Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

V 167 : ASMAUL HUSNA ( 74. AL ZOHIR )

AL ZOHIR   ( الظاهر )   ALLAH Yaa Zohir Yang Maha Nyata menegaskan kepada kita DIA nyata, dapat dilihat dan sesungguhnya hadir. Kehadira...

Isnin, 10 Disember 2012

K 47 Budaya hidup Islam yang bertuhankan Allah SWT.



Dari sini dapat kita lihat bahawa sosialisme dalam Islam bukanlah sosialisme  harta 
serta  pembahagiannya, melainkan sosialisme  yang  menyeluruh, yang dasarnya persaudaraan dalam kehidupan dan  rohani  moral serta dalam    kehidupan 
ekonomi. Kalau seseorang  belum  sempurna imannya sebelum ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri, maka imannya itupun memang tidak sempurna kalau tidak dapat ia turut mendukung orang memberantas kemiskinan dan memberikan  derma  atau  dana untuk  kemakmuran bersama, membahagikan
kekayaan sebagai kurnia Tuhan itu, baik dengan diketahui, atau tidak diketahui orang.
Makin  besar cintanya kepada orang lain, makin dekat ia kepada Tuhan. Dia sedikitpun
merasa  lebih  gembira. Apabila  Tuhan telah membuat manusia itu                                                            bertingkat-tingkat, memberikan rezeki kepada siapa saja yang dikehendakiNya serta 
menentukan pula,  maka manusia takkan lebih baik keadaannya kalau tak ada rasa
saling hormat, yang kecil menghormati  yang lebih besar, yang besar                                                      
mencintai  yang  lebih kecil, si kaya mahu memberi untuk si  miskin demi
Allah semata, kerana rasa syukur.
 Rasanya tidak perlu  kita menyebutkan  lagi  apa  yang  sudah disebutkan  al Quran  tentang  sistem  ekonomi,  tentang  waris, tentang  wasiat  (testamen),  tentang   perjanjian-perjanjian, perdagangan  dan  sebagainya.  Dalam  memberikan  isyarat yang singkat  sekalipun  mengenai   masalah-masalah  
hukum   atau soal-soal  kemasyarakatan, akan memerlukan ruangan sekian kali lebih
banyak dari pasal ini. Cukup kalau kita  sebutkan  saja, bahawa apa yang sudah disebutkan dalam Al Quran sehubungan dengan masalah-masalah tersebut kiranya  sampai  sekarang  belum  ada suatu  undang-undang  yang  lebih 
baik dari itu. Bahkan orang akan  terkejut  sekali  bila ia   melihat   adanya   beberapa
penjelasan seperti perjanjian tertulis mengenai hutang-piutang sampai pada waktu tertentu  kecuali  dalam  perdagangan,  atau seperti   dalam  mengirimkan  dua  orang  juru  pendamai  jika dikhuatirkan akan terjadi perceraian antara suami isteri,  atau
terhadap  dua  golongan  yang sedang berperang dan pihak yang menyerang dengan
sewenang-wenang dan tidak  mahu  diajak  damai itu  harus  diperangi  sampai  ia  mau kembali kepada perintah Tuhan - sungguh orang akan kagum  sekali  melihat  semua  ini. Apalagi    akan   membandingkannya   dengan   berbagai   macam undang-undang yang pernah ada,  kalaupun  perundangan-perundangan yang  sesuai  dengan ketentuan-ketentuan yang telah diletakkan al Quran itu sudah memang cukup baik.
Jadi tidak menghairankan  sekali  - seperti  yang  sudah  kita sebutkan  tentang  riba  dan  tentang sosialisme Islam sebagai dasar sistem ekonomi, yang dilukiskan di dalam  Al Quran  dengan penjelasan  hukum  sebagai suatu penyusunan undang-undang yang terbaik yang pernah ada dalam sejarah - kalau kebudayaan Islam itu  juga yang menjadi kebudayaan yang layak buat umat manusia dan yang benar-benar akan memberikan hidup bahagia.
Setelah melihat apa yang sudah kita kemukakan mengenai lukisan al Quran  tentang 
kebudayaan  serta landasannya,  mungkin  ada beberapa penulis Barat yang berpendapat  bahawa  sifat  manusia tidak  sesuai dengan sistem yang hendak
memaksanya ke tingkat yang lebih tinggi  di atas kemampuan kudratnya                           sendiri,  dan bahawa system demikian ini tidak akan mampu hidup atau akan bertahan lama. Manusia menurut tanggapan  mereka,  digerakkan oleh  rasa 
harap dan  cemas,  oleh keinginan dan nafsu, sama halnya dengan makhluk
haiwan, hanya saja homo   sapiens   dia  makhluk  berfikir.  Bahawa  manusia  akan  menganut  suatu  sistem kebudayaan seperti yang digambarkan  oleh  Islam  itu,  adalah suatu  hal yang tidak mungkin, sekurang-kurangnya tidak mudah. Paling jauh yang dapat kita lakukan dalam  menyusun  kehidupan masyarakat   manusia   ini   ialah  memperbaiki   nafsu  itu, mengarahkan fikiran
tentang harap dan cemas itu sebaik-baiknya dari segi materialisme ekonomi semata.
Sedang yang di luar itu masyarakat tidak  akan  mampu  melaksanakannya.  Mungkin  yang menjadi  alasan mereka ialah kerana sistem Islam itu – seperti yang digambarkan al Quran dan  sudah  saya  cuba  menguraikannya di sini   secara  ringkas  -  belum  dapat  diharapkan  di dalam masyarakat Islam sendiri kecuali pada masa Nabi dan pada  masa permulaan sejarah Islam. Kalau sistem ini memang sesuai dengan struktur kehidupan,  tentu  di dalam  lingkungan  Islam  dahulu sudah  dapat  dijalankan  dan dari sana akan sudah tersebar ke seluruh dunia. Akan tetapi bila mana  hal  ini  tidak  terjadi, bahkan sebaliknya yang terjadi, maka anggapan bahawa sistem ini sangat layak, dan dapat  menjamin  kebahagiaan  umat  manusia, adalah anggapan yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Atas  keberatan  ini  kiranya 
pengakuan  mereka sendiri sudah cukup untuk menggugurkannya,  iaitu  bahawa  sistem  Islam  itu berjalan  dan  dipraktikkan  pada masa Nabi dan pada permulaan sejarah Islam. Dan Muhammad saw sendiri teladan yang  paling  baik dalam   pelaksanaan   itu.  Kemudian  teladan  yang  baik  itu diteruskan oleh para khalifah  yang  mula-mula.  Mereka  terus berjalan   dengan  sistem  itu  sampai  mencapai  tujuan  yang sempurna   sebagaimana   mestinya.   Akan    tetapi,    adanya intrik-intrik  dan  ambisi-ambisi  yang timbul kemudian kadang dengan jalan Israiliat, kadang pula dengan  jalan  rasialisme, itulah  yang  sedikit demi sedikit telah mengancam dasar-dasar Islam yang sebenarnya.
Akibat  daripada  semua  itu 
orang  beransur-ansur  kembali mengganti  kehidupan  rohani  dengan material, sifat kemanusiaan dengan kebinatangan. Dan  berhenti  hanya  sampai  pada  batas lingkaran  peradaban dewasa ini berada, yang hakikatnya hendak menjerumuskan umat
manusia ke dalam penderitaan.
Muhammad saw sendiri teladan yang baik sekali  dalam  melaksanakan kebudayaan  seperti  dilukiskan  Al Quran  itu.  Dalam  buku ini contoh itu sudah kita lihat,  bagaimana  rasa  persaudaraannya terhadap  seluruh  umat manusia dengan cara yang sangat tinggi dan sungguh-sungguh itu  dilaksanakan.  Saudara-saudaranya  di Mekah  semua sama dengan dia sendiri dalam menanggung duka dan sengsara. Bahkan dia sendiri yang lebih banyak  menanggungnya. Sesudah  hijrah  ke  Madinah, dipersaudarakannya  orang-orang Muhajirin dengan Anshar demikian rupa, sehingga mereka  berada dalam  status saudara sedarah. Persaudaraan sesama orang-orang beriman secara umum itu adalah persaudaraan kasih-sayang untuk membangun  suatu  sendi  kebudayaan yang masih muda waktu itu. Yang  memperkuat  persaudaraan   ini   ialah   keimanan   yang sungguh-sungguh  kepada Allah swt dengan
demikian kuatnya sehingga dibawanya Muhammad saw ke dalam komunikasi
dengan Tuhan,  Zat  Yang Maha  Agung.  Sikapnya  dalam perang Badar,
bagaimana ia berdoa kepada  Tuhan   mengharapkan   pertolongan   yang   dijanjikan kepadanya.  Ia  minta pertolongan  itu  dilaksanakan,  dengan
menyebutkan bahawa bila mana angkatan Badar ini hancur,  tak  ada lagi  ibadat.  Ini merupakan suatu manifestasi yang kuat dalam komunikasi.
Begitu  juga  tindakan-tindakannya 
yang  lain   di luar   Badar menunjukkan,  bahawa  dia selalu dalam komunikasi dengan Tuhan, di luar saat-saat tertentu sewaktu wahyu  turun.  Komunikasinya ini ialah melalui keimanannya dengan sungguh-sungguh, keimanan yang sampai membuat mati  itu  tiada  erti  lagi.  Maut  malah dihadapinya  dan  diharapkannya.  Orang  yang  sungguh-sungguh dalam imannya tidak pernah takut mati, bahkan  mengharapkannya selalu. Ajal sudah ditentukan. Di manapun manusia berada, maut akan mencapainya selalu, sekalipun  di  dalam  benteng-benteng yang  kukuh.  Iman  inilah  yang  membuat Muhammad saw tetap tabah ketika  melihat  kaum  Muslimin  lari  tunggang-langgang  pada permulaan  pecah  perang  Hunain. Dipanggilnya orang-orang itu tanpa  menghiraukan  maut  yang  sedang  mengepungnya,  dengan sejumlah  kecil  orang-orang yang masih bertahan bersama-sama dia. Iman inilah yang membuat dia memberikan apa saja yang ada padanya  tanpa  ia sendiri takut kekurangan. Ia telah mencapai puncak  nilai-nilai  kebaikan  seperti  yang  diserukan   oleh Kitabullah.
Dengan  teladan  baik  yang  diberikannya  itu dalam permulaan sejarah Islam kaum Muslimin telah mengikuti jejaknya.
Semua itu, dengan Muslimin pada permulaan sejarah
Islam,  yang telah  mengikuti teladan baik yang diberikannya, telah membuat Islam begitu pesat berkembang  pada  dasawarsa  pertama, yang kemudian  disusul  dengan  berpulangnya  Nabi  ke rahmatullah. Islam tersebar ke seluruh kawasan, panji-panji Islam  berkibar tinggi   sesuai   dengan   kebudayaan   yang   berlaku.   Dari bangsa-bangsa yang tadinya sangat lemah dan berantakan,  telah dapat  pula  dibangun  menjadi bangsa-bangsa dan negara-negara yang kuat, dan menjadi pelopor ilmu pengetahuan. Dengan  jalan ini  telah  banyak  sekali  rahsia-rahsia  alam  yang  dapat diketahuinya, kerana itu diciptakannya pula karya-karya  besar yang  menjadi  kebanggaan  zaman sekarang, yang sudah dianggap sebagai zaman keemasan dan ilmu, tanpa memperkosa  kebahagiaan umat  manusia  kerana  pengabdiannya kepada material dan imannya kepada Tuhan yang masih lemah itu.
Seperti dalam kebudayaan lain, kebudayaan 
Islam  juga  banyak dimasuki  oleh ambisi-ambisi rasialisme dan Israiliat. Soalnya ialah kerana ada  segolongan  ulama  yang  seharusnya  menjadi pewaris  para  nabi  malah mereka ini lebih menyukai kekuasaan daripada kebenaran, daripada nilai moral. Ilmu yang  ada  pada mereka  dipakai  alat  untuk  menyesatkan orang-orang awam dan generasi mudanya, sama halnya  dengan  kebanyakan  ulama-ulama sekarang  yang  juga  mahu menyesatkan orang-orang awam beserta angkatan  mudanya  itu.   Ulama-ulama   demikian   ini   ialah pembela-pembela   syaitan,   yang   akan   lebih  berat  memikul tanggungjawab di hadapan Tuhan.
Maka kewajipan pertama  buat 
setiap  ulama  yang  benar-benar ikhlas  demi  ilmu  dan  demi  Tuhan, ialah harus siap melawan mereka dan membenteras semua bibit yang  merosak  itu.  Mereka hendak  membelokkan  orang  dari kebenaran, hendak menyesatkan orang   dari   jalan   yang   lurus.    Apabila    ulama-ulama (pendeta-pendeta)  yang  menyesatkan  di  Barat itu telah ikut memegang peranan dalam  melibatkan  gereja  dan  ilmu  ke dalam kancah  saling berperang dalam merebut kekuasaan, maka peranan demikian tidak ada buat mereka di negeri-negeri  Islam,  sebab dalam  kebudayaan  Islam agama dan ilmu saling terjalin, sebab agama tanpa ilmu suatu  kekufuran,  ilmu  tanpa  agama  sesat. Sekiranya  dunia  ini sampai bernaung di bawah kebudayaan Islam seperti yang  dilukiskan  al Quran,  dan  tidak  diperkosa  oleh adanya penaklukan-penaklukan Mongolia dan yang semacamnya yang
telah masuk Islam tapi tidak menjalankan prinsip-prinsip Islam atau  berusaha  menyebarkannya, malah Islam dipakainya sebagai alat untuk menguasai orang-orang  awam  di  kalangan  Muslimin dengan   prinsip   yang   sama   sekali   bertentangan  dengan prinsip-prinsip persaudaraan Islam - tentu keadaan  dunia  ini tidak  akan  seperti  ini,  umat  manusia  akan  selamat  dari beberapa hal yang kini  menjerumuskan  mereka  ke dalam  jurang penderitaan.
Saya  yakin,  bahawa kebudayaan yang dilukiskan oleh al Quran itu akan tersebar ke dunia luas kalau saja  korps  ulama  ini  mahu tampil  ke hadapan dengan suatu ajakan yang ilmiah caranya, jauh dari segala cara berfikir yang beku  dan  fanatik.  Kebudayaan ini  akan  berdialog  dengan  hati, juga akan berdialog dengan fikiran, dan dapat dijamin manusia  dari  segala  bangsa  akan menerimanya  dengan  hati  terbuka  tanpa  dapat  dicegah oleh ambisi-ambisi  peribadi.  Untuk  ini   yang   diperlukan   oleh ulama-ulama  itu  tidak lebih dari hanya supaya mereka menjadi orang-orang yang benar-benar beriman,  mengajak  orang  kepada ajaran  Tuhan  yang  sebenarnya  dan  kepada  kebudayaan  yang demikian ini dengan hati yang ikhlas demi agama. Ketika itulah orang   merasa  bahagia  dengan  persaudaraannya  dalam  Tuhan seperti pada zaman Nabi, mereka merasa bahagia.
Apa yang terjadi pada masa Nabi  dan  pada  permulaan  sejarah Islam  sudah tidak memerlukan pembuktian lagi; dengan apa yang sudah saya sebutkan dalam pengantar buku ini,  bahawa  revolusi rohani  yang  sinarnya  sudah  dipancarkan  oleh  Muhammad saw ke seluruh dunia ini sudah seharusnya akan membukakan jalan  umat manusia  kepada kebudayaan baru yang selama ini dicarinya. Dan saya tidak pernah ragu sekejappun mengenai hal ini.
Akan  tetapi  ada  beberapa  sarjana  Barat  yang   menyatakan beberapa  keberatan  dengan  menghubungkannya  pada  jiwa yang menjadi sumber konsepsi kebudayaan Islam itu. Atas  dasar  itu mereka mengambil kesimpulan, bahawa Islamlah yang menjadi sebab mundurnya bangsa-bangsa yang menganut agama ini. Yang  penting di antaranya  ialah  apa  yang  mereka  katakan, bahawa jabariah Islam itulah yang membuat semangat  umat  Islam  jadi  kendur, membuat  mereka  malas  menghadapi  perjuangan hidup, sehingga mereka  menjadi  golongan  yang  hina-dina.  Dalam  menghadapi tentangan  ini  dan  apa  yang sejalan dengan itu, inilah yang akan menjadi pokok pembahasan kedua pada bahagian  penutup  buku ini.
Catatan kaki:
 1 Lihat
halaman xlvii (A).
 2 Kata 'irfan dan makrifat yang kadang mempunyai erti  yang sama, di sini kata makrifat tidak saya pergunakan sebagai istilah ilmiah yang umum dalam tasauf dan ilmu    kalam, juga tidak saya salin dengan gnosis atau  connaissance, melainkan  mengingat persoalannya  secara konotatif saya pergunakan kata persepsi, yakni    pengamatan, pengenalan dan kesedaran batin (A).
 3 Sudah
tentu terjemahan ayat-ayat al Quran di atas  begitu juga yang lain  tidak akan dapat mengungkapkan keagungan dan keindahan yang terkandung dalam bahasa aslinya, yang memang tidak mungkin dapat ditiru atau diterjemahkan dengan gaya yang sama (A).
 4 I'jaz, 'yang tak dapat ditiru,' ciri khas al Quran yang luar biasa, yang juga dari akar kata yang sama dengan mujizat (A).
Rujukan:
http://media.isnet.org/islam/Haekal/Muhammad/Budaya6.html#688

Tiada ulasan:

Catat Ulasan