Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

V 167 : ASMAUL HUSNA ( 74. AL ZOHIR )

AL ZOHIR   ( الظاهر )   ALLAH Yaa Zohir Yang Maha Nyata menegaskan kepada kita DIA nyata, dapat dilihat dan sesungguhnya hadir. Kehadira...

Rabu, 25 Julai 2012

C 53 Hubungan Maksiat Dengan Bala Bencana




Wahai saudaraku, sedarlah, perbaikilah amalmu dengan sekuat tenaga. Amatilah setiap zaman dengan cermat. Sebab, ada zaman yang keburukannya banyak dan kebahagiaannya sedikit, kesedihannya tersebar rata, kesusahannya banyak dan keberkahannya sedikit. Oleh kerana itu seorang yang berakal hendaknya sedar dan berhati-hati, berusaha mendekatkan diri kepada Allah swt dengan segenap kemampuannya agar terhindar dari bencana.

Sesungguhnya yang menjerumuskan manusia ke dalam berbagai bencana ini tiada lain adalah kelalaian, pengabaian, berpalingnya mereka dari Allah Yang Maha Tinggi dan keinginan kuat untuk dekat kepada Allah swt tanpa diiringi amal yang memadai. Kerana itulah Allah Taâlâ murka dan tidak memberikan berkah pada bumi. Sehingga alam porak poranda dan keadaan makhlukpun terpuruk.

Demikianlah zaman yang penuh kelalaian, di dalamnya para pelaku maksiat bermaksiat secara terang-terangan, zaman yang serba sulit, zaman yang pengaruhnya sangat mengkhuatirkan. Keadaan ini menunjukkan bahawa Allah Taâlâ telah berpaling dari makhluk-Nya. Sebab, jika Allah swt meredhai hamba-Nya, maka Ia akan memandang mereka dengan penuh kasih, alampun bercahaya, jiwa senang, hati hidup, kebahagiaan tampak, keadaan manusia menjadi baik, berkah melimpah ruah dan kebaikan semakin meningkat.

Dikatakan dalam sebuah syair:

Kau lihat kampung ini ceria saat Nu’ma ada, Dan menjadi suram ketika ia tiada

Atau:

Demi hidupku, jika hati ini bahagia saat berdekatan denganmu, ia pasti menderita ketika jauh darimu kau pergi atau tinggal, cintaku padamu tetap membara, tempatmu di hatiku selalu terjaga betapa sepi dunia tanpa dirimu dan alangkah indahnya dunia bila bersamamu

Atau:

Kehadiranmu membuatku senang dan bahagia tanpamu dunia ini bagiku adalah penjara kujalani hidup ini dan kehidupanpun terasa nikmat bersamamu berderai air mataku keranamu dan kampung ini terasa nyaman berkatmu Jika tidak berlumba untuk memperoleh cintamu dan tidak cemburu kepadamu, lalu dengan siapa lagi aku mesti berlumba?

Kau telah membuatku mencintai Najd dan Hajir, Padahal keduanya bukan negeriku
Kau dahulu pernah tinggal di situ Maka keduanya menjadi tempat nyaman bagiku Para ulama berkata,

“Jika Allah Taâlâ berpaling dari makhluk, Ia jadikan alam ini gelap gulita, maka lenyaplah kesenangannya, padamlah cahayanya, hancurlah hati manusia, menjadi buruk keadaan mereka, tersebar merata kesedihan, menjadi sedikit kebaikan, lenyaplah amanah, hilanglah rasa cinta, membumbung tinggi harga-harga, orang jahat berkuasa, berkuranglah keuntungan para pedagang, orang berakal menjadi bingung menyaksikan peristiwa-peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan bumi rosak dan tak ramah kepada penghuninya.

Dalam syair dikatakan:

Jika aku berkunjung ke suatu kota dan tak kulihat engkau di sana kota berubah muram wajahnya dan semua menjadi gelap gulita. Bencana ini terjadi kerana dosa-dosa manusia; kerana mereka melanggar larangan-Nya dan mengabaikan perintah-Nya. Sebab Allah dapat menyegerakan atau menunda siksa. Siksa yang disegerakan adalah seperti yang telah kusebutkan: kerosakan alam dan lain-lain. Adapun siksa yang ditunda adalah siksa yang dijanjikan di akhirat.

Oleh kerana itu, orang yang cerdas seharusnya bangkit dari tidurnya dan mencurahkan semua tenaga untuk beribadah kepada Tuhannya. Sehingga, ketika manusia ditimpa siksa dan bencana, maka Allah dengan rahmat-Nya akan menyelamatkan mereka yang sungguh-sungguh berkhidmat kepada-Nya.

Sebab, bencana yang diturunkan akan menimpa semua manusia: yang taat apalagi yang durhaka. Hanya saja bencana yang menimpa orang yang baik, sedikit dan sangat ringan. Meskipun bencana dan musibah duniawi menyakitkan dan membahayakan, namun demi mencari pahala, maka kaum sholihin bersabar atas pahitnya qodho dan pedihnya bala`, mereka berkata:

Baik atau pun buruk perlakuannya aku pasti redha kepadanya dan hatiku pun rela dengan ketentuannya meski tak pernah kuhirup aroma keridhoanmu meski tak kunjung henti hari-hari amarahmu.

Lain halnya dengan orang yang lalai dan suka bermaksiat, mereka akan mendapat bencana dan malapetaka yang dahsyat. Demikian buruknya perbuatan mereka, sehingga bencana itu juga menimpa orang-orang yang baik di antara mereka. Allah SWT berfirman dalam kitab-Nya yang mulia,

“Dan peliharalah dirimu daripada siksa yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim di antaramu saja.”  
(QS Al-Anfal, 8:25)

Juga disebutkan bahwa Allah SWT berfirman dalam salah satu kitab yang Ia turunkan,

“Kerana dosa seorang munafik, sebuah kota terbakar. Lantaran dosa
seorang munafik, dunia terbakar.”

Perbuatan yang paling sering menyebabkan manusia tertimpa berbagai bencana adalah amalan yang muncul dari hati yang penuh kedengkian dan riak,
terutama jika amalan itu dikerjakan oleh seorang ahli zuhud atau ahli ilmu.

Sebab, Allah SWT telah berfirman kepada bani Israil,

“Kalian menuntut ilmu untuk selain Allah. Kalian belajar bukan untuk diamalkan. Kalian bersihkan minuman kalian dari kotoran, tapi makanan haram sebesar gunung kalian telan. Kalian memakai pakaian dari bulu domba, tapi menyembunyikan nafsu serigala. Karena itu demi Keagungan-Ku, Aku bersumpah akan menimpakan kepada kalian fitnah yang dapat menyesatkan pemikiran para ahli fikir dan hikmah.”

Untungnya, setiap terjadi bencana Allah Ta’âlâ selalu menyayangi dan melindungi hamba-hamba-Nya:

Demikianlah menjadi kewajiban Kami untuk menyelamatkan orang-orang yang beriman.
(QS Yunus, 10:103)

Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang beriman.
(QS Al-Haj, 22:38)

Diriwayatkan bahwa seorang utusan Allah Azza wa Jalla menemui seorang lelaki soleh Bani Israil yang ditimpa berbagai bencana, “Jangan takut, sesungguhnya Allah bersamamu, Allah berfirman untukmu, ‘Sesungguhnya seorang kekasih tidak akan menelantarkan kecintaannya. Orang yang bertawakal kepadaKu tidak akan hina. Dan orang yang meminta kekuatan dariKu, tidak akan lemah.”

(Memahami Hawa Nafsu, Îdhôhu Asrôri ‘Ulûmil Muqorrobîn, Putera Riyadi)

Tiada ulasan:

Catat Ulasan