Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda
“Sesungguhnya ada di antara hamba Allah (manusia) yang mereka
itu bukanlah para Nabi dan bukan pula para Syuhada.’ Mereka dirindukan oleh
para Nabi dan Syuhada’ pada hari kiamat kerana kedudukan (pangkat) mereka di
sisi Allah Subhanahu wa Taala.” Seorang dari sahabatnya berkata, “Siapa
gerangan mereka itu wahai Rasulullah? Semoga kita dapat mencintai mereka.” Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab dengan sabdanya: “Mereka adalah suatu
kaum yang saling berkasih sayang dengan anugerah Allah bukan kerana ada
hubungan kekeluargaan dan bukan kerana harta benda, wajah-wajah mereka
memancarkan cahaya dan mereka berdiri di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Tiada
mereka merasa takut seperti manusia merasakannya dan tiada mereka berduka cita
apabila para manusia berduka cita.”
(HR.
an Nasai dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya)
Hadits
senada, dari ‘Umar bin Khathab ra bahawa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda,
“Sesungguhnya di antara hamba-hambaku itu ada manusia manusia
yang bukan termasuk golongan para Nabi, bukan pula syuhada tetapi pada hari
kiamat Allah ‘Azza wa Jalla menempatkan maqam mereka itu adalah maqam para Nabi
dan syuhada.” Seorang leaki bertanya : “Siapa mereka itu dan apa amalan
mereka?” Mudah-mudahan kami menyukainya.” Nabi bersabda: “Iaitu kaum yang saling
menyayangi kerana Allah ‘Azza wa Jalla walaupun mereka tidak bertalian darah,
dan mereka itu saling menyayangi bukan kerana hartanya, dan demi Allah sungguh
wajah mereka itu bercahaya, dan sungguh tempat mereka itu dari cahaya, dan
mereka itu tidak takut seperti yang ditakuti manusia, dan tidak susah seperti
yang disusahkan manusia,” kemudian beliau membaca ayat : “Ingatlah,
sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekuatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati.”
(QS
Yunus [10]:62)
Firman
Allah Taala yang ertinya :
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada
kekuatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Mereka itu
adalah) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka berita
gembira (busyra) di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat.
Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu
adalah kemenangan yang besar.”
(QS
Yunus [10]:62-64)
Dalam
ayat tersebut Allah Subhanahu wa Taala menyatakan bahawa para wali-wali Allah
itu mendapat berita gembira (busyra), baik di dunia dan di akhirat.
Apakah
yang dimaksudkan dengan berita gembira (busyra) itu?
Para
ulama tafsir mengomentari ayat ini sesuai dengan pengalaman sahabat Nabi
Muhammad, Abu Darda’, yang menanyakan apa maksud ayat ini. Rasulullah
menjelaskan, “Yang dimaksud ayat ini ialah mimpi baik yang dilihat atau
diperlihatkan Allah Subhanahu wa Taala kepadanya.”
Abu
Abdullah al-Mahlabi dan Muhammad bin Ya’qub bin Yusuf menceritakan kepada kami
daripada al-‘Abbas ibnul-Walid bin Mazid, daripada ‘Uqbah bin ‘Alqamah
al-Mu’arifi, daripada al-Auza’i, daripada Yahya bin Abi Katsir, daripada Abi
Salamah bin Abdurrahman, daripada ‘Ubadah ibnush-Shamit bahawa ia bertanya kepada
Rasulullah tentang ayat 63-64 surah Yunus, “Iaitu orang-orang yang beriman dan
mereka selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia
dan dalam kehidupan di akhirat.” Maka, Rasulullah menjawab, “Sungguh kamu telah
menanyakan sesuatu kepadaku yang belum pernah ditanyakan oleh seorang pun
selainmu. Al-busyra ialah mimpi yang baik yang dialami oleh seseorang atau
dianugerahkan Allah kepadanya.”
“Al
busyraa adalah mimpi yang baik yang dilihat oleh seorang mukmin atau yang
diperlihatkan baginya.”
(Hadis
riwayat Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim, menurut Al Hakim hadis ini shahih)
Telah
menceritakan kepada kami Khalid bin Makhlad telah menceritakan kepada kami
Sulaiman daripada Yahya bin Sa’id dia berkata; “Saya mendengar Abu Salamah
berkata; saya mendengar Abu Qatadah berkata; saya mendengar Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: Mimpi baik dari Allah sedangkan ihtilam (mimpi
buruk) datangnya dari syaitan, maka apabila salah seorang dari kalian mimpi
sesuatu yang dibencinya, hendaknya ia meniupkan tiga kali tiupan ketika bangun,
lalu meminta perlindungan dari kejahatannya, sebab kejahatan tersebut tidak
akan membahayakan dirinya.”
(HR
Bukhari 5306)
Telah
menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah daripada Malik dari Ishaq bin Abdullah bin Abi Thalhah daripada Anas
bin Malik, Rasulullah Shallallahu alaihiwasallam bersabda:
“Mimpi baik yang berasal dari seorang yang soleh adalah satu
bahagian dari empat puluh enam bahagian kenabian.”
(HR
Bukhari 6468)
Mimpi
yang baik yang dialami oleh para Wali Allah adalah petunjuk dan bimbingan dari
Allah Taala untuk para kekasihNya.
Mimpi
yang baik yang dialami oleh para Wali Allah adalah bahagian dari kenabian yang
tidak berhenti pada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam saja, tetapi akan
terus berlanjut pada masa-masa sesudahnya.
Bumi
ini tidak akan kosong dari para Wali Allah. Setiap mereka wafat maka Allah Azza
wa Jalla akan menggantikan mereka dengan yang lain sehingga agama Islam beserta
al Quran tetap terjaga sampai akhir zaman
Imam
Sayyidina Ali Bin Abi Thalib berkata kepada Kumail An Nakha’i: “Bumi ini tidak
akan kosong dari hamba-hamba Allah yang menegakkan agama Allah dengan penuh
keberanian dan keikhlasan, sehingga agama Allah tidak akan punah dari
peredarannya. Akan tetapi, berapakah jumlah mereka dan di manakah mereka
berada? Kiranya hanya Allah yang mengetahui tentang mereka. Demi Allah, jumlah
mereka tidak banyak, tetapi nilai mereka di sisi Allah sangat mulia. Dengan
mereka, Allah menjaga agamaNya dan syariatNya, sampai dapat diterima oleh orang-orang
seperti mereka. Mereka menyebarkan ilmu dan ruh keyakinan. Mereka tidak suka
kemewahan, mereka senang dengan kesederhanaan. Meskipun tubuh mereka berada di
dunia, tetapi rohaninya membumbung ke alam malakut. Mereka adalah
khalifah-khalifah Allah di muka bumi dan para da’i kepada agamaNya yang lurus.
Sungguh, betapa rindunya aku kepada mereka”
Dalam
hadits qudsi, “Allah berfirman yang ertinya: “Para WaliKu itu ada di bawah naunganKu, tiada yang
mengenal mereka dan mendekat kepada seorang wali, kecuali jika Allah memberikan
Taufiq HidayahNya.”
Abu
Yazid al Busthami mengatakan: “Para
wali Allah merupakan pengantin-pengantin di bumiNya dan takkan dapat melihat
para pengantin itu melainkan ahlinya.”
Sahl
Ibn ‘Abd Allah at-Tustari ketika ditanya oleh muridnya tentang bagaimana (cara)
mengenal Waliyullah, ia menjawab: “Allah
tidak akan memperkenalkan mereka kecuali kepada orang-orang yang serupa dengan
mereka, atau kepada orang yang bakal mendapat manfaat dari mereka – untuk
mengenal dan mendekat kepadaNya.”
As
Sarraj at-Tusi mengatakan : “Jika
ada yang menanyakan kepadamu perihal siapa sebenarnya wali itu dan bagaimana
sifat mereka, maka jawablah : Mereka adalah orang yang tahu tentang Allah dan
hukum-hukum Allah, dan mengamalkan apa yang diajarkan Allah kepada mereka.
Mereka adalah hamba-hamba Allah yang tulus dan wali-waliNya yang bertakwa“.
Daripada
Abu Umamah ra, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Berfirman Allah Yang Maha Besar dan
Agung: “Di antara para waliKu di hadratKu, yang paling menerbitkan iri-hati
ialah si mukmin yang kurang hartanya, yang menemukan nasib hidupnya dalam solat,
yang paling baik ibadat kepada Tuhannya, dan taat kepadaNya dalam keadaan
tersembunyi mahupun terang. Ia tak terlihat di antara khalayak, tak tertuding dengan
telunjuk. Rezekinya secukupnya, tetapi iapun sabar dengan hal itu. Kemudian Beliau shallallahu
alaihi wasallam menjentikkan jarinya, lalu bersabda: ”Kematiannya dipercepat, tangisnya
hanya sedikit dan peninggalannya amat kurangnya.”
(HR.
At Tirmidzi, Ibn Majah, Ibn Hanbal)”.
Imam
Al-Bazzaar meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia mengatakan, seseorang bertanya,
ya Rasulullah saw, siapa para wali Allah itu? Beliau menjawab, “Orang-orang
yang jika mereka dilihat, mengingatkan kepada Allah.”
(Tafsir Ibnu KatsirIII/83).
Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam telah menyampaikan wasiat bahawa setelah wafatnya
Beliau maka pengganti Beliau sebagai Imamnya para Wali Allah adalah Sayyidina
Ali ra dan kedudukan dan tugas Imam Wali Allah seperti Nabi, penerus pemimpin
perjuangan agama, namun kita ketahui, faham dan yakini bahawa tiada Nabi
setelah Rasulullah.
Aku
pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Ali,
-ketika beliau mengangkatnya sebagai pengganti (di Madinah) dalam beberapa
peperangan beliau. Ali bertanya; Apakah anda meninggalkanku bersama para wanita
dan anak-anak! Beliau menjawab: Wahai Ali, tidakkah kamu rela bahawa
kedudukanmu denganku seperti kedudukan Harun dengan Musa? Hanya saja tidak ada
Nabi setelahku. Dan saya juga mendengar beliau bersabda pada Perang Khaibar;
Sungguh, saya akan memberikan bendera ini kepada seorang lelaki yang mencintai
Allah dan RasulNya dan Allah dan RasulNya juga mencintainya. Maka kami semuanya
saling mengharap agar mendapatkan bendera itu. Beliau bersabda: Panggilllah
Ali!”
(HR
Muslim 4420)
Imam
Sayyidina Ali ra adalah bertindak sebagai Nabi namun bukan Nabi kerana tidak
ada Nabi setelah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Beliau adalah Imam
para Wali Allah.
Mimpi
yang baik yang dialami oleh para Wali Allah adalah sebagai salah satu sarana
bertemu atau berkomunikasi dengan penghuni langit yakni para malaikat dan
orang-orang soleh yang telah wafat dan tentunya dapat pula bertemu dengan
manusia yang paling mulia, Nabi Muhammad Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam.
Telah
menceritakan kepada kami Mu’allaa bin Asad telah menceritakan kepada kami ‘Abdul ‘Aziz bin Mukhtar telah menceritakan kepada kami Tsabit
Al Bunani daripada Anasradliallahu
‘anhu mengatakan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Siapa melihatku dalam mimpi, bererti ia telah melihatku, sebab
syaitan tidak boleh menjelma sepertiku, dan mimpi seorang mukmin adalah
sebahagian dari empat puluh enam bahagian kenabian.”
(HR
Bukhari 6479)
Abdullah
Ibnu Abbas r.a. pernah berkata, “Roh orang tidur dan roh orang mati boleh
bertemu di waktu tidur dan saling berkenalan sesuai kehendak Allah Subhanahu wa
Taala kepadanya, kerana Allah Subhanahu wa Taala yang menggenggam ruh manusia
pada dua keadaan, pada keadaan tidur dan pada keadaan matinya.”
Firman
Allah Taala yang ertinya: “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang)
jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya.”
(QS.
Az-Zumar [39]:42).
Al-Qurtubi
dalam at-Tadzkirah mengenai hadis kematian dari syeikhnya mengatakan: “Kematian
bukanlah ketiadaan yang murni, namun kematian merupakan perpindahan dari satu
keadaan (alam) kepada keadaan (alam) lain.”
Ibnu
Zaid berkata, “Mati adalah wafat dan tidur juga adalah wafat.”
Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda,
حياتي خير لكم ومماتي خير
لكم تحدثون ويحدث لكم , تعرض أعمالكم عليّ فإن وجدت خيرا حمدت الله و إن وجدت شرا
استغفرت الله لكم.
“Hidupku lebih baik buat kalian dan matiku lebih baik buat
kalian. Kalian bercakap-cakap dan mendengarkan percakapan. Amal perbuatan kalian
disampaikan kepadaku. Jika aku menemukan kebaikan maka aku memuji Allah. Namun
jika menemukan keburukan aku memohonkan ampunan kepada Allah buat kalian.”
(Hadits
ini diriwayatkan oelh Al Hafidh Isma’il al Qaadli pada Juz’u al Shalaati ‘ala
al Nabiyi Shallalahu alaihi wasallam. Al Haitsami menyebutkannya dalam Majma’u
al Zawaaid dan mengkategorikannya sebagai hadits shahih
Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda,
إن أعمالكم تعرض على أقاربكم
وعشائركم من الأموات فإن كان خيرا استبشروا، وإن كان غير ذلك قالوا: اللهم لا
تمتهم حتى تهديهم كما هديتنا)
“Sesungguhnya perbuatan kalian diperlihatkan kepada
karib-kerabat dan keluarga kalian yang telah meninggal dunia. Jika perbuatan
kalian baik, maka mereka mendapatkan kabar gembira, namun jika selain daripada
itu, maka mereka berkata: “Ya Allah,
janganlah engkau matikan mereka sampai Engkau memberikan hidayah kepada
mereka seperti engkau memberikan hidayah kepada kami.”
(HR.
Ahmad dalam musnadnya).
Para
Wali Allah atas kehendak Allah Taala, mereka dapat berkumpul dengan penduduk
langit lainnya serta berkesempatan pula thawaf mahupun solat berjamaah dengan
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di Baitul Makmur yang berada tegak lurus
di atas Baitul Kaabah.
Rasulullah
bersabda: “Maka Allah pun mengangkatnya untukku agar aku dapat melihatnya. Dan
tidaklah mereka menanyakan kepadaku melainkan aku pasti akan menjawabnya. Aku
telah melihat diriku bersama sekumpulan para Nabi. Dan tiba-tiba aku
diperlihatkan Nabi Musa yang sedang berdiri melaksanakan solat, ternyata dia
adalah seorang lelaki yang kekar dan berambut keriting, seakan-akan orang bani
Syanuah. Aku juga diperlihatkan Isa bin Maryam yang juga sedang berdiri
melaksanakan shalat. Urwah bin Mas’ud Ats Tsaqafi adalah manusia yang paling
mirip dengannya. Telah diperlihatkan pula kepadaku Nabi Ibrahim yang juga
sedang berdiri melaksanakan solat, orang yang paling mirip denganya adalah
sahabat kalian ini; yakni diri beliau sendiri. Ketika waktu solat telah masuk,
akupun mengimami mereka semua. Dan selesai melaksanakan solat, ada seseorang
berkata, ‘Wahai Muhammad, ini adalah malaikat penjaga api neraka, berilah salam
kepadanya! ‘ Maka akupun menoleh kepadanya, namun ia segera mendahuluiku
memberi salam.”
(HR
Muslim 251)
Diriwayatkan
dalam hadits saat Mi’rajnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, bahawa
Baitul Makmur adalah sebuah baitullah di langit ke tujuh yang arahnya lurus
dengan Kaabah di bumi, seandainya Baitul Makmur jatuh nescaya menimpa pada
Baitul Haram Kaabah, kehormatannya di langit sebagaimana kehormatan Kaabah di
bumi, setiap hari ada tujuh puluh ribu malaikat masuk untuk berthawaf di dalamnya,
setelah keluar mereka tidak kembali lagi ke Baitul Makmur.
Malaikat
Jibril berkata pada nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, Ini adalah Baitul Makmur,
setiap hari ada tujuh puluh ribu malaikat yang masuk ke dalamnya, ketika mereka
keluar, yang akhir dari mereka tidak kembali lagi ke Baitul Makmur.”
(HR.
Muslim fii Kitaabil Imaan)
Daripada
Qotadah dia berkata, diceritakan pada kami bahawa Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda:
“Baitul Makmur adalah sebuah masjid yang ada di langit yang
lurus dengan Kaabah, seandainya Baitul Makmur itu jatuh nescaya menimpa pada
Ka’bah. Setiap hari ada tujuh puluh ribu malaikat yang masuk ke dalamnya,
ketika mereka telah keluar, mereka tidak pernah kembali ke Baitul Makmur.”
(HR.
Ibnu Jarir, fii Fatkh Al Baari Juz 9 Hal. 493)
Firman
Allah Azza wa Jalla yang ertinya,
“Semua yang berada di langit dan yang
berada di bumi bertasbih kepada Allah. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.”
(QS
Al Hadid [57] : 1 )
Para
Sahabat ketika duduk dalam solat (tahiyat), bertawasul dengan menyebut
nama-nama orang-orang soleh (para wali Allah) yang telah wafat mahupun dengan
para malaikat namun Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengajarkan untuk
menyingkatnya menjadi “Assalaamu’alaina wa’alaa ‘ibaadillaahish shoolihiin.”
maka hal itu sudah mencakup seluruh hamba-hamba Allah yang soleh baik di langit
mahupun di bumi.“
Telah
menceritakan kepada kami Umar bin Hafsh telah menceritakan kepada kami Ayahku
telah menceritakan kepada kami Al A’masy dia berkata; telah menceritakan
kepadaku Syaqiq dari Abdullah dia berkata; Ketika kami membaca selawat di
belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka kami mengucapkan: ASSALAAMU
‘ALALLAHI QABLA ‘IBAADIHI, ASSALAAMU ‘ALAA JIBRIIL, ASSSALAAMU ‘ALAA MIKAA`IIL,
ASSALAAMU ‘ALAA FULAAN WA FULAAN (Semoga keselamatan terlimpahkan kepada Allah,
semoga keselamatan terlimpah kepada Jibril, Mika’il, kepada fulan dan fulan).
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selesai melaksanakan solat, beliau
menghadapkan wajahnya kepada kami dan bersabda: Sesungguhnya Allah adalah As
salam, apabila salah seorang dari kalian duduk dalam solat (tahiyat), hendaknya
mengucapkan; AT-TAHIYYATUT LILLAHI WASH-SHALAWAATU WATH-THAYYIBAATU, ASSALAAMU
‘ALAIKA AYYUHAN-NABIYYU WA RAHMATULLAHI WA BARAKAATUH, ASSALAAMU ‘ALAINAA WA
‘ALA ‘IBAADILLAAHISH SHAALIHIIN, (penghormatan, rahmat dan kebaikan hanya milik
Allah. Semoga keselamatan, rahmat, dan keberkahan tetap ada pada engkau wahai
Nabi. Keselamatan juga semoga ada pada hamba-hamba Allah yang soleh).
Sesungguhnya jika ia mengucapkannya, maka hal itu sudah mencakup seluruh hamba-hamba
yang soleh baik di langit mahupun di bumi, lalu melanjutkan; ASYHADU ALLAA
ILAAHA ILLALLAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ‘ABDUHU WA RASUULUH (Aku bersaksi
bahawa tiada Zat yang berhak disembah selain Allah, dan Muhammad adalah hamba
dan utusanNya). Setelah itu ia boleh memilih doa yang ia kehendaki.
(HR
Bukhari 5762)
Rujukan:
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/01/17/berita-gembira/
Tiada ulasan:
Catat Ulasan