimpa suatu bahaya, mereka memurnikan doa kepada ALLAH SWT.
Inilah macam tauhid kedua, iaitu tauhid yang diserukan oleh para rasul kepada semua umat agar mereka mengikhlaskan agama bagi ALLAH SWT dan itulah yang menjadi tempat perselisihan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam memerangi kaum musyrikin sehingga mereka meninggalkan (kesyirikannya)nya.
Demikianlah makna “La ilaha illallahu.” Kerana “Al Ilah” maknanya “yang disembah,” jadi “La ilaha illallahu” maknanya adalah “tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi.”

Al llah tidak memiliki makna sebagaimana dikatakan oleh sebahagian orang-orang yang sesat tatkala mereka berkata: “Sesungguhnya makna Al llah adalah yang mampu membuat dan mencipta.” Ini tidak benar, sebaliknya Al llah bermakna “yang disembah” (Al Ma’bud) kerana ia dari kalimat “Alaha yaklahu” yang bererti dicintai dan disembah.

Syarah Qowa’idul Arba’ – Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan



Tiada ulasan:

Catat Ulasan