Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

V 167 : ASMAUL HUSNA ( 74. AL ZOHIR )

AL ZOHIR   ( الظاهر )   ALLAH Yaa Zohir Yang Maha Nyata menegaskan kepada kita DIA nyata, dapat dilihat dan sesungguhnya hadir. Kehadira...

Jumaat, 28 Disember 2018

T 63 : APA ITU BIDAAH?


I. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperbolehkan berbuat bidaah hasanah.


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperbolehkan kita melakukan bidaah hasanah selama hal itu baik dan tidak menentang syariah, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam Islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat-buat hal baru yang buruk dalam Islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya dan tak dikurangkan sedikitpun dari dosanya.”
(Shahih Muslim hadits no.1017, demikian pula diriwayatkan pada Shahih Ibn Khuzaimah, Sunan Baihaqi Alkubra, Sunan Addarimiy, Shahih Ibn Hibban dan banyak lagi).

Hadits ini menjelaskan makna Bidaah hasanah dan Bidaah dhalalah.

Perhatikan hadits beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukankah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan? Maksudnya bila kalian mempunyai suatu pendapat atau gagasan baru yang membuat kebaikan atas Islam maka perbuatlah. Alangkah indahnya bimbingan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak mencekik umat. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tahu bahawa umatnya bukan hidup untuk 10 atau 100 tahun, tapi ribuan tahun akan berlanjut dan akan muncul kemajuan zaman, modernisasi, kematian ulama, merajalela kemaksiatan, maka tentunya pastilah diperlukan hal-hal yang baru demi menjaga muslimin lebih terjaga dalam kemuliaan, demikianlah bentuk kesempurnaan agama ini, yang tetap akan boleh dipakai hingga akhir zaman, inilah makna ayat :

“ALYAUMA AKMALTU LAKUM DIINUKUM..dst, “Hari ini Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, kusempurnakan pula kenikmatan bagi kalian, dan ku reda Islam sebagai agama kalian.”

Maksudnya semua ajaran telah sempurna, tak perlu lagi ada pendapat lain demi memperbaiki agama ini, semua hal yang baru selama itu baik sudah masuk dalam kategori syariah dan sudah direstui oleh ALLAH SUBHANAHU WA TAALA dan rasulNya, alangkah sempurnanya Islam.

Namun tentunya bukan membuat agama baru atau syariat baru yang bertentangan dengan syariah dan sunnah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau menghalalkan apa-apa yang sudah diharamkan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam atau sebaliknya, inilah makna hadits beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam :

“Barangsiapa yang membuat buat hal baru yg berupa keburukan…dst”, inilah yg disebut Bidaah Dhalalah. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memahami itu semua, bahawa kelak zaman akan berkembang, maka beliau SAW memperbolehkannya (hal yang baru berupa kebaikan), menganjurkannya dan menyemangati kita untuk memperbuatnya, agar umat tidak tercekik dengan hal yang ada di zaman kehidupan beliau SAW saja, dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah pula mengingatkan agar jangan membuat buat hal yang buruk (Bidaah dhalalah).

Mengenai pendapat yang mengatakan bahawa hadits ini adalah khusus untuk sedekah saja, maka tentu ini adalah pendapat mereka yang dangkal dalam pemahaman syariah, kerana hadits di atas jelas-jelas tak menyebutkan pembatasan hanya untuk sedekah saja, terbukti dengan perbuatan bidaah hasanah oleh para Sahabat dan Tabi’in.

II. Siapakah yang pertama memulai Bidaah hasanah setelah wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Ketika terjadi pembunuhan besar-besaran atas para sahabat (Ahlul yamaamah) yang mereka itu para Huffadh (yang hafal) al Quran dan Ahli al Quran di zaman Khalifah Abubakar Asshiddiq ra, berkata Abubakar Ashiddiq ra kepada Zeyd bin Tsabit ra : “Sungguh Umar (ra) telah datang kepadaku dan melaporkan pembunuhan atas ahlulyamaamah dan ditakutkan pembunuhan akan terus terjadi pada para Ahlul quran, lalu ia menyarankan agar Aku (Abubakar Asshiddiq ra) mengumpulkan dan menulis al Quran, aku berkata : Bagaimana aku berbuat suatu hal yang tidak diperbuat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?  Maka Umar berkata padaku bahawa Demi Allah ini adalah demi kebaikan dan merupakan kebaikan, dan ia terus meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar, dan engkau (zeyd) adalah pemuda, cerdas, dan kami tak menuduhmu (kau tak pernah berbuat jahat), kau telah mencatat wahyu, dan sekarang ikutilah dan kumpulkanlah Al quran dan tulislah al Quran!” berkata Zeyd : “Demi Allah sungguh bagiku diperintah memindahkan sebuah gunung daripada gunung-gunung tidak seberat perintahmu padaku untuk mengumpulkan al Quran, bagaimana kalian berdua berbuat sesuatu yang tak diperbuat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Maka Abubakar ra mengatakannya bahawa hal itu adalah kebaikan, hingga iapun meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan mereka berdua dan aku mulai mengumpulkan al Quran.”
(Shahih Bukhari hadits no.4402 dan 6768).

Nah saudaraku, bila kita perhatikan konteks di atas Abubakar shiddiq ra mengakui dengan ucapannya : “Sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar,” hatinya jernih menerima hal yang baru (bidaah hasanah) iaitu mengumpulkan al Quran, kerana sebelumnya al Quran belum dikumpulkan menjadi satu buku, tapi terpisah-pisah dihafalan sahabat, ada yang tertulis di kulit unta, di tembok, dihafal dll, ini adalah Bidaah hasanah, justeru mereka berdualah yang memulainya.

Kita perhatikan hadits yang dijadikan dalil menafikan (menghilangkan) Bidaah hasanah mengenai semua bidaah adalah kesesatan, diriwayatkan bahawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selepas melakukan solat subuh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap kami dan menyampaikan ceramah yang membuat hati berguncang, dan membuat airmata mengalir, maka kami berkata : “Wahai Rasulullah. Seakan-akan ini adalah wasiat untuk perpisahan…, maka beri wasiatlah kami.” Maka rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Kuwasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengarkan dan taatlah walaupun kalian dipimpin oleh seorang Budak Afrika, sungguh di antara kalian yang berumur panjang akan melihat sangat banyak ikhtilaf perbezaan pendapat, maka berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah khulafa’urrasyidin yang mereka itu pembawa petunjuk, gigitlah kuat kuat dengan geraham kalian (suatu kiasan untuk kesungguhan), dan hati-hatilah dengan hal-hal yang baru, sungguh semua yang Bidaah itu adalah kesesatan.”
(Mustadrak Alasshahihain hadits no.329).

Jelaslah bahawa Rasul SAW menjelaskan pada kita untuk mengikuti sunnah beliau dan sunnah khulafa’urrasyidin, dan sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperbolehkan hal yang baru selama itu baik dan tak melanggar syariah, dan sunnah khulafa’urrasyidin adalah anda lihat sendiri bagaimana Abubakar shiddiq ra dan Umar bin Khattab ra menyetujui bahkan menganjurkan, bahkan memerintahkan hal yang baru, yang tidak dilakukan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam iaitu pembukuan al Quran, lalu pula selesai penulisannya di masa Khalifah Utsman bin Affan ra, dengan persetujuan dan kehadiran Ali bin Abi Thalib kw.

Nah. sempurnalah sudah keempat makhluk termulia di umat ini, khulafa’urrasyidin melakukan bidaah hasanah, Abubakar shiddiq ra di masa kekhalifahannya memerintahkan pengumpulan al Quran, lalu kemudian Umar bin Khattab ra pula di masa kekhalifahannya memerintahkan tarawih berjamaah dan seraya berkata : “Inilah sebaik-baik Bidaah!”(Shahih Bukhari hadits no.1906) lalu pula selesai penulisan al Quran di masa Khalifah Utsman bin Affan ra hingga al Quran kini dikenal dengan nama Mushaf Utsmaniy, dan Ali bin Abi Thalib kw menghadiri dan menyetujui hal itu. Demikian pula hal yang dibuat-buat tanpa perintah Rasul SAW adalah dua kali azan di Solat Jumaat, tidak pernah dilakukan di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak di masa Khalifah Abubakar shiddiq ra, tidak pula di masa Umar bin khattab ra dan baru dilakukan di masa Utsman bn Affan ra, dan diteruskan hingga kini. (Shahih Bulkhari hadits no.873).
Siapakah yang salah dan tertuduh? Siapakah yang lebih mengerti larangan Bidaah? Adakah pendapat mengatakan bahawa keempat Khulafa’urrasyidin ini tak faham makna Bidaah?

III. Bidaah Dhalalah

Jelaslah sudah bahawa mereka yang menolak bidaah hasanah inilah yang termasuk pada golongan Bidaah dhalalah, dan Bidaah dhalalah ini banyak jenisnya, seperti penafikan sunnah, penolakan ucapan sahabat, penolakan pendapat Khulafa’urrasyidin. Nah…di antaranya adalah penolakan atas hal baru selama itu baik dan tak melanggar syariah, kerana hal ini sudah diperbolehkan oleh Rasul SAW dan dilakukan oleh Khulafa’urrasyidin, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah jelas-jelas memberitahukan bahawa akan muncul banyak ikhtilaf, berpeganglah pada Sunnahku dan Sunnah Khulafa’urrasyidin, bagaimana Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Beliau SAW membolehkan Bidaah hasanah, bagaimana sunnah Khulafa’urrasyidin? Mereka melakukan Bidaah hasanah, maka penolakan atas hal inilah yang merupakan Bidaah dhalalah, hal yang telah diperingatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Bila kita menafikan (meniadakan) adanya Bidaah hasanah, maka kita telah menafikan dan membidaahkan Kitab al Quran dan Kitab Hadits yang menjadi panduan ajaran pokok Agama Islam kerana kedua kitab tersebut (al Quran dan Hadits) tidak ada perintah Rasulullah SAW untuk membukukannya dalam satu kitab masing-masing, melainkan hal itu merupakan ijma/kesepakatan pendapat para Sahabat Radhiyallahu’anhum dan hal ini dilakukan setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat.

Buku hadits seperti Shahih Bukhari, shahih Muslim dll inipun tak pernah ada perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk membukukannya, tak pula Khulafa’urrasyidin memerintahkan menulisnya, namun para tabi’in mulai menulis hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Begitu pula Ilmu Musthalahulhadits, Nahwu, sharaf, dan lain-lain sehingga kita dapat memahami kedudukan darjat hadits, ini semua adalah perbuatan Bidaah namun Bidaah Hasanah. Demikian pula ucapan “Radhiyallahu’anhu” atas sahabat, tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak pula oleh sahabat, walaupun itu di sebut dalam al Quran bahawa mereka para sahabat itu diredai Allah, namun tak ada dalam Ayat atau hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengucapkan ucapan itu untuk sahabatnya, namun kerana kecintaan para Tabi’in pada Sahabat, maka mereka menambahinya dengan ucapan tersebut. Dan ini merupakan Bidaah Hasanah dengan dalil Hadits di atas, Lalu muncul pula kini al Quran yang dikasetkan, di CD kan, Program al Quran di handphone, al Quran yang diterjemahkan, ini semua adalah Bidaah hasanah. Bidaah yang baik yang berfaedah dan untuk tujuan kemaslahatan muslimin, kerana dengan adanya Bidaah hasanah di atas maka semakin mudah bagi kita untuk mempelajari al Quran, untuk selalu membaca al Quran, bahkan untuk menghafal al Quran dan tidak ada yang memungkirinya.

Sekarang kalau kita menarik mundur kebelakang sejarah Islam, bila al Quran tidak dibukukan oleh para Sahabat ra, apa sekiranya yang terjadi pada perkembangan sejarah Islam? Al Quran masih bertebaran di tembok-tembok, di kulit unta, hafalan para Sahabat ra yang hanya sebahagian dituliskan, maka akan muncul beribu-ribu Versi al Quran di zaman sekarang, kerana semua orang akan mengumpulkan dan membukukannya, yang masing-masing dengan riwayatnya sendiri, maka hancurlah al Quran dan hancurlah Islam. Namun dengan adanya Bidaah Hasanah, sekarang kita masih mengenal al Quran secara utuh dan dengan adanya Bidaah Hasanah ini pula kita masih mengenal Hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka jadilah Islam ini kukuh dan Abadi, jelaslah sudah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah membolehkannya, beliau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengetahui dengan jelas bahawa hal-hal baru yang berupa kebaikan (Bidaah hasanah), mesti dimunculkan kelak, dan beliau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang hal-hal baru yang berupa keburukan (Bidaah dhalalah).
Saudara-saudaraku, jernihkan hatimu menerima ini semua, ingatlah ucapan Amirulmukminin pertama ini, ketahuilah ucapan-ucapannya adalah Mutiara al Quran, sosok agung Abubakar Ashiddiq ra berkata mengenai Bidaah hasanah : “Sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar.”
Lalu berkata pula Zeyd bin haritsah ra : “Bagaimana kalian berdua (Abubakar dan Umar) berbuat sesuatu yang tak diperbuat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Maka Abubakar ra mengatakannya bahawa hal itu adalah kebaikan, hingga iapun(Abubakar ra) meyakinkanku (Zeyd) sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan mereka berdua.”

Makaku himbau saudara-saudaraku muslimin yang kumuliakan, hati yang jernih menerima hal-hal baru yang baik adalah hati yang sehati dengan Abubakar shiddiq ra, hati Umar bin Khattab ra, hati Zeyd bin haritsah ra, hati para sahabat, iaitu hati yang dijernihkan ALLAH SWT, Dan curigalah pada dirimu bila kau temukan dirimu mengingkari hal ini, maka barangkali hatimu belum dijernihkan Allah, kerana tak mahu sependapat dengan mereka, belum setuju dengan pendapat mereka, masih menolak bidaah hasanah, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah mengingatkanmu bahawa akan terjadi banyak ikhtilaf, dan peganglah perbuatanku dan perbuatan khulafa’urrasyidin, gigit dengan geraham yang maksudnya berpeganglah erat-erat pada tuntunanku dan tuntunan mereka.
Allah SWT menjernihkan sanubariku dan sanubari kalian hingga sehati dan sependapat dengan Abubakar Asshiddiq ra, Umar bin Khattab ra, Utsman bin Affan ra, Ali bin Abi Thalib kw dan seluruh sahabat.. amiin.

IV. Pendapat para Imam dan Muhadditsin mengenai Bidaah

1. Al Hafidh Al Muhaddits Al Imam Muhammad bin Idris Assyafii rahimahullah (Imam Syafii)
Berkata Imam Syafii bahawa bidaah terbagi dua, iaitu bidaah mahmudah (terpuji) dan bidaah madzmumah (tercela), maka yang sejalan dengan sunnah maka ia terpuji, dan yang tidak selaras dengan sunnah adalah tercela, beliau berdalil dengan ucapan Umar bin Khattab ra mengenai solat tarawih : “Inilah sebaik-baik bidaah.”
(Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 86-87)

2. Al Imam Al Hafidh Muhammad bin Ahmad Al Qurtubiy rahimahullah

“Menanggapi ucapan ini (ucapan Imam Syafii), maka kukatakan (Imam Qurtubi berkata) bahawa makna hadits Nabi SAW yang berbunyi : “Seburuk-buruk permasalahan adalah hal yang baru, dan semua Bidaah adalah dhalalah.” (wa syarrul umuuri muhdatsaatuha wa kullu bid’atin dhalaalah), yang dimaksud adalah hal-hal yang tidak sejalan dengan al Quran dan Sunnah Rasul SAW, atau perbuatan Sahabat radhiyallahu ‘anhum, sungguh telah diperjelas mengenai hal ini oleh hadits lainnya : “Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam Islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yang buruk dalam Islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya.”
(Shahih Muslim hadits no.1017) dan hadits ini merupakan inti penjelasan mengenai bidaah yang baik dan bidaah yg sesat.”
(Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 87)

3. Al Muhaddits Al Hafidh Al Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf Annawawiy rahimahullah (Imam Nawawi)
“Penjelasan mengenai hadits : “Barangsiapa membuat-buat hal baru yang baik dalam Islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yang dosanya.”
Hadits ini merupakan anjuran untuk membuat kebiasaan kebiasaan yang baik, dan ancaman untuk membuat kebiasaan yang buruk, dan pada hadits ini terdapat pengecualian dari sabda beliau saw : “Semua yang baru adalah Bidaah, dan semua yang Bidaah adalah sesat.”
Sungguh yang dimaksudkan adalah hal baru yang buruk dan Bidaah yang tercela.
(Syarh Annawawi ‘ala Shahih Muslim juz 7 hal 104-105)

Dan berkata pula Imam Nawawi bahawa Ulama membagi bidaah menjadi 5, iaitu Bidaah yang wajib, Bidaah yang mandub, bidaah yang mubah, bidaah yg makruh dan bidaah yang haram. Bidaah yang wajib contohnya adalah mencantumkan dalil-dalil pada ucapan ucapan yang menentang kemungkaran, contoh bidaah yang mandub (mendapat pahala bila dilakukan dan tak mendapat dosa bila ditinggalkan) adalah membuat buku-buku ilmu syariah, membangun majlis taklim dan pesantren, dan Bidaah yang Mubah adalah bermacam-macam dari jenis makanan, dan Bidaah makruh dan haram sudah jelas diketahui, demikianlah makna pengecualian dan kekhususan dari makna yang umum, sebagaimana ucapan Umar ra atas jamaah tarawih bahawa inilah sebaik2 bidaah.” (Syarh Imam Nawawi ala shahih Muslim Juz 6 hal 154-155)

4. Al Hafidh AL Muhaddits Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy rahimahullah
Mengenai hadits “Bidaah Dhalalah” ini bermakna “Aammun makhsush”, (sesuatu yang umum yang ada pengecualiannya), seperti firman Allah : “Yang menghancurkan segala sesuatu.” (QS Al Ahqaf 25) dan kenyataannya tidak segalanya hancur, (*atau pula ayat : “Sungguh telah kupastikan ketentuanku untuk memenuhi jahannam dengan jin dan manusia keseluruhannya.” QS Assajdah-13), dan pada kenyataannya bukan semua manusia masuk neraka, tapi ayat itu bukan bermakna keseluruhan tapi bermakna seluruh musyrikin dan orang dhalim.pen) atau hadits : “aku dan hari kiamat bagaikan kedua jari ini.” (dan kenyataannya kiamat masih ribuan tahun setelah wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam)
(Syarh Assuyuthiy Juz 3 hal 189).

Maka bila muncul pemahaman di akhir zaman yg bertentangan dengan pemahaman para Muhaddits maka mestilah kita berhati-hati dari manakah ilmu mereka? Berdasarkan apa pemahaman mereka? Atau seorang yang disebut imam padahal ia tak mencapai darjat hafidh atau muhaddits? Atau hanya ucapan orang yang tak punya sanad, hanya menukil-menukil hadits dan mentakwilkan semahunya tanpa memperdulikan fatwa-fatwa para Imam?
(Habib Munzir bin Fuad Al-Musawa)

Tiada ulasan:

Catat Ulasan