1. Wassubhi (Demi waktu subuh/fajar) : 89/1
2. Waddhuha (Demi waktu Dhuha) : 93/1
3. Wannahaar (Demi Waktu siang) : 92/2
4. Wal-Ashri (Demi waktu ashar) : 103/1
5. Wal laili (Demi waktu malam) : 92/1, 93/2
1. TABIAT WAKTU
a. Waktu cepat berlalu
Waktu berjalan begitu cepat, kadang lebih cepat dari yang kita rasakan.
Sepintas saat suka lebih cepat daripada saat duka. Padahal sebenarnya itu hanya
perasaan orang yang mengalaminya.
b. Waktu mustahil kembali. Meski sedetik, tidak mungkin waktu itu kembali.
Jadi jangan sia-siakan waktu.
c. Harta termahal
Setelah iman yang paling berharga bagi kita adalah waktu. Kita jarang
sekali merasakan bahawa sesungguhnya waktu adalah sesuatu yang sangat berharga
sehingga kita kadang-kadang membiarkannya sia-sia. Tanpa merasa berdosa kita
mengisinya dengan bersantai-santai, berbicara sia-sia, berjalan sia-sia dll
yang serba sia-sia. (Bayangkan, jika dalam satu jam sebuah perusahaan motor
dapat memproduksi 10 buah motor, bererti dalam sehari perusahaan itu dapat membuat
10 X 24 jam = 240 buah motor. Bayangkan jika karyawannya mogok bekerja dalam 5
jam, bererti perusahaan itu rugi 25 buah motor). Wajar jika pepatah Barat
mengatakan “Time is money”.
II. WAKTU ADALAH AMANAH.
Kerugian bagi manusia yang tidak memanfaatkan waktunya 103/1-3
Sesungguhnya setiap manusia itu tambah hari tambah merugi, tambah tua tambah merugi, Sebab manusia diberi waktu atau masa yang terbatas 30/8 dan 2/36. Maka manusia akan menjadi dua golongan :
1. Golongan orang yang merugi, iaitu kelompok manusia yang diberi waktu
terbatas tetapi tidak digunakan untuk beribadah kepada Allah SWT.
2. Golongan orang yang beruntung, iaitu kelompok yang dilukiskan dalam ayat ketiga dari surat Al-Ashr tadi: illalladzina aamanu wa’amilu-shoolihaati, kecuali orang yang efektif, yang menjadikan pertambahan waktunya sebagai peningkatan mutu iman. Orang yang pasti beruntung adalah orang-orang yang telah mempercayakan dirinya kepada Allah SWT saja. Sehingga seluruh aspek kehidupannya siap untuk diatur hanya dengan aturan Allah SWT saja, dengan konsekuensi siap untuk melepaskan seluruh aspek kehidupan di luar aturan Allah SWT. Inilah wujud kehidupan orang yang telah mempercayakan dirinya hanya kepada Allah SWT, sehingga aktiviti kehidupannya akan mewujudkan suatu amal soleh/karya yang spektakuler. ”Watawaa shoubil haq watawaa shoubish shobri.” dan pada setiap waktu terus meningkatkan kemampuan dirinya, sehingga kehadiran dirinya di dunia ini menjadi jalan nasihat, baik dengan tutur kata dan perilaku kita bagi orang lain, dalam kebenaran dan kesabaran.
Berdasarkan keterangan tadi, Islam mengajarkan agar kita menggunakan 4 perkara iaitu: Iman (Amal Soleh) nasihat-menasihati dalam menaati kebenaran dan nasihat-menasihati dalam menetapi kesabaran. Maka pertama yang harus kita lakukan adalah meningkatkan mutu keimanan kita kepada Allah SWT. Makin tinggi tingkat keyakinan kita kepada Allah SWT, maka hati kita akan menjadi tenang (13/28). Sebaliknya makin merosot keimanan kita, maka selamanya kita akan selalu dirundung rasa was-was, resah, gelisah, takut, mudah stress, bingung, cemas dan kepenatan dalam hidup ini. Dan keyakinan yang baik kepada Allah SWT adalah keyakinan dalam menjaga amanah waktu. Peningkatan iman kita berbanding lurus dengan bertambahnya amal-amal kita. Oleh kerana itu kalau kita akan menghadapi waktu, mahu berbuat sesuatu, mahu berbicara, mahu berpikir, mahu bertindak; terlebih dahulu kita harus bertanya pada diri sendiri apakah yang kita lakukan ini menjadi amal kebaikan atau tidak, kalau ya, maka cepat-cepatlah lakukan. Dan sebaliknya, kalau sekiranya akan menambah kemaksiatan segera tinggalkan.
Ingatlah selalu, bahawa apa yang ada pada diri kita adalah amanah. Mulut kita adalah amanah. Jangan digunakan untuk mengata yang sia-sia. Masih banyak perkataan yang lebih bermanfaat, pastikan bahawa apa yang kita ucapkan menjadi amal. Telinga dan mata kita adalah amanah. Ketika kita menyalakan TV, radio, Tanya pada diri kita apakah yang kita dengar ini menjadi amal ? Apakah yang kita lihat ini menjadi amal? Apakah yang kita baca boleh meningkatkan mutu diri. Hati dan fikiran kita adalah amanah, kerananya jangan digunakan untuk berkhayal dan berfikir yang bukan-bukan. Semua itu akan memakan waktu. Syeikh Muhammad al-Ghozali berkata:
“Menjaga amanah ialah menunaikan dengan baik hak-hak Allah dan hak-hak manusia tanpa terpengaruh oleh perubahan keadaan, baik susah mahupun senang.”
Langkah selanjutnya, untuk meningkatkan mutu iman dan amal kita adalah jangan menunda-nunda amal. Ada kisah tentang betapa mahalnya harga sebuah kesempatan kebaikan. Seseorang berkata: “Suatu ketika aku berjalan-jalan dengan Sufyan bin Uyainah. Saat itu ada seorang peminta-minta, namun beliau terpaksa tidak dapat memberinya sehingga beliaupun menangis. Aku bertanya: “Wahai Abu Muhammad (panggilan untuk Sufian) Apa yang membuatmu menangis?” Beliau menjawab : “Adakah musibah yang lebih besar lagi, ketika seseorang memberimu kesempatan berbuat baik, sementara dirimu tidak dapat melakukannya?”
Banyak amal-amal yang kita lakukan untuk mengisi waktu. Begitu juga dengan nasihat-menasihati, lakukan apa yang mampu kita lakukan dengan lisan, dengan tingkah laku. Tingkatkan mutu nasihat kita dengan nasihat dari orang lain.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan