Ada satu pertanyaan yang
selalu mengganjal di hatiku, mengapa orang sering mengatakan bidaah itu sesat?
Apa sisi kesesatannya? Mohon dijawab dengan jawapan meyakinkan ustad.
Jawapan:
Bismillah was shalatu was
salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Vonis bidaah itu sesat, bukan
pernyataan manusia biasa, namun itu pernyataan dari Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Bahkan pernyataan ini sering beliau ulang-ulang dalam
pengantar ceramah beliau. Setelah mengucapkan hamdalah dan memuji Allah, Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya mengatakan,
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ
خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ
الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Amma ba’du. Sesungguhnya
sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seburuk-buruk perkara adalah (perkara
agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah
bidaah, setiap bidaah adalah kesesatan.”
(HR. Muslim no. 867)
Sebagai penganut setia Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kita tentu tidak berhak menggugat
pernyataan beliau, ‘setiap bidaah adalah kesesatan.’ Dan kami harap, pertanyaan
anda ini juga bukan dalam rangka mempermasalahkan mengapa Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam memvonis bidaah sebagai kesesatan? Yang seharusnya kita
kedepankan adalah mengamini apa yang beliau nyatakan. Ketika beliau mengatakan
bidaah itu sesat, seharusnya kita juga mengatakan hal yang sama. Dan seperti
itulah yang difahami para sahabat. Mereka menyatakan hal yang sama sebagaimana
pernyataan Nabinya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antaranya, sahabat Ibnu
Umar pernah mengatakan,
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ
وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنًا
“Semua bidaah itu sesat,
meskipun manusia menganggapnya baik.”
(as-Sunah li al-Maruzi, no.
68).
Hanya saja terkadang orang
ingin tahu, apa latar belakang sehingga bidaah dianggap kesesatan. Di sini kita
akan mendekati dari beberapa dalil al Quran, mengapa bidaah itu sesat.
Mengapa Bidaah itu Sesat?
ALLAH SUBHANAHU WA TAALA
memerintahkan umat manusia dan jin untuk beribadah kepadaNya. Konsekuensi dari
adanya perintah ini, ALLAH SUBHANAHU WA TAALA mengutus
para nabi dan rasul untuk mengajarkan kepada umat manusia tentang bagaimana
cara melakukan ibadah itu. ALLAH SUBHANAHU WA TAALA
memberikan jadikan penjelasan tentang bagaimana cara beribadah sebagai wewenang
para nabi dan rasul.
Layaknya ketika kita
mendapatkan tugas dari atasan. Umumnya, dia akan mengajarkan kepada kita
prosedur untuk melaksanakan tugas itu. Aturan itu menjadi wewenang atasan kerana
dia yang paling tahu tentang cara pelaksanaan tugas itu.
Oleh kerana itu, jika kita
perhatikan ayat-ayat al Quran, ALLAH SUBHANAHU WA TAALA banyak
memuji orang beriman dalam kitabNya, disebabkan karakter mereka yang selalu
mengikuti rasulNya. Di antaranya ALLAH SUBHANAHU WA TAALA
berfirman,
وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ
شَيْءٍ فَسَأَكْتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَالَّذِينَ
هُمْ بِآَيَاتِنَا يُؤْمِنُونَ .الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ
الْأُمِّيَّ
“RahmatKu meliputi segala
sesuatu. Akan Aku tetapkan rahmatKu untuk orang-orang yang bertakwa, yang
menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami, (iaitu)
orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi.”
(QS. al-A’raf: 156)
ALLAH SUBHANAHU WA TAALA juga
berfirman, menyebutkan perintah NabiNya agar umatnya mengikuti beliau,
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي
مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ
سَبِيلِهِ
“Bahawa (yang Kami
perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah
kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), kerana jalan-jalan itu mencerai-beraikan
kamu dari jalanNya.”
(QS. al-An’am: 153)
Kemudian di ayat lain, ALLAH
SUBHANAHU WA TAALA mempersyaratkan, orang yang mencintai ALLAH SUBHANAHU WA
TAALA, harus mengikuti RasulNya,
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ
تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ
ذُنُوبَكُمْ
“Katakanlah: “Jika kamu
(benar-benar) mencintai ALLAH, ikutilah aku, nescaya ALLAH mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu.”
(QS. Ali Imran: 31)
Anda tentu memahami,
namanya mengikuti bererti kita memposisikan beliau berada di depan, sementara
kita di belakangnya. Konsekuensinya, kita tidak melakukan kreasi, tidak
mengarang sendiri terkait tata cara beribadah. Itu ertinya, ketika ada orang
yang membuat kreasi dalam ibadah, bererti dia mendahului Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Seharusnya ini wewenang Rasul, namun dia ambil alih, kerana
dia melakukan satu tata cara ibadah yang belum pernah diajarkan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Apa penilaian yang boleh
anda berikan dalam kasus ini? Bukankah ini sebuah tindakan yang sangat lancang?
Merampas wewenang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Disebabkan itulah, ALLAH
SUBHANAHU WA TAALA menyebut tindakan berkreasi dalam melakukan ibadah (yang diistilahkan
dengan bidaah) sebagai tindakan menyekutukan ALLAH SUBHANAHU WA
TAALA dalam masalah penetapan syariat (aturan beribadah). Dia menandingi
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masalah penetapan aturan ibadah.
ALLAH
SUBHANAHU WA TAALA berfirman,
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ
شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ
“Apakah mereka mempunyai
sekutu-sekutu selain ALLAH yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak
diizinkan ALLAH?”
(QS. as-Syura: 21)
Anda garis bawahi kalimat,
‘mensyariatkan untuk mereka agama’ ertinya aturan itu diyakini sebagai aturan
agama, padahal ALLAH SUBHANAHU WA TAALA tidak pernah
mengizinkannya. Tidak ALLAH SUBHANAHU WA TAALA izinkan
bererti kosong dari dalil. Dan itulah bidaah.
(Simak Jami’ al-Ulum wal
Hikam)
Bidaah Sumber Perpecahan di Tengah Umat
Bidaah menyebabkan suara
kaum muslimin berbeza-beza dalam menyikapi agama, ALLAH SUBHANAHU WA
TAALA menyebut bidaah sebagai tindakan memecah belah umat. Jika semua umat
komitmen dengan ajaran RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam, suara mereka
akan sama dan hanya satu. ALLAH SUBHANAHU WA TAALA
berfirman,
إنَّ الَّذِين فَرَّقوا
دِينَهُمْ وَكانُوا شِيَعاً لَسْتَ مِنْهُمْ في شَيْىءٍ
“Sesungguhnya orang-orang
yang memecah belah agamaNya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada
sedikitpun tanggungjawabmu kepada mereka.”
(QS. al-An’am: 159)
Ibnu Athiyah mengatakan,
هذه الآية تعم أهل الأهواء
والبدع
“Ayat ini mencakup semua
pengikut hawa nafsu (aliran menyimpang) dan ahli bidaah.”
(Tafsir Ibn Athiyah, 2/427)
Oleh kerana itu, adalah
perlu mengingatkan umat manusia akan bahaya bidaah dan mengajak mereka untuk
kembali kepada sunnah, hakikatnya adalah ajakan untuk menyatukan umat. Jika bidaah
dibiarkan, dan masing-masing berhak untuk membuat kreasi dalam beribadah, maka
umat islam akan terkeping-keping, sesuai keyakinan dan prinsip ajaran
masing-masing. Sementara upaya manusia untuk berkreasi, terus berkembang dan
tidak pernah berhenti. Sehingga dari satu sekte akan muncul sekte baru. Dan
demikian seterusnya.
Betul, mereka masing-masing
boleh menahan diri untuk tidak saling mengganggu. Tapi berbeza prinsip
menyebabkan mereka tidak akan pernah sehati. Membiarkan bidaah, hakikatnya
membiarkan perpecahan. Sekalipun orang liberal menyebutnya sikap toleran. Ini
disebabkan liberal tidak akan pernah rela, umat Islam bersatu dalam satu
prinsip kebenaran.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan