Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

V 167 : ASMAUL HUSNA ( 74. AL ZOHIR )

AL ZOHIR   ( الظاهر )   ALLAH Yaa Zohir Yang Maha Nyata menegaskan kepada kita DIA nyata, dapat dilihat dan sesungguhnya hadir. Kehadira...

Selasa, 7 Ogos 2012

F 81 SEPULUH RAHSIA HAJI

Dalam bukunya “Rahsia Haji” dan juga Kitab “Ihya Ulumiddin” juz 1, Al-Ghazali menyebutkan sepuluh etika / adab-adab batiniah ibadat haji :

Pertama, hendaklah ia berhaji dengan harta yang halal. Ia harus meninggalkan perhatian akan urusan pekerjaan dan bisnesnya. Ia harus mencurahkan perhatiannya semata-mata kepada Allah SWT. Rasulullah SAW membuatkan jenis-jenis haji pada akhir zaman : “Pada akhir zaman nanti, manusia yang keluar untuk ibadat haji terdiri dari empat macam : Para pejabat haji untuk pesiar, para pedagang untuk berniaga, orang miskin untuk mengemis, dan para ulama untuk kebanggaan.”

Kedua, hendaklah ia berusaha untuk tidak menyerahkan dirinya diperas oleh orang-orang yang mengganggu jemaah haji. Tentang hal ini, Al-Ghazali menyebutkan para perompak zaman dahulu yang merompak jemaah haji di perjalanan. Ia mengutip pendapat para ulama bahawa lebih baik meninggalkan sunnat haji daripada mendukung kezaliman.

Ketiga, hendaklah ia tidak memboroskan bekalnya untuk makan dan minum yang mewah atau membeli kelazatan-kelazatan di perjalanan. Ia harus banyak menggunakan hartanya untuk bersedekah, menolong orang lain, atau memberikan bekal kepada teman seperjalanan, dengan hati yang betul-betul tulus murni kerana mengharap Ampunan dan Redha Allah SWT.

Keempat, hendaklah ia meninggalkan segala macam akhlak tercela, iaitu kekejian (kezaliman) dan kefasikan, serta perdebatan dan perbantahan sekecil apapun. Yang termasuk ke dalam kekejian adalah : berkata kotor, bohong, kasar, atau yang menusuk perasaan meski sehalus apapun. Juga memfitnah dan menipu.

Kelima, diutamakan memperbanyak berjalan. Barangkali dengan meninggalkan Arafah dan menuju Mina dengan berjalan kaki daripada dengan kenderaan. Sebab dengan berjalan kaki, ia akan sempat tidur di Muzdalifah, dan pagi-pagi berangkat menuju Mina. Sudah bisa dipastikan, mereka akan tiba di Mina lebih cepat daripada yang menyewa kenderaan.

Keenam, kerana berkaitan dengan jenis kenderaan masa lalu, maka kami tidak menuliskannya di sini.

Ketujuh, hendaklah ia berpakaian sederhana dan meninggalkan tanda-tanda kesombongan dan kemewahannya. Haji dimaksudkan untuk membesarkan dan mengagungkan Allah SWT dan mengecilkan serta merendahkan diri kita manusia.

Kelapan, hendaklah merawat unta yang dipergunakan dengan sebaik-baiknya dan penuh kasih sayang.

Kesembilan, hendaklah memenuhi kewajipan berkorban dan membagi-bagikan dagingnya kepada kaum fakir miskin dengan hati yang tulus murni (ikhlas) untuk Allah swt, bukan dengan maksud riak (pamer).

Kesepuluh, hendaklah ia selalu bersabar menerima musibah yang menimpa tubuhnya atau bila ia kehilangan hartanya.

Rahsia Haji dari Al-Ghazali sebetulnya menggambarkan perspektif sufi. Ratusan tahun sebelum Al-Ghazali lahir, Ja’far Ash Shiddiq r.a, seorang tokoh besar dalam dunia tasawuf (sufi besar) memberikan nasihat kepada para jemaah haji :

“Jika engkau berangkat haji, kosongkanlah segenap hatimu dari segala urusan. Hadapkanlah dirimu sepenuhnya kepada Allah SWT. Tinggalkan setiap penghalang dan hambatan ; dan serahkan segenap urusanmu kepada Penciptamu. Bertawakkallah kepada-Nya dalam setiap gerak dan diammu. Berserah dirilah kepada setiap ketentuan-ketentuan-Nya, hukum-hukum-Nya, takdir-Nya. Tinggalkan dunia, kesenangan, dan seluruh makhluk (segala sesuatu selain Allah swt). Keluarlah engkau dari kewajipan yang dibebankan kepadamu dari setiap makhluk Tuhan. Janganlah engkau bersandar kepada bekalmu, kenderaanmu, sahabatmu, saudaramu, kekuatanmu, kemudaanmu, dan kekayaanmu.

Buatlah persiapan seakan-akan engkau tidak akan kembali lagi. Bergaullah dengan baik. Jaga waktu-waktu dalam melaksanakan kewajipan yang telah ditetapkan Allah SWT dan Sunnah Nabi SAW berupa : adab, kesabaran, syukur, kasih sayang, kedermawanan, dan mendahulukan (kepentingan) orang lain. Bersihkan dosa-dosamu dengan air taubat yang betul-betul ikhlas.

Pakailah pakaian kejujuran, kesucian, kerendahan hati, dan kekhusyukan. Berihramlah dengan meninggalkan segala sesuatu yang menghalangi kamu dari mengingat Allah swt dan mencegahmu mentaati-Nya. Bertabiahlah kamu dengan menjawab panggilan Allah swt dengan keikhlasan, suci dan bersih dalam setiap doa-doa kamu, seraya tetap berpegang kepada tali yang kokoh.

Bertawaflah dengan segenap hatimu bersama para malaikat di sekitar ‘Arasy, sebagaimana kamu bertawaf dengan jasadmu bersama manusia di sekitar Baitullah. Keluarlah engkau dari kelalaianmu dan ketergelinciranmu ketika engkau keluar dari Mina. Janganlah mengharapkan apapun yang tidak halal dan tidak layak bagimu.

Akuilah segala kesalahan di tempat pengakuan (Arafah). Perbaharuilah janjimu di depan Allah SWT dengan mengakui segala ke-ESA-an-Nya. Mendekatlah selalu kepada Allah SWT ketika di Muzdalifah. Sembelihlah tengkuk hawa nafsu dan kerakusan ketika engkau menyembelih haiwan korban. Lemparkanlah syahwat, kerendahan, kekejian, dan segala perbuatan tercela ketika melempar Jamarah (Jumrah).

Cukurlah aib-aib lahir (kotoran) dan batinmu (dosa) ketika mencukur rambut. Tinggalkan kebiasaanmu yang selalu menuruti kehendakmu, dan masuklah kepada perlindungan ke Masjid Al-Haram. Berputarlah di sekitar Baitullah dengan sungguh-sungguh mengagungkan Pemiliknya dan menyedari Kebesaran dan Kekuasaan-Nya. Beristilamlah kepada Hajar Aswad dengan penuh keredhaan atas setiap Ketentuan Allah swt dan merendahkan dirilah engkau di hadapan Kebesaran-Nya. Tinggalkanlah apa saja selain Allah swt dalam hatimu ketika engkau tawaf perpisahan. Sucikan batinmu untuk menemui DIA pada hari pertemuan dengan DIA, ketika kau berdiri di Shafa. Tempatkan dirimu pada pengawasan Allah swt selalu dengan membersihkan seluruh perilakumu di Marwah.”
(Al-Ghazali)


Tiada ulasan:

Catat Ulasan