Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

V 167 : ASMAUL HUSNA ( 74. AL ZOHIR )

AL ZOHIR   ( الظاهر )   ALLAH Yaa Zohir Yang Maha Nyata menegaskan kepada kita DIA nyata, dapat dilihat dan sesungguhnya hadir. Kehadira...

Sabtu, 4 Ogos 2012

F 9 PAHALA YANG TIDAK DITERIMA OLEH ALLAH SWT

Ibnu Mubarak menceritakan bahawa Khalid bin Ma’dan berkata kepada Mu’adz, “Mohon Tuan ceritakan hadis Rasulullah sallallahu ‘alayhi wasallam yang Tuan hafal dan yang Tuan anggap paling berkesan. Hadis manakah menurut Tuan?

Jawab Mu’adz, “Baiklah, akan kuceritakan.”

Selanjutnya, sebelum bercerita, beliaupun menangis. Beliau berkata, “Hmm, Betapa rindunya diriku pada Rasulullah, ingin rasanya diriku segera bertemu dengan beliau.”
Kata beliau selanjutnya, “Tatkala aku menghadap Rasulullah sallallahu ‘alayhi wasallam, beliau menunggang unta dan menyuruhku agar naik di belakang beliau. Kemudian berangkatlah kami dengan berkenderaan unta itu. Selanjutnya beliau menadah ke langit dan bersabda:

Puji syukur ke hadrat Allah Yang Berkehendak atas makhlukNya, ya Mu’adz!

Jawabku, “Ya Sayyidi l-Mursalin.”

Beliau kemudian berkata, ‘Sekarang aku akan mengisahkan satu cerita kepadamu. Apabila engkau menghafalnya, cerita itu akan sangat berguna bagimu. Tetapi jika kau menganggapnya remeh, maka kelak di hadapan Allah, engkau pun tidak akan mempunyai hujah (argumen).

Hai Mu’adz! Sebelum menciptakan langit dan bumi, Allah telah menciptakan tujuh malaikat. Pada setiap langit terdapat seorang malaikat penjaga pintunya. Setiap pintu langit dijaga oleh seorang malaikat, menurut darjat pintu itu dan keagungannya.
Dengan demikian, malaikat pulalah yang memelihara amal si hamba. Suatu saat sang Malaikat pencatat membawa amalan sang hamba ke langit dengan kemilau cahaya bak matahari.

Sesampainya pada langit tingkat pertama, malaikat Hafadzah memuji amalan-amalan itu. Tetapi setibanya pada pintu langit pertama, malaikat penjaga berkata kepada malaikat Hafadzah:
“Tamparkan amal ini ke muka pemiliknya. Aku adalah penjaga orang-orang yang suka mengumpat. Aku diperintahkan agar menolak amalan orang yang suka mengumpat. Aku tidak mengizinkan ia melewatiku untuk mencapai langit berikutnya!”
Keesokan harinya, kembali malaikat Hafadzah naik ke langit membawa amal soleh yang berkilau, yang menurut malaikat Hafadzah sangat banyak dan terpuji.

Sesampainya di langit kedua (ia melepasi langit pertama, sebab pemiliknya bukan pengumpat), penjaga langit kedua berkata, “Berhenti, dan tamparkan amalan itu ke muka pemiliknya. Sebab ia beramal dengan mengharap dunia. Allah memerintahkan aku agar amalan ini tidak sampai ke langit berikutnya.”
Maka para malaikatpun melaknat orang itu.
Di hari berikutnya, kembali malaikat Hafadzah naik ke langit membawa amalan seorang hamba yang sangat memuaskan, penuh sedekah, puasa, dan berbagai kebaikan, yang oleh malaikat Hafadzah dianggap sangat mulia dan terpuji.

Sesampainya di langit ketiga, malaikat penjaga berkata:
“Berhenti! Tamparkan amal itu ke wajah pemiliknya. Aku malaikat penjaga kibr (sombong). Allah memerintahkanku agar amalan semacam ini tidak pintuku dan tidak sampai pada langit berikutnya. Itu kerana salahnya sendiri, ia takbur di dalam majlis.”
Singkat kata, malaikat Hafadzahpun naik ke langit membawa amal hamba lainnya. Amalan itu bersifat bak bintang kejora, mengeluarkan suara gemuruh, penuh dengan tasbih, puasa, solat, ibadah haji, dan umrah.

Sesampainya pada langit keempat, malaikat penjaga langit berkata:
“Berhenti! Tamparkan amal itu ke wajah pemiliknya. Aku adalah malaikat penjaga ujub (rasa bangga terhadap kehebatan diri sendiri). Allah memerintahkanku agar amal ini tidak melewatiku. Sebab amalnya selalu disertai ujub.”
Kembali malaikat Hafadzah naik ke langit membawa amal hamba yang lain. Amalan itu sangat baik dan mulia, jihad, ibadah haji, ibadah umrah, sehingga berkilauan bak matahari.

Sesampainya pada langit kelima, malaikat penjaga mengatakan:
“Aku malaikat penjaga sifat hasud(dengki). Meskipun amalannya bagus, tetapi ia suka hasud kepada orang lain yang mendapat kenikmatan Allah swt. Bererti ia membenci yang meredhai, yakni Allah. Aku diperintahkan Allah agar amalan semacam ini tidak melewati pintuku.”
Lagi, malaikat Hafadzah naik ke langit membawa amal seorang hamba. Ia membawa amalan berupa wuduk yang sempurna, solat yang banyak, puasa, haji, dan umrah.

Sesampai di langit keenam, malaikat penjaga berkata:
“Aku malaikat penjaga rahmat. Amal yang kelihatan bagus ini tamparkan ke mukanya. Selama hidup ia tidak pernah mengasihani orang lain, bahkan apabila ada orang ditimpa musibah ia merasa senang. Aku diperintahkan Allah agar amal ini tidak melewatiku, dan agar tidak sampai ke langit berikutnya.”
Kembali malaikat Hafadzah naik ke langit. Dan kali ini adalah langit ke tujuh. Ia membawa amalan yang tak kalah baik dari yang lalu. Seperti sedekah, puasa, solat, jihad, dan warak. Suaranya pun menggeledek bagaikan petir menyambar-nyambar, cahayanya bak kilat.

Tetapi sesampai pada langit ke tujuh, malaikat penjaga berkata:
“Aku malaikat penjaga sum’at (sifat ingin terkenal). Sesungguhnya pemilik amal ini menginginkan ketenaran dalam setiap perkumpulan, menginginkan darjat tinggi di kala berkumpul dengan kawan sebaya, ingin mendapatkan pengaruh dari para pemimpin. Aku diperintahkan Allah agar amal ini tidak melewatiku dan sampai kepada yang lain. Sebab ibadah yang tidak kerana Allah adalah riak. Allah tidak menerima ibadah orang-orang yang riak.”
Kemudian malaikat Hafadzah naik lagi ke langit membawa amal dan ibadah seorang hamba berupa solat, puasa, haji, umrah, ahlak mulia, pendiam, suka berzikir kepada Allah. Dengan diiringi para malaikat, malaikat Hafadzah sampai ke langit ketujuh hingga menembus hijab-hijab (tabir) dan sampailah di hadapan Allah. Para malaikat itu berdiri di hadapan Allah. Semua malaikat menyaksikan amal ibadah itu shahih, dan diikhlaskan kerana Allah.

Kemudian Allah berfirman:

“Hai Hafadzah, malaikat pencatat amal hambaKu, Aku-lah Yang Mengetahui isi hatinya. Ia beramal bukan untuk Aku, tetapi diperuntukkan bagi selain Aku, bukan diniatkan dan diikhlaskan untukKu. Aku lebih mengetahui daripada kalian. Aku laknat mereka yang telah menipu orang lain dan juga menipu kalian (para malaikat Hafadzah). Tetapi Aku tidak tertipu olehnya. Aku-lah Yang Maha Mengetahui hal-hal ghaib. Aku mengetahui segala isi hatinya, dan yang samar tidaklah samar bagi-Ku. Setiap yang tersembunyi tidaklah tersembunyi bagiKu. PengetahuanKu atas segala sesuatu yang telah terjadi sama dengan pengetahuanKu atas segala sesuatu yang belum terjadi. PengetahuanKu atas segala sesuatu yang telah lewat sama dengan yang akan datang. PengetahuanKu atas segala yang telah lewat sama dengan yang akan datang. PengetahuanKu atas orang-orang terdahulu sama dengan pengetahuanKu atas orang-orang kemudian.

Aku lebih mengetahui atas sesuatu yang samar dan rahsia. Bagaimana hambaKu dapat menipu dengan amalnya. Mereka mungkin dapat menipu sesama makhluk, tetapi Aku Yang Mengetahui hal-hal yang ghaib. Aku tetap melaknatnya…!”
Tujuh malaikat di antara tiga ribu malaikat berkata, “Ya Tuhan, dengan demikian tetaplah laknat-Mu dan laknat kami atas mereka.”
Kemudian semua yang berada di langit mengucapkan, “Tetaplah laknat Allah kepadanya, dan laknatnya orang-orang yang melaknat.”‘

Sayyidina Mu’adz (yang meriwayatkan hadits ini) kemudian menangis tersedu-sedu. Selanjutnya berkata, “Ya Rasulallah, bagaimana aku boleh selamat dari semua yang baru engkau ceritakan itu?”

Jawab Rasulullah, “Hai Mu’adz, ikutilah Nabimu dalam masalah keyakinan.”

Tanyaku (Mu’adz), “Engkau adalah Rasulullah, sedang aku hanyalah Mu’adz bin Jabal. Bagaimana aku boleh selamat dan terlepas dari bahaya tersebut?”

Berkatalah Rasulullah sallAllahu ‘alayhi wasallam, “Memang begitulah, bila ada kelengahan dalam amal ibadahmu. Kerana itu, jagalah mulutmu jangan sampai menburukkan orang lain, terutama kepada sesama ulama. Ingatlah diri sendiri tatkala hendak menburukkan orang lain, sehingga sedar bahawa dirimupun penuh aib. Jangan menutupi kekurangan dan kesalahanmu dengan menburukkan orang lain. Janganlah mengorbitkan dirimu dengan menekan dan menjatuhkan orang lain. Jangan riak dalam beramal, dan jangan mementingkan dunia dengan mengabaikan akhirat. Jangan bersikap kasar di dalam majlis agar orang takut dengan keburukan akhlakmu. Jangan suka mengungkit-ungkit kebaikan, dan jangan menghancurkan peribadi orang lain, kelak engkau akan dirobek-robek dan dihancurkan anjing Jahanam, sebagaiman firman Allah dalam surah An-Naziat ayat 2.”

Tanyaku selanjutnya, “Ya Rasulallah, siapakah yang bakal menanggung penderitaan seberat itu?”

Jawab Rasulullah sallAllahu ‘alayhi wasallam, “Mu’adz, yang aku ceritakan tadi akan mudah bagi mereka yang dimudahkan Allah. Engkau harus mencintai orang lain sebagaimana engkau menyayangi dirimu. Dan bencilah terhadap suatu hal sebagaimana kau benci bila itu menimpa dirimu. Jika demikian engkau akan selamat.”
Khalid bin Ma’dan meriwayatkan, “Sayyidina Mu’adz sering membaca hadis ini seperti seringnya membaca al Quran, dan mempelajari hadis ini sebagaimana mempelajari al Quran di dalam majlis.”

Sumber: Al Ghazali, Minhajul Abidin, dan Bidayatul Hidayah



Tiada ulasan:

Catat Ulasan