slampos.com
NABI
Muhammad saw adalah nabi terakhir, penutup semua nabi dan diutus sebagai nabi
akhir zaman. Dari Ibnu Umar ra bahawa Nabi saw bersabda:
“Aku diutus saat dekatnya hari kiamat dengan pedang sehingga
hanya Allah lah yang disembah yang tiada sekutu bagiNya, dan dijadikan rezekiku
di bawah naungan tombakku, dan dijadikan kehinaan dan kenistaan terhadap orang
yang menyalahi perintahku, serta barangsiapa yang menyerupai sebuah kaum maka
dia termasuk dalam golongan mereka.”
Hadits
ini mengandung hikmah yang besar, pelajaran yang bermanfaat di mana kita
seharusnya merenunginya dan berfikir tentangnya dengan penuh tadabbur. Hadits
ini telah disyarahkan oleh Al-hafiz Ibnu Rajab Al-Hambali dalam sebuah risalah
yang kecil:
Sabda
Rasulullah saw:
“Aku diutus saat dekatnya hari kiamat.”
Ertinya
sesungguhnya Allah mengutus Rasulullah saw sebagai da’i agar manusia mentauhidkan
Allah swt dengan menggunakan pedang setelah memberikan mereka berbagai hujjah,
maka orang yang tidak menerima seruan tauhid ini dengan al Quran, hujjah dan
pejelasan secara lisan maka dia harus dilawan dengan pedang. Allah swt
berfirman:
“Sesungguhnya kami Telah mengutus rasul-rasul kami dengan
membawa bukti-bukti yang nyata dan Telah kami turunkan bersama mereka Al Kitab
dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan, dan kami
ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat
bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah
mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasulNya padahal Allah
tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.”
QS.
Al-Hadid: 25
Hadits
ini memberikan sebuah isyarat tentang dekatnya jarak masa antara diutusnya Nabi
saw dengan hari kiamat. Daripada Anas ra bahawa sesungguhnya Nabi saw bersabda:
“Aku telah diutus sementara jarak antara diriku dan hari kiamat
seperti ini,”
Anas
mengatakan: Dan beliau saw menggabungkan antara jari telunjuk dengan jari
tengah.
Dan
sabda Nabi saw yang mengatakan:
“Sehingga hanya Allah lah yang disembah yang tiada sekutu
bagiNya,”
inilah tujuan utama dan terbesar diutusnya Rasulullah saw dan para Rasul
sebelum beliau. Sebagaimana firman Allah swt:
“Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan
kami wahyukan kepadanya: “Bahawasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan aku,
Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku.”
(QS.
Al-Anbiya’: 25)
Allah
swt berfirman:
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat
(untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut.”
(QS.
Al-Nahl: 36)
Bahkan
itulah yang menjadi tujuan diciptakannya makhluk sebagaimana ditegaskan di
dalam firman Allah swt:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka beribadah kepadaKu.”
(QS.
Al-Dzaryiat: 56)
Maka
tidaklah Allah menciptakan mereka kecuali agar mereka beribadah kepada Allah,
dan Allah telah mengambil janji dari mereka ketika mereka dikeluarkan oleh
Allah dari tulang rusuk Adam alaihis salam, sebgaimana firman Allah swt:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): “Bukankah Aku Ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau
Tuban kami), kami menjadi saksi.”
(QS.
Al-A’raf: 172)
Dan sabda Nabi saw yang mengatakan:
“Dan dijadikan rezekiku di bawah naungan tombakku, ….,” hadits ini mengisayartkan
bahawa Allah swt tidak mengutus Nabi saw untuk mengumpulkan dunia atau
menghimpunnya, dan tidak pula bersungguh-sungguh untuk mencari sebab-sebab
terkumpulnya harta dunia, namun beliau saw diutus sebagai da’i yang menyeru
kepada tauhid dengan menggunakan pedang, maka tuntutan perkara tersebut adalah
perintah untuk membunuh semua musuh-musuh yang tidak mahu menerima dakwah
tauhid ini.
Sesungguhnya
harta rampasan perang tersebut diberikan oleh Allah kepada Bani Adam sebagai
sarana untuk beribadah kepada Allah dan taat kepadaNya, maka barangsiapa yang
memanfaatkan hartanya untuk kepentingan syirik dan kufur kepada Allah maka maka
Allah akan menguasakan RasulNya dan para pengikut beliau maka mereka mencabut
harta tersebut dan mengembalikannya kepada hamba yang lebih utama menerimanya, iaitu
mereka yang beribadah kepada Allah, bertauhid dan taat kepadaNya, oleh sebab
itulah harta rampasan perang disebut dengan fa’i sebab dia kembali kepada orang
yang lebih berhak darinya dan untuk tujuan itulah harta itu diadakan. Allah swt
berfirman:
“Maka makanlah dari sebahagian rampasan perang yang Telah kamu
ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik,”
(QS.
Al-Anfal: 69)
Dan
ini adalah di antara keistimewaan yang diberikan oleh Allah kepada beliau saw
dan umatnya, sesungguhnya Allah telah menghalalkan bagi mereka harta rampasan
perang. Sabda Rasulullah saw:
“Dijadikan kehinaan dan kenistaan terhadap orang yang menyalahi
perintahku.”
Hal
ini menunjukkan bahawa kemuliaan dan ketinggian di dunia akhirat dengan mengikuti
perintah Rasulullah saw, kerana beliau mengikuti perintah Allah swt. Allah swt
berfirman:
“Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi rasulNya dan
bagi orang-orang mukmin,…”
(QS.
Al-Munafiqun: 8).
“Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, Maka bagi Allah-lah
kemuliaan itu semuanya.”
(QS.
Fathir: 10)
[sm/islampos/berbagaisumber]
KEHINAAN
dan kerendahan akan terjadi kerana menyalahi perintah Allah. Dan orang yang
menyalahi perintah Allah dan Rasul terbagi menjadi tiga kelompok:
Pertama,
orang
yang menyalahi perintah Allah dan RasulNya kerana keyakinan, tidak ada kewajipan
mentaati Allah dan Rasul. Seperti penolakan orang-orang kafir dan ahli kitab
yang tidak mahu mentaati Rasulullah Saw, maka mereka termasuk orang-orang yang
hina dan rendah. Oleh kerana itulah, Allah Swt memerintahkan untuk memerangi
ahli kitab sehingga mereka memberikan jizyah dengan tangan mereka dalam keadaan
hina dan dina. Begitu juga dengan orang-orang Yahudi, mereka mendapat kehinaan
dan kerendahan sebab kekafiran mereka dengan Rasulullah Saw adalah kekafiran
yang bersifat penentangan.
Kedua, Orang yang berkeyakinan
mentaatinya lalu menentang perintahnya dengan bermaksiat maka mereka tetap
mendapat kehinaan dan kenistaan. Hasan Al-basri berkata: “Sesungguhnya
sekalipun mereka diinjak-injak oleh kaki keldai, dan digilas olek kaki kuda nescaya
kehinaan maksiat akan tetap melekat di dalam hati mereka, sungguh Allah pasti
akan menghinakan orang yang bermaksiat kepadaNya.”
Imam
Ahmad bin Hambal berkata: “Ya Allah tinggikanlah kami dengan taat
kepadaMu dan janganlah Engkau menghinakan kami dengan bermaksiat kepadaMu.”
Abul Ataiyah berkata dalam sebuah syairnya:
Ketahuilah
sesungguhnya pada ketakwaan itulah kemuliaan dan ketinggian
Dan
sungguh mencintai dunia itu sebagai sumber kehianaan dan kenistaan
Dan
bukanlah ketaqwaan seseorang sebagai cermin bagi kekurangan dirinya
Jika
ia telah mewujudkan taqwa baik sedikit maupun banyak
Ketiga, orang yang menyalahi
perintah Rasulullah Saw dari para pelaku syubahat, mereka adalah pengikut hawa
nafsu dan pelaku bidaah. Maka mereka mendapat kehinaan dan kenistaan sama
seperti jauhnya mereka dari perintah Allah dan Rasul-Nya. Allah Swt berfirman:
“Sesungguhnya
orang-orang yang menjadikan anak lembu (sebagai sembahannya), kelak akan menimpa
mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia.
Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat
kebohongan.”
(QS.
Al-A’raf: 152)
Para
pelaku bidaah dan pengikut hawa nafsu adalah orang-orang yang membuat
kebohongan atas Allah. Dan bidaah mereka berkembang menjadi besar jika mereka
banyak membuat kedustaan atas Allah swt. Allah swt berfirman:
“Maka
hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahNya takut akan ditimpa cubaan atau
ditimpa azab yang pedih.”
(QS.
An-Nuur: 63)
Ibnu
Rajab Al-Hambali ra berkata: “Di antara bentuk kehinaan yang paling besar
kerana menyalahi perintah Rasulullah Saw adalah meninggalkan berjihad terhadap
musuh-musuh Allah, maka barangsiapa yang menempuh jalan Rasulullah Saw dalam
berjihad maka dia akan mulia, dan barangsiapa yang meninggalkan jihad padahal
dia mampu melakukannya maka dia akan terhina.”
Daripada
Ibnu Umar ra bahwa Nabi Saw bersabda:
“Jika
kalian berjualbeli dengan cara Al-inah, rela dengan tanaman dan meninggalkan
berjihad maka Allah akan menguasakan kepada kalian kehinaan yang tidak
akan dicabut oleh Allah dari kalian kecuali jika kalian kembali kepada agama
kalian.” [3]
Nabi
saw pernah melihat besi cangkul untuk bercucuk tanam, maka Nabi Saw bersabda:
“Tidaklah
dia memasuki rumah suatu kaum kecuali kaum tersebut akan dirasuki kehinaan.”
Maka
barangsiapa yang meninggalkan sunnah Nabi Saw dalam berjihad padahal dia mampu
melakukannya, lalu sibuk mengurusi dunia sekalipun dengan jalan yang halal,
maka dengannya dia akan merasakan kehinaan, lalu bagiamana jika umat ini
meninggalkan jihad kerana sibuk mengejar dunia dengan cara yang haram? [4]
Dan
Sabda Rasulullah Saw yang mengatakan:
“Barangsiapa
yang menyerupai sebuah kaum maka dia termasuk dalam golongan mereka.”
Hadits
ini menjelaskan dua perkara:
Pertama, menyerupai orang-orang
buruk, seperti orang-orang kafir, fasik dan pelaku maksiat, dan Allah telah
mencela mereka yang menyerupai mereka dalam keburukan mereka. Allah Swt
berfirman:
“…dan
kamu telah menikmati bahagian kamu sebagaimana orang-orang yang sebelummu
menikmati bahagiannya, dan kamu mempercakapkan (hal yang batil) sebagaimana
mereka mempercakapkannya.”
QS.
Al-Taubah: 96.
Dan
Nabi Saw telah melarang umatnya menyerupai orang-orang musyrik dan ahli kitab.
Beliau melarang mendirikan solat pada saat terbitnya matahari dan pada
saat tenggelamnya, Nabi Saw juga melarang mencukur janggut dan mengucapkan
salam kepada orang Yahudi dan Nasrani dan larangan lainnya.
Kedua, menyerupai orang-orang
yang baik dan bertaqwa. Perbuatan ini baik dan dianjurkan, oleh kerana itulah
dianjurkan bagi kita untuk mengikuti Nabi Saw dalam perkataan, perbuatan dan
gerak-geri beliau. Dan inilah tuntutan cinta yang benar kepada Nabi Saw, sebab
seseorang akan dibangkitkan bersama orang yang dicintainya, dan harus mengikuti
perbuatan orang yang cintai sekalipuan orang yang mencintai tersebut lebih
rendah darjatnya di sisi Allah dari orang yang dicintainya.
Wallahualam
bishawab.[sm/islampos/alamintaegusouthkorea]
[1]
Musnad Imam Ahmad: 2/92
[2]
Shahih Bukhari: 4/192 no: 6504 dan shahih Muslim: 4/2269 no: 2951
[3]
Sunan Abi Daud 3/275 no: 3462
[4]
Syarah Hadits: Yatba’ul Mayyita tsalatsatun, Ibnu Rajab Al-hambali
Tiada ulasan:
Catat Ulasan