Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

V 167 : ASMAUL HUSNA ( 74. AL ZOHIR )

AL ZOHIR   ( الظاهر )   ALLAH Yaa Zohir Yang Maha Nyata menegaskan kepada kita DIA nyata, dapat dilihat dan sesungguhnya hadir. Kehadira...

Jumaat, 28 September 2012

I 51 Keimanan berkaitan dengan Nikmat Hujan

Segala puji bagi Allah, satu-satunya Rabb yang berhak disembah. Selawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.

Ada beberapa hal keimanan yang mesti diyakini seorang muslim berkaitan dengan hujan, iaitu:

Pertama: Tidak ada yang mampu menurunkan hujan melainkan Allah Taala.
Allah Taala berfirman,

مَا يَفْتَحِ اللَّهُ لِلنَّاسِ مِنْ رَحْمَةٍ فَلَا مُمْسِكَ لَهَا وَمَا يُمْسِكْ فَلَا مُرْسِلَ لَهُ مِنْ بَعْدِهِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak seorangpun yang sanggup melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
(QS. Fathir: 2).

Sebagian ulama seperti penulis tafsir Al Jalalain mengatakan bahawa rahmat yang dimaksudkan di sini adalah rezeki dan hujan.

 Al Qurthubi mengatakan bahawa sebahagian ulama menafsirkan rahmat dalam ayat di atas dengan hujan atau rezeki. Mereka mengatakan, “Hujan atau rezeki yang Allah swt datangkan pada mereka, tidak ada satupun yang dapat menahannya. Jika Allah swt menahannya untuk turun, maka tidak ada seorangpun yang dapat menurunkan hujan tersebut.”

Ada pula ulama yang memaksudkan rahmat di sini dengan diutusnya rasul kerana rasul adalah rahmat untuk manusia. Ada pula ulama yang menafsirkan rahmat dengan doa, taubat, taufik dan hidayah. Namun yang lebih tepat, makna rahmat di sini adalah umum mencakup segala apa yang dimaksudkan oleh para ulama tadi. Jadi makna rahmat adalah hujan, rezeki, doa, taubat, taufik dan hidayah.

Kedua: Diturunkannya hujan termasuk kunci ilmu ghaib dan hanya Allah swt yang tahu bila turunnya
Allah Taala berfirman,

إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الأرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya esok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” 
(QS. Luqman: 34)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

مِفْتَاحُ الْغَيْبِ خَمْسٌ لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ اللَّهُ لاَ يَعْلَمُ أَحَدٌ مَا يَكُونُ فِى غَدٍ ، وَلاَ يَعْلَمُ أَحَدٌ مَا يَكُونُ فِى الأَرْحَامِ ، وَلاَ تَعْلَمُ نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا ، وَمَا تَدْرِى نَفْسٌ بِأَىِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ، وَمَا يَدْرِى أَحَدٌ مَتَى يَجِىءُ الْمَطَرُ

Kunci ilmu ghaib ada lima, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah Taala. Tidak ada seorangpun yang mengetahui apa yangg terjadi keesokan harinya. Tidak ada seorangpun mengetahui apa yang terjadi dalam rahim. Tidak ada satu jiwapun yang mengetahui apa yang ia lakukan esok. Tidak ada satu jiwapun yang mengetahui di manakah ia akan mati. Tidak ada seorangpun yang mengetahui bila turunnya hujan.

Inilah lima hal yang disebut dengan mafatihul ghaib (kunci ilmu ghaib). Dan di antara kunci ilmu ghaib adalah diturunkannya hujan.
Qotadah mengatakan, “Tidak ada seorangpun yang mengetahui bilakah diturunkannya hujan, malam ataukah siang hari.”

Ketiga: Ada Malaikat yang bertugas menurunkan hujan
Dalam Al Mu’jam Al Kabir, Imam Ath Thobroni meriwayatkan tentang percakapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan malaikat Jibril, di antaranya,

قُلْتُ: عَلَى أَيِّ شَيْءٍ مِيكَائِيلُ؟ قَالَ: عَلَى النَّبَاتِ وَالْقَطْرِ

“Aku (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) bertanya, “Tentang apakah Mikail itu ditugaskan? Ia (iaitu Jibril) menjawab, “Ia ditugaskan mengurus tanaman dan hujan.

Ibnu Hajar dalam Fathul Bari mengatakan bahawa dalam sanad hadits ini terdapat Muhammad bin ‘Abdirrahman bin Abi Laila. Ia telah didho’ifkan (dilemahkan) kerana buruknya hafalan, namun ia tidak ditinggalkan. Ibnu Katsir mengatakan bahawa hadits ini ghorib dari sisi ini.

Ibnu Katsir menjelaskan, “Mikail ditugaskan untuk mengurus hujan dan tumbuh-tumbuhan yang darinya berbagai rezeki diciptakan di alam ini. Mikail memiliki beberapa pembantu. Mereka melaksanakan apa yang diperintahkan kepada mereka melalui Mikail berdasarkan perintah dari Allah swt. Mereka mengatur angin dan awan, sebagaimana yang dikehendaki oleh Rabb yang Maha Mulia.  Sebagaimana pula telah kami riwayatkan bahawa tidak ada satu titispun air yang turun dari langit melainkan Mikail bersama malaikat lainnya menurunkannya di tempat tertentu di muka bumi ini.”

Keempat: Turunnya hujan telah ditulis di Lauhul Mahfuzh
Kejadian apa saja yang terjadi di muka bumi ini telah diketahui, tercatat dalam Lauhul Mahfuzh sejak 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi dan telah ditakdirkan oleh Allah swt. Termasuk dalam hal ini adalah diturunkannya hujan, bila terjadinya, di mana diturunkan, berapa intensitinya dan bagaimana dampak dari hujan tersebut.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

Allah telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ فَقَالَ لَهُ اكْتُبْ. قَالَ رَبِّ وَمَاذَا أَكْتُبُ قَالَ اكْتُبْ مَقَادِيرَ كُلِّ شَىْءٍ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ

Sesungguhnya yang pertama kali Allah ciptakan adalah kalam. Lalu Allah firmankan padanya, ‘Tulislah’. kalam mengatakan, “Apa yang akan aku tulis?’ Allah berfirman, ’Tulislah berbagai takdir dari segala sesuatu yang akan terjadi hingga hari kiamat’.

Berkaitan dengan qadak Allah swt terhadap segala sesuatu yang akan terjadi pada makhluk-Nya, Allah swt berfirman,
فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ

Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.
(QS. Ad Dukhan: 4).

Malam yang dimaksudkan di sini adalah malam Lailatul Qadar sebagaimana pendapat mayoriti ulama tafsir.

Asy Syaukani menyebutkan sebagaimana dikeluarkan oleh Muhammad bin Nashr, Ibnul Mundzir dan Ibnu Abi Hatim, bahwa Ibnu ‘Abbas menafsirkan ayat di atas, “Pada malam lailatul qadar segala sesuatu dicatat dalam Ummul Kitab (yang ada di Lauhul Mahfuzh) berupa rezeki, kematian, kehidupan, hujan, sampai orang yang berhaji iaitu si fulan akan berhaji dan si fulan akan berhaji.”

Kelima: Ucapan istighfar dapat menyebabkan turunnya hujan

Allah Taala berfirman,

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (10) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (11) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا (12)

Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, nescaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.”
(QS. Nuh: 10-12)

Terdapat sebuah atsar dari Hasan Al Bashri rahimahullah sebagai berikut.

أَنَّ رَجُلًا شَكَى إِلَيْهِ الْجَدْب فَقَالَ اِسْتَغْفِرْ اللَّه ، وَشَكَى إِلَيْهِ آخَر الْفَقْر فَقَالَ اِسْتَغْفِرْ اللَّه ، وَشَكَى إِلَيْهِ آخَر جَفَاف بُسْتَانه فَقَالَ اِسْتَغْفِرْ اللَّه ، وَشَكَى إِلَيْهِ آخَر عَدَم الْوَلَد فَقَالَ اِسْتَغْفِرْ اللَّه ، ثُمَّ تَلَا عَلَيْهِمْ هَذِهِ الْآيَة

Sesungguhnya seseorang mengadukan kepada Al Hasan tentang musim paceklik yang terjadi. Lalu Al Hasan menasihatkan, Beristigfarlah (mohon ampunlah) kepada Allah”.
Kemudian orang lain mengadu lagi kepada beliau tentang kemiskinannya. Lalu Al Hasan menasihatkan, Beristigfarlah (mohon ampunlah) kepada Allah”.
Kemudian orang lain mengadu lagi kepada beliau tentang kekeringan pada lahan (kebunnya). Lalu Al Hasan menasihatkan, “Beristigfarlah (mohon ampunlah) kepada Allah”.
Kemudian orang lain mengadu lagi kepada beliau kerana sampai waktu itu belum memiliki anak. Lalu Al Hasan menasihatkan, “Beristigfarlah (mohon ampunlah) kepada Allah”.
Kemudian setelah itu Al Hasan Al Bashri membacakan surat Nuh di atas.

Maksud surat Nuh di atas sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Katsir, “Jika kalian meminta ampun (beristigfar) kepada Allah dan mentaati-Nya, nescaya kalian akan mendapatkan banyak rezeki, akan diberi keberkahan hujan dari langit, juga kalian akan diberi keberkahan dari tanah dengan ditumbuhkannya berbagai tanaman, dilimpahkannya air susu, serta akan dilapangkan pula harta dan anak, iaitu kalian akan diberi anak dan keturunan. Di samping itu, Allah swt juga akan memberikan kepada kalian kebun-kebun dengan berbagai buah yang di tengah-tengahnya akan dialirkan sungai-sungai.”

Keenam: Suara geledek adalah malaikat yang membawa api
Ada tiga istilah untuk kilatan petir dan geledek iaitu ar ro’duash showa’iq dan al barqAr ro’du adalah istilah untuk suara petir atau geledek. Sedangkan ash showa’iqdan al barq adalah istilah untuk kilatan petir, iaitu cahaya yang muncul beberapa saat sebelum adanya suara petir.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, ”Dalam hadits marfu’ (sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen) pada riwayat At Tirmidzi dan selainnya, Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang ar ro’du, lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

مَلَكٌ مِنْ الْمَلَائِكَةِ مُوَكَّلٌ بِالسَّحَابِ مَعَهُ مخاريق مِنْ نَارٍ يَسُوقُ بِهَا السَّحَابَ حَيْثُ شَاءَ اللَّهُ

Ar ro’du adalah malaikat yang diberi tugas mengurus awan dan bersamanya pengoyak dari api yang memindahkan awan sesuai dengan kehendak Allah.

Disebutkan dalam Makarimil Akhlaq milik Al Khoro-ithi, ’Ali pernah ditanya mengenai ar ro’du. Beliau menjawab, ”Ar ro’du adalah malaikat. Beliau ditanya pula mengenai al barq. Beliau menjawab, ”Al barq (kilatan petir) itu adalah pengoyak di tangannya.” Dan dalam riwayat lain dari Ali juga,” Al barq itu adalah pengoyak dari besi di tangannya”.”

Kemudian Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan lagi, ”Ar ro’du adalah mashdar(kata kerja yang dibendakan) berasal dari kata ro’ada, yar’udu, ro’dan (yang berarti gemuruh, pen). … Namanya gerakan pasti menimbulkan suara. Malaikat adalah yang menggerakkan (menggetarkan) awan, lalu memindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya. Dan setiap gerakan di alam ini baik yang di atas (langit, pen) maupun di bawah (bumi, pen) adalah dari  malaikat. Suara manusia dihasilkan dari gerakan bibir, lisan, gigi, lidah, dan tenggorokan. Dari situ, manusia boleh bertasbih kepada Rabbnya, boleh mengajak kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran. Oleh kerana itu,  ar ro’du (suara gemuruh) adalah suara yang membentak awan. Dan al barq (kilatan petir) adalah kilauan air atau kilauan cahaya. … ”

Ketujuh: Kewajiban zakat yang tidak ditunaikan dapat menghalangi turunnya hujan
Jika suatu kaum yang sudah memiliki kewajiban mengeluarkan zakat enggan mengeluarkan zakat, itu boleh menjadi sebab terhalangnya turunnya hujan.
Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَمْ يَمْنَعْ قَوْمٌ زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ , وَلَوْلا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا.

Jika suatu kaum enggan mengeluarkan zakat dari harta-harta mereka, maka mereka akan dicegah dari mendapatkan hujan dari langit. Sekiranya bukan kerana binatang-binatang ternak, niscaya mereka tidak diberi hujan.”

Dari Buraidah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا نَقَضَ قَوْمٌ العَهْدَ قَطٌّ إِلاَّ كَانَ القَتْلُ بَيْنَهُمْ وَمَا ظَهَرَتْ فَاحِشَةً فِي قَوْمٍ قَطٌّ إِلاَّ سَلَّطَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِمْ المَوْتَ وَلاَ مَنَعَ قَوْمٌ الزَّكَاةَ إِلاَّ حَبَسَ اللهُ عَنْهُمْ القَطْرَ

Tidaklah suatu kaum mengingkari janji mereka melainkan akan ada pembunuhan di tengah-tengah mereka. Tidaklah tampak perbuatan keji di tengah-tengah suatu kaum melainkan Allah akan kuasakan kematian pada mereka. Dan tidaklah suatu kaum enggan mengeluarkan zakat melainkan Allah akan menahan hujan untuk mereka.

Asy Syaukani menjelaskan faedah hadits yang serupa dengan hadits di atas:

1.    Enggan menunaikan zakat menjadi sebab tidak diturunkannya hujan dari langit.

2.    Jika hujan itu diturunkan padahal maksiat merajalela, maka itu hanya kerana rahmat Allah Taala pada binatang ternak.

Hal ini menunjukkan bahawa dengan seseorang menunaikan zakat, bererti ia telah memakmurkan bumi Allah swt.

Semoga kita boleh mengimani beberapa bentuk keimanan yang berkaitan dengan hujan ini dengan keimanan yang benar, mantap dan kukuh.
Hanya Allah yang memberi taufik.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Diselesaikan di Pangukan-Sleman, 11 Shofar 1431 H, di waktu sahur




Tiada ulasan:

Catat Ulasan