Penulis: Al Ustaz Abdul Mu’thi
al Maidani
Sesungguhnya
tauhid adalah hak ALLAH SWT yang paling wajib untuk ditunaikan oleh manusia. ALLAH SWT tidaklah menciptakan manusia kecuali untuk bertauhid. ALLAH SWT berfirman :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu.”
(Surah Ad-Dzaariyaat : ayat 56)
Sebahagian
ulama menafsirkan kalimat: “supaya menyembahKu” dengan makna: “supaya
mentauhidkanKu”
(Lihat
Al-Qoulul Mufiid karya Syaikh Ibnu `Utsaimin jilid 1 hal. 20)
Jika
peribadahan kepada ALLAH SWT tidak disertai dengan bertauhid maka tidak akan
bermanfaat. Amalan manapun akan tertolak dan batal bila dicampuri oleh syirik.
Bahkan boleh menggugurkan seluruh amalan yang lain bila perbuatan syirik yang
dilakukan dalam kategori syirik besar. ALLAH SWT berfirman:
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الأمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
“Seandainya mereka mempersekutukan ALLAH, nescaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.”
(Al-An`aam:88)
وَلَقَدْ
أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ
لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Jika kamu mempersekutukan (ALLAH), nescaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.”
(Az-Zumar: 65)
Dua
ayat ini merupakan peringatan ALLAH SWT kepada para nabiNya. Lalu bagaimana
dengan yang selain mereka? Tentu setiap amalan yang mereka lakukan adalah
sia-sia bila tanpa tauhid dan bersih dari syirik.
Tauhid
adalah hak ALLAH SWT sebagai Pencipta, Pemilik dan Pengatur alam
semesta ini. Langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada di dalam keduanya
terwujud kerana penciptaan ALLAH SWT.
ALLAH SWT menciptakan seluruhnya dengan hikmah yang sangat besar dan keadilan. Maka layak
bagi ALLAH SWT untuk mendapatkan hak peribadahan dari para
makhlukNya tanpa disekutukan dengan sesuatu apapun.
ALLAH SWT telah menciptakan manusia setelah sebelumnya mereka bukan sesuatu yang dapat
disebut. Keberadaan mereka di alam ini merupakan kekuasaan ALLAH SWT yang disertai
dengan berbagai curahan nikmat dan kurniaNya.
ALLAH SWT telah melimpahkan sekian kenikmatan sejak manusia masih berada di dalam perut
ibunya, melewati proses kehidupan di dalam tiga kegelapan.
Pada
fasa ini tidak ada seorangpun yang boleh menyampaikan makanan serta menjaga
kehidupannya melainkan ALLAH SWT. Ibunya sebagai penghubung
untuk mendapatkan rezeki dari ALLAH SWT.
Tatkala
lahir ke dunia, ALLAH SWT telah mentakdirkan baginya kedua orang tua yang
mengasuhnya sampai dewasa dengan penuh kasih sayang dan tanggungjawab.
Itu
semua adalah rahmat dan keutamaan ALLAH SWT terhadap segenap makhluk yang
dikenal dengan nama manusia. Jika seorang anak manusia lepas dari rahmat dan
keutamaan ALLAH SWT walaupun sekejap maka dia akan binasa. Demikian pula jika ALLAH SWT mencegah rahmat dan keutamaanNya dari manusia walaupun sedetik, nescaya
mereka tidak akan boleh hidup di dunia ini.
Rahmat
dan keutamaan ALLAH SWT yang sedemikian rupa menuntut kita untuk mewujudkan hak ALLAH SWT yang paling besar iaitu beribadah kepadaNya. ALLAH SWT tidak pernah meminta dari kita balasan apapun kecuali hanya beribadah kepadaNya
semata.
Peribadahan
kepada ALLAH SWT bukanlah sebagai balasan setimpal atas segala limpahan rahmat dan
keutamaan ALLAH SWT bagi kita. Sebab perbandingannya tidak seimbang. Dalam setiap
hitungan nafas yang kita hembuskan maka di sana ada sekian rahmat dan keutamaan ALLAH SWT yang tak terhingga dan ternilai.
Oleh kerananya
nilai ibadah yang kita lakukan kepada ALLAH SWT tenggelam tanpa meninggalkan
bilangan di dalam lautan rahmat dan keutamaanNya yang tak terkejar oleh
hitungan angka. ALLAH SWT berfirman:
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
“Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah
yang memberi rezeki kepadamu. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang
yang bertakwa.”
(Thoha:
132)
Ketika
manusia beribadah kepada ALLAH SWT tanpa berbuat syirik maka kemaslahatannya
kembali kepada dirinya sendiri. ALLAH SWT akan membalas seluruh amal kebaikan manusia dengan kebaikan yang berlipat ganda dan seluruh amal keburukan mereka
dengan yang setimpal.
Peribadahan
manusia tidaklah akan menguntungkan ALLAH SWT dan bila mereka tidak beribadah tidak
pula akan merugikanNya.
Manusia
yang sedar tentang kemaslahatan dirinya akan beribadah kepada ALLAH SWT tanpa
menyekutukanNya dengan sesuatu apapun. Itulah tauhid yang harus dibersihkan
dari berbagai noda syirik. Kesyirikan hanya menjanjikan kesengsaraan hidup di
alam akhirat.
ALLAH SWT berfirman:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan
(sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya syurga, dan
tempat kembalinya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang
penolongpun.”
(Al-Maaidah:
72)
Sementara
mentauhidkan ALLAH SWT dalam beribadah menghantarkan kepada keutamaan yang besar di
dunia dan akhirat. ALLAH SWT berfirman:
الَّذِينَ
آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الأمْنُ وَهُمْ
مُهْتَدُونَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri
keimanan mereka dengan kezaliman, bagi mereka keamanan dan mereka mendapatkan
petunjuk.”
(Al-An`aam:
82)
Kezaliman
yang dimaksud dalam ayat ini ialah kesyirikan sebagaimana yang ditafsirkan oleh
Rasulullah shollallahu `alaihi wa sallam dalam hadits Ibnu Mas`ud.
(HR.
Bukhori)
Sebagai
penutup kami mengajak kepada segenap kaum muslimin untuk beramai-ramai menyambut
keberuntungan ini. Jangan kita lalai sehingga jatuh ke dalam lubang kebinasaan
yang mendatangkan penyesalan di kemudian hari. ALLAH SWT berfirman:
فَاعْبُدُوا مَا شِئْتُمْ مِنْ دُونِهِ قُلْ إِنَّ الْخَاسِرِينَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ وَأَهْلِيهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَلا ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ
“Katakanlah: “Sesungguhnya orang-orang yang
rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada
hari kiamat.” Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.”
(Az-Zumar: 15)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan