Alkisah
ada seorang fakir miskin melewati jalan Madinah. Di sepanjang jalan, dia sering
melihat orang-orang makan daging. Diapun merasa sedih kerana jarang sekali boleh
makan daging. Dia pulang ke rumahnya dengan hati mendongkol.
Sesampai di rumah, isterinya menyuguhkan kedelai rebus. Dengan hati
terpaksa, dia memakan kedelai itu seraya membuang kupasan kulitnya ke luar
jendela. Dia sangat bosan dengan kedelai.
Dia
berkata pada isterinya :
“Bagaimana
hidup kita ini? Orang-orang makan daging, kita masih makan kedelai.”
Tak lama
kemudian, dia keluar ke jalan di pinggir rumahnya. Alangkah terkejutnya, dia
melihat seorang lelaki tua duduk di bawah jendela rumahnya, sambil memungut
kulit-kulit kedelai yang tadi ia buang dan memakannya seraya bergumam:
“Segala
Puji bagi Allah SWT yang telah memberiku rezeki tanpa harus mengeluarkan
tenaga.”
Mendengar
ucapan lelaki tua itu, dia menitikkan air mata, seraya bergumam:
“Sejak detik ini, aku rela dengan apapun yang Engkau berikan Yaa Allah.”
“Sejak detik ini, aku rela dengan apapun yang Engkau berikan Yaa Allah.”
Rezeki
itu yang penting mengalir, besar kecil yang penting ada alirannya.
Jangan berharap mengalir seperti banjir, jikalau tak boleh berenang maka boleh tenggelam.
Jangan berharap mengalir seperti banjir, jikalau tak boleh berenang maka boleh tenggelam.
“Sampai bila
engkau sibuk dengan kelazatan, sedangkan engkau akan ditanya tentang semua yang
kau lakukan.”
Berkata
Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a:
“Barang siapa perhatiannya hanya pada apa yang masuk ke dalam perutnya, maka nilai seseorang tidak lebih dari apa yang keluar dari perutnya."
Semoga
menjadi lebih baik dan bermanfaat untuk sesama.
Robbana
Taqobbal Minna.
Yaa Allah,
terimalah dari kami (amalan kami), aamiin.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan